!!!WARNING:AREA YANG GAK SUKA CERITA CEWEK PUNYA 2 COWOK MINGGIR DULU !!!
Belva Alice Mahardika. Gadis yang berusia 17 tahun dan baru saja duduk dikelas 12 IPA 1 di SMA International Dirgantara. Mempunyai paras yang cantik dengan tubuh yang tinggi semampai, kulit putih, dan jangan lupakan mata hazelnya yang sangat indah dengan dihiasi bulu mata yang lentik.
"Lo pikir hidup gue drama Korea? Yang punya dua cowok, terus gue pilih siapa? Enggak, Kaisar. Ini dunia nyata.
Gue benci perasaan ini biarin gue egois.
Gue nggak mau ninggalin Ardan dan gue nggak mau ninggalin lo juga"Belva.
---
Kaisar galaxy dirgantara. Umurnya menginjak 18 tahun dan duduk di 12 IPS 1 di SMA Internasional Dirgantara. Seorang ketua geng motor bernama Midnight Galaxy.
"Gue Mau Jadi yang Kedua, Tapi Lo Harus Jadi yang Pertama Buat Gue.
Lo tuh kayak magnet buat gue. Dan gue benci itu… tapi gue juga nggak bisa berhenti. sadar gak? lo nggak pernah bener-bener dorong gue pergi?" Kaisar
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salia.id, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Biasa yang Ternyata Nggak Biasa
Pagi itu suara mesin motor sport warna merah doff berhenti tepat di depan rumah Belva. Suara knalpotnya halus tapi tetap punya aura “mahal” yang bikin tetangga kadang melirik iri.
Belva turun dari teras rumah sambil merapikan rambut panjangnya yang jatuh ke bahu. Seragamnya sudah rapi seperti biasa, rok jatuh dengan sempurna, kancing atas tertutup, tapi vibe-nya tetap gadis badas yang seolah siap menghajar siapa pun yang nyenggol.
Ardan menunggu di motor sambil melepas helm. “Pagi, sayang.”
Belva tersenyum kecil—yang cuma muncul kalau Ardan yang bikin. “Pagi. Lo udah lama?”
“Baru banget dateng. Lo siap?”
“Siap lah.”
Belva naik, memegang bahu Ardan sebelum akhirnya memeluk pinggang cowok itu. Motor melaju keluar komplek.
Angin pagi menerpa wajah Belva, membuat rambutnya berkibar indah. Dia suka momen ini—berangkat sekolah berdua. Meski rumah mereka tidak dekat-dekat amat, jalan menuju SMA ID memang searah. Kadang Ardan menjemput, kadang tidak. Tapi hari ini, entah kenapa, rasanya momen itu penting… walaupun Belva belum sadar kenapa.
“Lo ngantuk ya?” tanya Belva sambil sedikit mencondongkan badan.
“Dikit. Rapat OSIS kemarin kelar jam setengah dua belas. Gue pengen acara ulang tahun sekolah nanti bener-bener rame lebih dari pada tahun sebelumnya,” jawab Ardan.
“Gila, Dan. Lo kalo mati muda gara-gara capek, gue marah.”
Ardan tertawa. “Kalau mati muda mah nggak sempet marah.”
Belva langsung mencubit pinggangnya. “Gue serius!”
“Ya gue juga serius.” Ardan tertawa lebih keras.
Motor berhenti di lampu merah. Belva menatap punggung Ardan. Tinggi, proporsional, tampan. Cowok ini bukan sekadar populer, tapi memang punya aura pemimpin sejak dulu.
“Bel,” Ardan memanggil sambil menoleh sedikit. “Nanti pulangnya mungkin gue nggak bisa anter. Ada meeting lagi kayaknya.”
“Hah?” Belva mendengus. “meeting lagi?”
“Iya. Sorry ya.”
Belva mengembuskan napas. “Yaudah. Tapi lo harus makan bener.”
“Iya, Bu Dokter.”
Belva memukul helm Ardan pelan.
Mereka melaju lagi ketika lampu berubah hijau.
****
Begitu tiba di gerbang SMA ID, siswa-siswi mulai memperhatikan. Bukan cuma karena Ardan adalah ketua OSIS, tapi karena Belva—primadona sekolah—turun dari motor milik cowok paling populer.
Beberapa cewek melongo.
Beberapa cowok melirik kagum.
Beberapa haters—terutama Mellani—langsung mengumpat dalam hati.
Mellani dan gengnya kebetulan lewat di depan mereka. Mellani memandangi Ardan lama banget sampai rasanya kayak mau nelen cowok itu utuh-utuh.
Belva langsung memicingkan mata. “Lo mau foto Ardan? Apa gue suruh dia pose dulu?”
Bella dan Sinta langsung salting.
Mellani cuma pura-pura benerin rambut.
“Aku cuma lewat kok,” jawab Mellani sok polos.
Belva tersenyum dingin. “Lewat kok matanya ke cowok gue semua?”
Ardan menahan tawa, menyentuh kepala Belva sebentar. “Udah, sayang. Ayo masuk.”
Belva memutar mata. “Males banget gue liat muka dia.”
Ardan mengantar Belva sampai depan kelas sebelum pergi ke ruang OSIS.
Setelah masuk kelas, Belva langsung disambut Amel yang berlari kecil.
“BELVAAA!! Lo liat Mellani tadi? Demi apapun blush-on dia kayak kena gesek sama garpu!”
Belva tertawa. “Lo tuh gosip mulu kerjaannya.”
Selia ikut duduk. “Dia tadi ngeliatin Ardan, Belv.”
“Biarin. Gue udah biasa.”
Amel memutar matanya. “Bel, kalo gue jadi lo gue udah lempar tas.”
“Gue mau lempar sih,” jawab Belva santai. “Tapi takut tas gue rusak. Dia nggak worth it.”
Selia langsung ngakak. “Bener banget!”
Mereka bertiga ngobrol sampai guru masuk.
***
Istirahat tiba, dan seperti biasa, kantin SMA ID berubah jadi pasar. Wangi makanan, suara tawa, dan gosip-gosip liar bercampur satu.
Belva duduk di meja tengah bersama sahabat-sahabatnya.
Amel menatap ke arah pintu. “Eh itu geng Mellani.”
Tiga cewek itu lewat dengan gaya sok mewah. Mellani sengaja berjalan lambat, memastikan semua orang memperhatikan.
Belva mengambil sushi dari lunch box. “Gaya doang padahal kalo jatuh miskin langsung nyari sugar daddy.”
Selia mau minum tapi malah tersedak karena tertawa.
Tapi suasana kantin berubah drastis ketika beberapa anak IPS masuk dengan langkah santai.
Gio di depan.
Dingin. Tegas. Bicaranya hemat, tatapannya tajam.
Andre di belakang, ngomel nggak berhenti.
Arsen terlihat paling normal di antara mereka.
Midnight Galaxy minus sang pemimpin.
Siswa-siswi otomatis minggir.
Kantin yang tadi ribut mendadak hening.
Amel langsung merapat ke Belva. “Anjir, itu Gio serem banget.”
Belva cuma melihat sambil memakan sushi. “Dia emang kayak begitu orangnya.”
“Lo tau?” tanya Selia.
“Nggak. Maksud gue, gue tau mukanya. Bukan kenal.”
Ketiganya lewat tanpa menengok ke arah Belva. Tapi aura mereka tetap terasa berat, dalam, dan bikin bulu kuduk berdiri.
Belva tidak sadar bahwa salah satu dari mereka sempat melirik sekilas—Arsen, yang sebenarnya punya insting tajam, merasa ada sesuatu berbeda dari gadis bernama Belva itu.
***
Sore hari, bel pulang berbunyi. Belva mengikat rambutnya, merapikan tas, dan melangkah keluar kelas.
Ardan sudah chat duluan:
Ardan:
Sayang, gue rapat. Lo pulang duluan ya?
Hati-hati. Nanti kalo gue selesai gue kabarin.
Belva mengembuskan napas.
“Yaudah.”
Amel dan Selia sudah dijemput. Jadi Belva sendirian.
Ia memesan ojek online dan menunggu di depan gerbang. Lima menit kemudian motor datang.
“Belva, ya?”
“Iya, Pak.”
Motor melaju menembus jalanan padat. Belva mulai membuka bangku chat, membalas DM, mendengarkan musik kecil-kecil.
Semuanya normal.
Sampai jalan mulai macet tak biasa.
Belva mengangkat wajah. “Pak, kok macet banget?”
“Kurang tau, Dek. Kayaknya ada keributan.”
Dan benar saja.
Dari kejauhan terdengar teriakan.
“WOI!! SERBUUUU!!!”
Belva langsung duduk lebih tegak.
Anak-anak berseragam biru dan putih berlari sambil membawa kayu, ikat pinggang, batu. Dua kelompok saling serang tanpa ampun. Motor-motor berhenti mendadak. Orang-orang panik.
Driver ojeknya mencoba putar balik, tapi sudah terlambat.
“Ya Allah, Dek! Ini tawuran!”
Belva menelan ludah. “Pak! MUTER AJA!”
“Nggak bisa! Penuh semua!”
Batu melayang, anak-anak menjerit, suara pukulan terdengar.
Belva memeluk tasnya.
Jantungnya berdegup kencang.
Tiba-tiba… dari ujung jalan suara motor besar meraung keras, memecah kekacauan.
Brummmmm—!!!
Brummmm—!!!
Semua orang menoleh.
Motor-motor hitam meluncur cepat, membelah kerumunan seperti badai hitam.
Midnight Galaxy.
Anak-anak tawuran mulai panik.
“MIDNIGHT DATENG!”
“CABUT! CABUT!”
“MAMPUS KALIAN!”
Gio turun duluan.
Arsen menyusul.
Andre masih sambil ngoceh panjang.
Belva membeku.
Lalu seseorang turun dari motor paling depan.
Hoodie hitam.
Tinggi.
Tatapan tajam.
Wajah tampan tapi dingin seperti es.
Kaisar Galaxy Dirgantara.
Ketua Midnight Galaxy.
Anak pemilik sekolah.
Orang paling ditakuti dan paling dibicarakan.
Belva langsung kehilangan napas sedetik.
Karena Kaisar melihatnya.
Tatapan mereka bertemu.
Dan… dunia seakan berhenti.
Kaisar berjalan menembus kerumunan tanpa peduli suara ribut di sekitarnya. Orang-orang menjauh dengan sendirinya.
Gio berbicara, “Kai, kanan udah aman. Kita bersihin sisanya?”
“Kai, sumpah ini ribut gede banget!” Andre ngoceh.
Tapi Kaisar tidak menjawab.
Ia hanya mendekati motor ojek yang Belva tumpangi.
“Lo,” ucapnya pelan, suaranya berat dan dalam. “Turun.”
Belva menegang. “H-hah?”
Kaisar mengangkat visor helmnya sedikit hingga mata tajam itu terlihat jelas.
“Turun. Di sini bahaya.”
Driver ojek sudah gemetar. “Dek… ikut aja… kayaknya dia… lebih aman…”
Belva tidak bisa bergerak.
Tidak bisa berpikir.
Kaisar mengulurkan tangan.
Dan untuk pertama kalinya…
Belva tersadar bahwa hari ini bukan hari biasa.
Ini awal dari masalah.
Awal dari konflik.
Awal dari sesuatu yang akan menggoyahkan segalanya—hubungannya, hidupnya, bahkan hatinya.
double up dong thor. please tanggung bener. ngeship Belva Kaisar sih. baru pertama dukung perselingkuhan wkwk