Seraphina dan Selina adalah gadis kembar dengan penampilan fisik yang sangat berbeda. Selina sangat cantik sehingga siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta dengan kecantikan gadis itu. Namun berbanding terbalik dengan Seraphina Callenora—putri bungsu keluarga Callenora yang disembunyikan dari dunia karena terlahir buruk rupa. Sejak kecil ia hidup di balik bayang-bayang saudari kembarnya, si cantik yang di gadang-gadang akan menjadi pewaris Callenora Group.
Keluarga Callenora dan Altair menjalin kerja sama besar, sebuah perjanjian yang mengharuskan Orion—putra tunggal keluarga Altair menikahi salah satu putri Callenora. Semua orang mengira Selina yang akan menjadi istri Orion. Tapi di hari pertunangan, Orion mengejutkan semua orang—ia memilih Seraphina.
Keputusan itu membuat seluruh elite bisnis gempar. Mereka menganggap Orion gila karena memilih wanita buruk rupa. Apa yang menjadi penyebab Orion memilih Seraphina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon secretwriter25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Flashback 1
Flashback
Hari itu mansion keluarga Callenora tampak lebih sibuk dari biasanya. Para pelayan berjalan mondar-mandir sambil membawa keranjang mainan baru, beberapa dekorasi warna pastel, dan rak-rak kecil yang akan disusun di ruangan paling baru—Playhouse Callenora, bangunan kecil yang baru selesai dibangun seminggu lalu khusus untuk menjadi ruang bermain kedua putri keluarga itu.
Bangunan itu terpisah dari mansion utama, berdiri sendiri dengan desain seperti rumah kaca mini. Dindingnya dari kaca tebal yang diperkuat, rangka putih kecokelatan, dan halaman kecil yang mengarah langsung ke taman bunga.
Ruangan itu dipenuhi boneka mewah, tenda kecil, ayunan dalam ruangan, papan gambar, serta puluhan mainan edukatif. Eveline membangunnya karena ingin kedua putrinya memiliki “surga kecil” yang aman dan tidak terlalu formal seperti bagian lain mansion yang penuh marmer dan patung.
Hari itu adalah hari pertama ruangan itu dibuka, dan Eve mengundang beberapa anak perempuan dari keluarga terpandang lain untuk ikut bermain. Nanny mereka pun ikut menemani.
Dan sudah tentu—Orion yang mendengar kabar itu langsung meminta pada ibunya untuk datang juga.
Orion kecil berlari kecil melewati taman depan bersama Nanny-nya. Rambut cokelat gelapnya berkibar saat ia berjalan tergesa-gesa. Ia sudah tidak sabar bertemu Seraphina lagi.
“Apa Sera ada di sana, Nanny?” tanya Orion tanpa menyembunyikan antusiasmenya.
Wanita itu tersenyum geli. “Siapa Sera yang selalu Tuan muda sebut itu?" tanyanya.
Orion tidak menjawab. Ia hanya memeluk kotak kecil berisi bermacam pita rambut yang ia bawa pagi itu—hadiah kecil yang ingin ia berikan pada Sera. Ia berharap Sera akan menyukainya, mengingat rambut gadis itu selalu dihiasi pita dan jepitan lucu.
Begitu mereka mendekati bangunan kecil itu, suara tawa anak-anak terdengar. Ruangan main itu ternyata penuh anak perempuan kecil yang tampak sangat girly, memakai gaun berenda dan pita rambut warna-warni.
Orion mengedarkan pandangan mencari wajah yang sudah melekat di pikirannya sejak seminggu lalu. Senyumnya melebar saat menemukan gadis itu.
Seraphina duduk di dekat tenda kecil berbentuk kastil kecil. Gadis berambut hitam dan bermata hijau itu mengenakan gaun putih lembut, rambutnya disisir rapi, pipinya merah muda alami. Ia tampak sangat cantik—bahkan untuk ukuran anak kecil.
Beberapa anak perempuan sedang mengerubunginya.
“Ayo kita main masak-masakan, Sera!”
“Tidak! Sera ikut sama aku dulu! Kita main puzzle yang tadi!”
“Sera, liat! Aku punya boneka putri baru! Mau main sama aku?”
Para nanny pun ikut memuji.
“Dia cantik sekali ya…”
“Mirip boneka hidup…”
“Matanya indah sekali…”
Dan Selina yang berdiri tidak jauh dari situ, memeluk bonekanya. Ia hanya bisa memandangi semua itu dengan ekspresi kesal. Rambut pirangnya dikuncir dua, gaunnya lebih mewah daripada semua anak di sana—tapi tidak ada yang mendekatinya.
Karena semua anak tertarik pada Seraphina.
Seraphina sendiri tampak bingung karena dia tidak biasa dikerubungi. Ia menoleh ke kanan dan kiri seperti tidak tahu harus memilih siapa.
“Huh…” Selina mendengus kecil, menendang pelan keranjang bola mainan yang ada di dekatnya.
Orion maju beberapa langkah, berdiri di depan pintu kaca. Seorang pelayan membukakan pintu untuknya.
Begitu masuk, Orion melihat Sera, dan senyuman kecil muncul otomatis di wajahnya.
Sera yang sedang dikelilingi banyak anak itu menoleh, dan matanya langsung membulat saat melihat Orion. Senyumnya mengembang cerah seperti sinar matahari. Gadis itu berdiri dari duduknya.
“Orion!”
Ia berlari kecil menghampirinya.
Beberapa anak yang tadinya mengajak Sera bermain saling pandang.
“Siapa dia?”
“Temannya Sera, ya?”
Orion melambaikan tangan saat Sera sampai di depannya.
“Hai, Sera.” Orion terlihat sedikit malu tetapi tetap mencoba tersenyum. “Aku bawa sesuatu.”
Ia membuka kotak kecil di tangannya lalu memberikannya pada Sera.
Seraphina memandanginya seperti melihat benda paling ajaib di dunia.
“Ini untuk aku?” tanya Sera, matanya berbinar-binar.
Orion mengangguk. “Kalau kamu mau.”
“Aku sukaaa! Terima kasih, Rion!” ucap Seraphina dengan senyum yang begitu manis.
Orion tersenyum lebar, ia tidak mengira Sera akan sebahagia itu.
Selina yang sejak tadi hanya menatap dari balik rak boneka seakan ingin melemparkan bonekanya ke dinding.
Kenapa Sera selalu mendapat perhatian semua orang?
Kenapa semua orang memilih Sera?
Dan kenapa… Orion Altair itu juga ada di sini dan memilih Sera?
Sementara itu, Seraphina menarik lengan Orion.
“Ayo! Kita main ayunan di sini!”
“Tapi aku—” Orion sempat bingung karena ia tidak biasa diajak semangat seperti itu.
Namun Sera sudah menariknya ke sudut ruangan di mana ayunan indoor dipasang. Anak-anak lain memperhatikan.
“Boleh ikut, Sera?”
“Sera main sama aku juga, boleh?”
"Boleh!" jawab Sera dengan senyuman lebarnya.
"Yay!" seru mereka senang.
Selina yang melihat itu makin jengkel.
Orion duduk di ayunan, Sera mendorongnya pelan dari belakang. Tawa kecil Orion terdengar, bersahutan dengan tawa anak lain yang menaiki ayunan di samping mereka.
“Pelan saja,” pintanya.
“Kalau kamu jatuh aku tangkap!” jawab Sera santai.
Orion menoleh. “Kamu kuat?"
“Ya! Aku sangat kuat!”
Padahal tubuh Sera masih mungil dan kurus.
Orion tertawa.
"Orion… apa kamu mau jadi temanku?"
Orion menghentikan ayunannya sendiri, lalu menatap Sera lekat.
“Aku sudah anggap kamu temanku dari waktu itu,” ujarnya pelan.
Sera tersenyum lebar.
Sementara itu, Selina duduk sendirian di pojok ruangan. Boneka yang ia pegang tadi kini ia pukul-pukul kecil ke lututnya. Ia menatap ke arah Sera dan Orion dengan tatapan kesal.
Setiap nanny yang lewat menyapanya dengan sopan, tapi tidak ada yang berhenti untuk mengajak Selina bicara. Mereka semua lebih sibuk memuji Seraphina.
“Lihat rambutnya…”
“Cantik sekali ya…”
“Senyumnya manis sekali…”
Selina mendengarnya semua. Setiap kata membuatnya merasa muak. Ia menggigit bibir.
“Kenapa semua orang memuji Sera?” bisiknya lirih.
Ia membenci hal itu. Tidak ada yang memuji gaunnya. Tidak ada yang mengajak bermain. Bahkan teman-teman kecil yang diundang ibunya lebih memilih Sera. Padahal ia sudah mengatakan ke teman-temannya kalau Sera hanyalah saudari sepupunya yang tinggal di desa.
Selina menggenggam rok gaunnya kuat-kuat.
“Kamu pasti akan mengambil semuanya dariku… Sera.” gumamnya penuh benci.
Walaupun mereka masih anak-anak… benih rasa iri itu sudah tumbuh dengan subur.
Di sisi lain ruangan, Sera dan Orion kini duduk berdua di karpet tebal. Orion menunjukkan cara menempel stiker dengan rapi, sementara Sera tertawa setiap kali melihat dinosaurus berwarna-warni.
“Ini lucu sekali! Yang ini terlihat seperti kamu kalau marah,” ucap Sera sambil menunjuk stiker Velociraptor.
“Hah? Aku tidak seperti itu!” protes Orion cemberut.
Sera terkikik.
Tawa itu… membuat Selina berdiri dari tempat duduknya. Ia tidak tahan mendengarnya.
Ia berjalan menghampiri mereka.
“Orion!” seru Selina, mencoba bersikap manis.
Orion yang sedang sibuk menempel stiker, menoleh pelan. “Apa?”
Selina tersenyum lebay. “Ayo main denganku. Aku punya boneka kuda poni baru.”
Orion hanya menggeleng. “Tidak. Aku sedang main sama Sera.”
Kalimat itu seperti tamparan bagi Selina.
“Oh.” Selina tersenyum getir. “Kenapa kau bermain dengan gadis desa? Aku putri keluarga Callenora, bukan dia!”
“Aku kesini untuk bermain dengan Sera bukan untuk bermain dengan putri Callenora,” jawab Orion polos.
Sera menahan tawa kecil.
Selina menggigit bibir lagi, tetapi ia masih mencoba bersikap manis.
“Aku kan calon pewaris keluarga Callenora. Aku lebih penting daripada dia. Kamu harus main denganku,” ucap Selina sambil mengangkat dagunya sombong.
“Tidak mau,” balas Orion cepat. “Kamu jahat.”
“Itu karena dia yang mengambil semuanya dariku!” Selina memekik kesal sambil menunjuk Sera.
Sera menunduk, memeluk boneka yang dipegangnya dengan erat.
Orion berdiri, menatap Selina dengan wajah serius.
“Dia tidak mengambil apa pun darimu. Kamu saja yang tidak suka kalau orang lain senang.”
Selina meradang. “Kamu akan menyesal sudah melawanku!”
Namun Orion menggandeng tangan Seraphina, menuntunnya pergi menjauh.
“Ayo kita cari tempat lain buat main,” kata Orion lembut.
Sera mengangguk patuh, menatap punggung Orion kecil dengan tatapan hangat.
Di balik mereka, Selina berdiri mematung, dadanya bergemuruh oleh kemarahan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Dan pada usia sekecil itu, ia sudah memutuskan. Bahwa ia membenci Seraphina, lebih dari siapapun.
🍁🍁🍁
Bersambung
.