Setelah bertahun-tahun hidup sendiri membesarkan putrinya, Raisa Andriana seorang janda beranak satu, akhirnya menemukan kembali arti cinta pada Kevin Wibisono duda beranak dua yang terlihat bijaksana dan penuh kasih. Pernikahan mereka seharusnya menjadi awal kebahagiaan baru tapi ternyata justru membuka pintu menuju badai yang tak pernah Raisa sangka
Kedua anak sambung Raisa, menolak kehadirannya mentah-mentah, mereka melihatnya sebagai perebut kasih sayang ayah nya dan ancaman bagi ibu kandung mereka, di sisi lain, Amanda Putri kandung Raisa, juga tidak setuju ibunya menikah lagi, karena Amanda yakin bahwa Kevin hanya akan melukai hati ibunya saja
Ketegangan rumah tangga makin memuncak ketika desi mantan istri Kevin yang manipulatif, selalu muncul, menciptakan intrik, fitnah, dan permainan halus yang perlahan menghancurkan kepercayaan.
Di tengah konflik batin, kebencian anak-anak, dan godaan masa lalu, Raisa harus memilih: bertahan demi cinta yang diyakininya, atau melepas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen_Fisya08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 perlawanan Raisa
Enam bulan telah berlalu sejak kejadian itu, sejak Desi kembali muncul membawa badai yang merusak ketenangan rumah tangga yang baru saja aku bangun bersama mas Kevin....
Enam bulan sejak ia memainkan air mata palsunya, menjerat perasaan kedua putrinya sambung ku dan membuat kehidupan kami berguncang...
Enam bulan yang melelahkan dan selama enam bulan itu pula, mas Kevin tanpa pernah menolak, selalu mentransfer uang ke Desi...
Tidak hanya sekali, tidak juga dua kali akan tetapi empat kali dalam sebulan...
Dengan alasan yang sama setiap waktu, Untuk Laras dan Dewi...!
Awalnya, aku tidak keberatan, karena mereka adalah anak-anak dari mas Kevin, yang artinya anak-anak ku juga, karena sejak aku menikah dengan mas kevin, aku sudah siap menjadi bagian tanggung jawab itu...
Tapi seiring waktu, semakin banyak hal yang tak masuk akal, telepon demi telepon dari Laras meminta uang untuk buku dan keperluan lainnya
Dewi menangis karena sepatu sekolahnya rusak, keperluan mendadak, iuran kelas, dan entah apa lagi...
Semuanya selalu tergesa-gesa, selalu mendesak, selalu butuh hari itu juga...
Dan suatu pagi, saat aku sedang sibuk menata sarapan di meja makan, suara Dewi terdengar dari speaker ponsel Kevin, merengek karena uang jajan kurang
Aku menatap mas Kevin, dan untuk pertama kalinya aku tak bisa lagi diam...
“Mas, bukan kah setiap bulan kamu selalu transfer uang ke Desi? Bahkan empat kali dalam sebulan, kenapa Laras dan Dewi masih meminta uang sekolah, uang jajan dan keperluan yang lain?” Tanyaku pelan tapi tegas..
Mas Kevin mengusap wajahnya dengan lelah....
“Sayang… mereka mungkin memang banyak keperluan.” Ucap nya tanpa curiga
"Apa mereka selalu seperti ini sejak mereka tinggal bersama ibu nya?" Tanyaku lebih dalam, dengan nada yang membuat mas Kevin tak bisa menghindar...
Mas Kevin terdiam, lalu mengangguk pelan, jawaban itu membuat dadaku sesak..
Aku menarik napas panjang, rasanya berat sekali, ada marah, ada kecewa, dan ada kasihan bercampur jadi satu...
“Mas… mulai sekarang stop transfer ke Desi.” tegas ku
Mas Kevin menatapku penuh kebingungan...
“Tapi… nanti anak-anak” ucap nya
"Bukan soal anak-anak, mas!, Desi memanfaatkan kamu, bukan sekali, tapi berulang kali" nadaku meninggi tanpa bisa ku cegah..
Mas Kevin menunduk, mungkin ia tahu aku benar, mungkin ia hanya tidak mau mengakui.
"Aku tidak mau ribut sama Desi, sayang... Dan uang… bukan masalah bagi kita.” ucap Kevin lembut...
"Tapi itu masalah bagiku, masalah buat rumah tangga kita, dan mas tidak sadar, Desi bukan hanya mengambil uangmu, tapi juga memainkan perasaan kamu dan anak-anak." Aku menatap tajam kearah mas Kevin
Dia diam, dia tahu itu benar, setelah beberapa detik, aku menarik napas, mencoba lebih tenang.....
"Mas… bagaimana kalau hari ini kita pergi ke sekolah Laras dan Dewi?” usul ku
“Untuk apa?” mas Kevin mengernyit
"Kita cek langsung kebutuhan mereka, hari ini juga kita ke sekolah merek... kita ambil alih pembayaran sekolahnya, kita buatkan rekening untuk mereka, mas tetap bisa transfer uang jajan ke anak-anak, tanpa lewat Desi, dengan begitu mas tetap jadi ayah yang tanggung jawab, tapi tidak dimanfaatkan lagi.” ucapku
Mas Kevin memejamkan mata, lalu mengangguk.
“Baik sayang. Kita lakukan.” jawab nya
Selesai sarapan kami berangkat menuju sekolah Laras dan Dewi
Kami tiba di sekolah Laras dan Dewi, aku menggenggam tangan mas Kevin erat, mengetahui bahwa kebenaran apa pun yang kami temukan akan mengubah banyak hal..
Kepala sekolah menyambut kami, lalu kami mengutarakan niat kedatangan kami dan kepala sekolah memanggil staf administrasi...
“Pak Kevin,” ucap staf itu, membuka buku catatan pembayaran....
“Untuk Laras dan Dewi… mohon maaf, masih ada tunggakan sekolah selama enam bulan terakhir.” ucap staf administrasi
Aku terdiam dan mas Kevin mematung, dunia seakan berhenti..
"Enam bulan, enam bulan, enam bulan" ku ulangi perkataan staf administrasi
Padahal selama enam bulan itu selama mereka tinggal bersama Desi… Mas Kevin selalu mentransfer uang ke Desi empat kali setiap bulan, Uang yang tidak pernah kecil jumlahnya...
Aku merasakan tubuhku bergetar, bukan karena terkejut, tetapi marah... Sangat marah..
Sementara mas Kevin… aku melihat wajahnya pucat, hatinya hancur, ia merasa ditipu oleh wanita yang dulu ia nikahi dan pernah ia cintai..
Tanpa banyak bicara, dia mengeluarkan dompetnya dan melunasi semua tunggakan sekolah anak-anaknya..
Hari itu, sesuatu dalam diri Kevin berubah, ia tidak lagi membela Desi, tidak lagi mencari alasan dan tidak lagi menyangkal bahwa mantan istrinya telah mempermainkannya...
Dan bulan berikutnya, mas Kevin sengaja tidak mentransfer uang dan badai pun datang...
Desi mengamuk lewat telepon, mengirim pesan panjang, mengancam akan membawa Laras dan Dewi kabur, melontarkan kata-kata pedas kepada mas Kevin dan aku..
Dan sampai akhirnya, Desi datang ke toko roti ku...
Hari itu aku baru saja membuka pintu toko ketika bayangan seseorang berdiri di depan...
"Desi" gumam ku
Dengan wajah penuh riasan berlebihan, alis menukik, dan tatapan menghina..
“Oh… jadi ini janda miskin yang merebut Kevin? Penjual roti, ya?” ucap Desi dengan suara sinis
Aku diam, tidak ingin meladeni, aku ingin masuk, tapi tanganku dicekalnya kuat..
"Aku belum selesai bicara dengan kamu, wanita miskin" Ucap Desi ketus
Aku menghela napas panjang....
“Maaf, tapi aku sedang sibuk.”
"angan coba-coba mempengaruhi Kevin untuk berhenti transfer uang untuk kedua putriku!” Suaranya meninggi...
"Untuk Laras dan Dewi, atau untuk keperluan mu?” ucap ku dengan tatapan datar
Wajahnya langsung merah marah...
"Kamu berani padaku? Ku peringatkan kamu, Raisa, suruh Kevin transfer uang sekarang!” ucap Desi dengan suara tajam
“Siapa kamu, memerintah aku?” ucap ku sambil tertawa kecil
"Kamu cuma numpang hidup dari uang Kevin! Kamu pikir dia menikahimu karena cinta? Jangan bermimpi tinggi, Kevin cuma kasihan sama kamu!” Desi mencibir keras
“Selama ini aku diam… karena aku tidak ingin ribut di depan Laras dan Dewi, tapi sekarang? Kau dengar baik-baik, Desi, kamu minta uang untuk Laras dan Dewi, tapi sekolah mereka menunggak enam bulan dan semua kebutuhan mereka… justru kami juga yang harus penuhi.” ucap ku sambil menatap nya tanpa gentar sedikitpun
Desi terdiam sejenak, bukan karena malu, tapi karena marah, ia mengangkat tangan, berniat menampar wajahku..
Namun sebelum tangannya menyentuh pipiku… ku tangkis, lalu ku pelintir lengannya, Desi menjerit kesakitan.
"Jangan harap kamu bisa main tangan dengan aku.” Suaraku datar, dingin, dan tegas
.
Audi yang berdiri tidak jauh, tersenyum tipis, bangga, mungkin.
“Aku sudah bilang, jangan cari masalah dengan aku,” ucapku sambil melepaskan lengannya.
Desi mundur beberapa langkah, tatapannya penuh kebencian.
"Kamu belum tahu siapa aku…” desis Desi
"Aku tidak peduli dan tidak takut” jawabku.
Desi menggertakkan gigi, lalu pergi sambil membanting pintu toko sampai semua kaca bergetar...
Audi bertepuk tangan dan mengacungkan kedua jempol nya kepada ku, dan aku tersenyum...
Itulah hari di mana perang kecil itu dimulai.
***
Malamnya, mas Kevin pulang dari kantor dengan wajah lelah namun lega...
“Audi cerita tadi, maaf sayang, aku membuat kamu harus menghadapi Desi" ucap mas kevin sambil memeluk ku dari belakang
“Aku tidak apa-apa.” aku tersenyum kecil
"Aku bersumpah, ini terakhir kalinya dia mengganggu hidup kita, aku tidak mau kamu disakiti lagi, aku tidak mau dia mengambil apa pun dari keluarga kita.” ucap mas Kevin dengan suara parau
Aku memegang tangannya yang melingkar di pinggangku...
“Mas… selama kita jujur satu sama lain, tidak ada yang bisa menghancurkan kita.” ucapku lembut
Mas Kevin menghela napas, lalu meletakkan dagunya di pundak ku...
"Terima kasih sudah berani membelaku… dan membela kedua putriku.” ucap mas Kevin
Aku memejamkan mata dan menarik nafas panjang
“Mereka anak-anak mas, itu artinya anak ku juga, aku juga ingin mereka hidup tenang, tidak dijadikan alat untuk uang.” jawab ku
“Desi… Selalu seperti itu sejak dulu.” mas Kevin terkekeh getir
"Mas masih sayang sama dia?” tanyaku pelan, bukan karena cemburu, tapi karena ingin tahu..
Mas Kevin memelukku lebih erat....
"Tidak, yang aku sesali hanya satu, kenapa dulu aku tidak melihat dia sebenarnya seperti apa.”
"Dan sekarang?” aku menoleh menatap nya
"Sekarang aku bersyukur, karena Allah mengirim kamu menggantikan semua luka itu.” bisik nya di telinga ku
Aku menelan haru, luka mas Kevin terlalu dalam, tapi aku ada di sini, aku akan tetap ada untuk dirinya..
Keesokan harinya, telepon dari Laras masuk, dengan suara bergetar, ia berkata,
"Ayah… Mama bilang Ayah lebih pilih wanita itu daripada kami.”
Aku langsung menatap mas Kevin yang tampak patah hati mendengar itu...
"Maksud kamu mama Raisa, ya sayang" ucap mas kevin
"Raisa ayah bukan mama sampai kapan pun aku tidak mau menyebut nya dengan sebutan mama" ucap Laras
“Laras sayang, ayah tidak pernah memilih siapa pun di antara kalian, ayah hanya ingin memastikan uang Ayah dipakai untuk kalian, bukan untuk yang lain.” ucap mas kevin lembut
“Mama bilang Ayah pelit… Mama bilang Ayah tidak sayang lagi sama kami” ucap Laras sambil menangis
“Mama bilang ayah jahat…” ucap Dewi ikut bersuara
Mas Kevin memejamkan mata begitu keras seolah ingin menghapus semua itu, dan aku tahu, Desi belum mau melepaskan aku dan mas kevin sampai tujuan nya tercapai yaitu menghancurkan rumah tangga ku..
Wanita itu tidak akan pernah bisa membiarkan aku dan mas kevin bahagia, dia akan terus membuat ke kacauan
Tapi aku… aku tidak akan mundur bukan untuk diriku, tapi demi mas Kevin, demi keluarga kami dan demi dua anak yang harus diselamatkan dari manipulasi ibu mereka sendiri.
Perang ini baru dimulai, dan aku, Raisa Andriana wanita yang hanya penjual roti akan berdiri paling depan..
Dengan kepala tegak, dengan keberanian penuh dan dengan cinta sebagai senjata..
Karena untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku tahu mas Kevin membutuhkan seseorang untuk melindunginya dan aku memilih menjadi orang itu.
Setelah Laras mematikan ponselnya mas Kevin langsung memeluk ku erat..
"Maafkan ucapan kedua putri ku ya sayang" ucap mas Kevin lirih
Aku hanya menarik nafas panjang
"Kamu tidak perlu bicara seperti itu, mas, aku paham kenapa mereka bersikap seperti itu dan masih belum bisa menerima ku, aku sangat paham mas"
Mas Kevin semakin mengeratkan pelukannya kepada ku..
---- Bersambung ---