JENNAIRA & KAFINDRA NARAIN DEWANDARU
Gadis bernama Jennaira harus merasakan kecewa terbesar dalam hidupnya karena membiarkan orang asing merampas sesuatu yang amat sangat berharga baginya.
Ia sempat merutuki kebodohannya karena membiarkan kejadian itu terjadi berulang kali dalam waktu semalam . Tak ada penolakan yang benar-benar ia lakukan.
Dalam keadaan mab*k membuatnya hilang setengah kewarasannya saat itu, hingga ia sadar saat hinaan dan tuduhan tak berdasar dilayangkan padanya .
Wanita ****** dari mana kamu berasal?
Berapa kamu dibayar untuk menghancurkan hidup saya?
Bahkan disaat ia menjadi korban di sini, laki-laki itu sibuk memikirkan kekasihnya. Dunia seolah hanya berisi wanita itu . Tidak memikirkan Jenna yang saat ini tengah terpuruk dengan kenyataan yang ada.
Ikuti kisah Jenna yuk ! Baca dan beri komentar mu tentang karya author 😁🤗 ini hanya untuk orang dewasa ya, anak kecil bukan bacaan seperti ini yang dibaca 😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Butterfly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 22
Sejenak Kafindra melupakan niat awalnya yang ingin mencari tau siapa dalang kejadian malam itu. Sebuah kenyataan mengejutkan membuatnya terperangkap api cemburu , sesuatu yang sudah menjadi miliknya seperti mulai diusik oleh pemburu lain.
Saat malam mulai gelap, seorang pria tengah duduk di balkon kamarnya. Menyesap satu batang rokok yang terhimpit disela jarinya. Asap mengepul dengan tenang ke udara, angin malam yang sedikit dingin itu terasa menusuk disela pori-pori kulit yang dibiarkan terbuka.
Sudah dua jam Kafindra duduk disana, menatap kebawah dimana hanya ada rerumputan hijau disepanjang mata memandang.
tok tok tok... ketukan pintu membuatnya beranjak dari kursi, berjalan dengan bertelanjang dada.
Seorang pelayan tampak menunduk , menjaga pandangannya dari sosok didepan yang haram baginya menikmati pemandangan itu.
" Maaf Tuan, dibawah Nona Briella sudah datang. "
Kafindra mengangguk, memerintah pelayan itu untuk menyampaikan pesannya pada Briella. Kafindra menutup pintu kamarnya, beralih pada daun pintu diatas tangga. Kamar yang biasa ia gunakan untuk bermesraan dengan wanitanya.
" Sayang " suara itu menyapa dibarengi munculnya sosok wanita cantik yang sudah mengisi hati seorang Kafindra selama dua tahun ini.
" Dua jam aku menunggumu , jangan membuatku menunggu dengan alasan klasik mu itu Briel, " seru Kafindra dengan kepulan asap yang masih mengudara didepan wajahnya.
Duduk berdampingan diatas sofa, Briella memeluk erat lengan kekasihnya yang tengah tak memakai atasan itu. pemandangan ini sudah sering ia nikmati, tapi tak ada kata bosan yang terlontar dari bibirnya. Justru ia akan makin terpesona setiap melihatnya.
" Tubuh ini hanyalah milikku! " begitulah kalimat yang sering ia banggakan setiap harinya.
" Jangan terlalu dekat, aku merasa mual sekarang, " ucap Kafindra dengan wajah tersiksa. sekuat tenaga ia memang tengah menahan mual sekarang.
Briella berdecak kesal, bagaimana bisa berdekatan dengannya bisa mual begitu? .
" Masa gak boleh meluk kamu sih? " tanya Briella, berusaha mendekat dengan gerakan pelan.
" Stop disitu , Briella, " ucap Kafindra
" Sampai kapan , Kaf ? Mana bisa aku jauh-jauh sama kamu? " agaknya Briella sudah mulai kesal karena tidak bisa berdekatan seperti biasanya.
" Bukankah ada pria lain yang bisa memberi kepuasan untuk mu selain aku? " dengan nada menyindir Kafindra tampak enggan menatap wanita itu.
Pria itu hanya sedang memantapkan hatinya untuk tidak mudah tergoda dengan tipu daya wanita cantik itu. Pertahanannya amat sangat rapuh jika dihadapkan wanita itu.
Briella tersentak, diamnya seorang Briella justru membuat Kafindra tersenyum sinis. Ia hanya asal mengatakan hal tersebut, rupanya respon wanita itu membuatnya sedikit sadar akan sesuatu.
Briella segera beranjak, duduk diatas pangkuan tubuh besar itu merupakan kesenangan baginya. Disaat tubuh keduanya menempel sempurna , Briella merengkuh leher pria itu.
" Sejak kapan seorang Kafindra tak mempercayai ku lagi hem? " tanya nya dengan suara lirih .
" Kau tau sebuah kepercayaan sangat penting dihubungan kita, jika salah satu goyah maka kehancuran menanti didepan sana, " ucap Briella, jemarinya membelai wajah tegas pria itu. Berhenti dibelahan bibir yang begitu menggoda.
" Sepertinya aku butuh sesuatu malam ini, mau kah kau memberikannya untukku sayang? " pinta Briella, dengan wajah memelas yang biasanya mampu meluluhkan Kafindra.
" Tunggu Briel, " Kafindra menahan tubuh kekasihnya untuk tidak mendekat.
" Aku memintamu kesini bukan untuk memenuhi kebutuhanmu. Kembali ke tempat mu sekarang, " titahnya dengan wajah dingin tak ingin dibantah.
Briella terpaksa turun , ia mendaratkan bokongnya dengan kasar keatas sofa.
Pria itu mengeluarkan ponselnya, menunjukan bukti rekaman yang mampu membuat Briella panas dingin. Tapi wanita itu pintar mengolah ekspresi wajahnya, ia berusaha terlihat tak terkejut ataupun gugup.
" Kenapa? Aku hanya memberi ucapan selamat untuknya malam itu. Bukankah dia memang mengadakan acara pesta ulang tahun? " Briella menjawab dengan malas, berusaha mematahkan tuduhan buruk yang Kafindra layangkan padanya.
Sialan! pasti ini ulah asisten sialan itu.
Briella tampak berdecak kesal, " Kenapa? " tanya Kafindra yang tak sengaja melihat ekspresi wajah kekasihnya. .
Briella menghela napas berat, " Sudahlah Sayang, tidak perlu diperpanjang. Aku hanya memberi pelukan kecil sebagai ucapan selamat ulang tahun, kamu tau kan aku kenal dengannya sebelum mengenalmu? "
Kafindra diam, walaupun batinnya berkecamuk ingin melayang kan protes akan sikap tenang kekasihnya setelah membuatnya cemburu.
" Sudahlah aku pergi saja, percuma aku ada disini, memelukku saja tidak mau, " dentuman pintu yang ditutup dengan kasar itu menyadarkan Kafindra atas kepergian Briella.
Semuanya semakin rumit, Kafindra yang merasa belum puas dengan jawaban Briella. sedangkan Briella yang tampak kesal karena tak mendapatkan apa yang dia mau.
Kafindra menghubungi salah satu anak buahnya, " Ikuti wanita yang kukirim fotonya padamu, bergerak dari sekarang. " titahnya yang langsung disanggupi tanpa bantahan apapun.
🐣🐣🐣
Jenna meraih tasnya , dirinya sudah rapi karena akan pergi kerumah sakit. Dengan tekad penuh, ia akan merawat anak ini apapun keadaannya. Biarlah ia dicaci maki karena kelakuan nya, toh hidupnya memang sudah hina setelah malam itu.
Setibanya dirumah sakit, ia mengambil nomor antrian. masih ada lima orang lagi sebelum nomor antriannya tiba.
Tangannya tanpa sadar mengusap perut nya yang masih rata, membayangkan ada kehidupan lain didalam perutnya membuat Jenna tersenyum.
Bahkan sekarang setiap malam, Jenna, ada teman mengobrol. Janin yang masih berbentuk gumpalan darah itu sudah diajak bicara banyak hal olehnya.
" Bu Jenna silahkan masuk, " Jenna menarik napas dalam, entah kenapa sekarang dirinya malah gugup. Mungkin karena akan bertemu dokter, pikirnya.
Setelah mengatakan maksudnya datang kesini, Jenna disuruh berbaring diatas bed rumah sakit. Permukaan kulit perutnya diolesi gel dan tak lama sebuah alat ditempelkan.
Gambar yang tak terlalu jelas dilayar komputer tampak bergeser mengikuti arah alat yang tengah bergerak diatas perutnya.
senyum merekah diwajah bu dokter, sembari matanya mengamati layar monitor, " Selamat ya Bu Jenna , janin nya tumbuh dengan sehat. kantong hitam berbentuk bulat itu adalah gambar janin yang tengah berkembang ditubuh ibu. Seiring berjalannya waktu, gambar hitam itu akan berubah bentuk menjadi sosok bayi disana. " jelas Bu Dokter. Menjelaskan dengan penuh kelembutan. Pasiennya ini masih terlihat muda, mungkin pengalaman pertama nya mengandung.
Jenna keluar setelah menyelesaikan serangkaian cek kehamilannya, ditangannya sebuah kertas bertuliskan resep obat yang harus ditebus di apotek. Hanya sejenis obat vitamin untuk ibu hamil.
" Jenna? " Oma Wilda menyapa Jenna yang sepertinya sudah akan pulang. Sedangkan dirinya baru saja menapaki lantai rumah sakit bersama mbak Rina.
" Eh Ibu? " Jenna terpaksa menghentikan langkahnya. Sudah bertemu didepan mata, tidak mungkin ia pergi begitu saja.
Oma Winda tersenyum, dibantu oleh Mbak Rina yang menuntun nya untuk berjalan mendekat pada Jenna, " Kamu sakit? " tanya Oma Winda.
wanita muda itu menggeleng pelan, " Hanya menebus obat saja Oma, " jawab nya menunjukkan kertas dokter berisi macam-macam obat yang harus ditebusnya.
Oma Winda tampak ragu dengan jawaban gadis dihadapannya, tapi jika dilihat memang tidak seperti orang sakit.
" Syukurlah kalau begitu, kamu mau pulang ya? "
Jenna melirik arloji yang melingkar ditangannya, " Saya shift dua Oma, apa perlu bantuan saya? " tanya Jenna.
🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋
Like dan Coment 💋