Anindya Selira, panggil saja Anin. Mahasiswa fakultas kedokteran yang sedang menempuh gelar dokter Sp.Dv, lebih mudahnya spesialis kulit.
Dengan kemurahan hatinya dia menolong seorang pria yang mengalami luka karena dikejar oleh penjahat. Dengan terpaksa membawa pria itu pulang ke rumahnya. Pria itu adalah Raksa Wirajaya, pengusaha sukses yang memiliki pengaruh besar.
Perbuatan baiknya justru membuat Anin terlibat pernikahan paksa dengan Raksa, karena mereka berdua kepergok oleh warga komplek sekitar rumah Anin.
Bagaimana hubungan pernikahan mereka berdua?
Akankah mereka memiliki perasaan cinta satu sama lain?
Atau mereka mengakhiri pernikahannya?
Yuk baca kisah mereka. Ada 2 couple lain yang akan menambah keseruan cerita mereka!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cchocomoy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nasehat Anin
“A-anin?” lirih Raksa.
Ardhan diam mematung melihat kedatangan Anin. Ia bertanya-tanya apakah Anin mendengar semuanya atau tidak. Karena dari satu kata yang diucapkannya, bisa Ardhan simpulkan jika Anin mendengar sesuatu.
“Ma-maksudnya?” tanya Ardhan.
Anin mengangkat sudut bibirnya lalu berjalan menghampiri mereka yang sedang duduk di sofa.
“Aku hanya mau kasih saran aja. Sebelum kamu memutuskan semuanya, akan lebih baik kamu pastikan lebih dahulu. Setelah itu, kamu bisa ambil keputusan. Aku tau benar apa yang menjadi keinginan Meira. Tidak ada yang salah dengan itu. Karena setiap orang punya pilihan.” Anin menatap Ardhan dan Raksa secara bergantian.
“Setiap orang pasti menginginkan karir yang bagus tanpa adanya beban pikiran dan juga mental. Tapi semua itu balik lagi siapa yang menjalaninya. Jika boleh jujur, aku juga tidak ingin menikah lebih cepat.”
“Anin?” Raksa tak percaya jika kata-kata itu keluar dari mulutnya.
Anin tersenyum kecil. “Itu hanya keinginan ku. Tapi aku tidak pernah menyesali pernikahan ini. Meskipun pernikahan ini terjadi begitu saja, tanpa persiapan sama sekali. Ya… karena pada saat itu situasinya tidak tepat.”
“Setelah ini aku ingin kita bicara berdua,” tegas Raksa yang tidak bisa dibantah.
“Tentu saja. Karena kita perlu menyelesaikan semuanya,” balas Anin.
Ardhan mengusap wajahnya kasar karena saat ini Raksa dan Anin sedang bersitegang. “Stop! Apa kalian tidak bisa membahas masalah kalian nanti? Aku datang untuk meminta solusi untuk hubunganku dengan Meira. Tapi kenapa kalian yang saling melayangkan tatapan tajam?” tanyanya yang sudah tidak habis pikir.
“Lebih baik kamu bicarakan dengan Meira, apakah dia sudah siap untuk menikah atau tidak. Jika dia mengatakan belum siap, tanyakan apa alasannya. Dan sampai kapan kamu akan menunggunya. Kamu juga harus memberitahunya, jika kamu tidak bisa menunggu dia terlalu lama. Setelah mendapatkan keputusan masing-masing, maka putuskan dan cari jalan tengahnya.”
Ardhan benar-benar mendengarkan semua yang dikatakan Anin dengan seksama. Karena apa yang dikatakan Anin memang masuk akal. Mungkin Ardhan akan melakukan saran dari Anin.
“Baiklah, thanks karena udah buka pikiran aku. Aku harap bisa menemukan titik terang buat hubunganku dengan Meira. Kalau begitu kalian bicaralah, maaf karena buat kalian salah paham.” Ardhan tersenyum lalu beranjak meninggalkan Raksa dan Anin.
Raksa menatap Anin dengan tatapan yang sulit diartikan. Sorot matanya cukup tajam mengarah pada Anin.
“Kita bicara nanti saja, setelah mereka semua pergi untuk istirahat.” Anin hendak beranjak, namun Raksa menarik tangannya dan membuatnya jatuh ke pangkuannya.
Anin melotot saat tangan Raksa melingkar erat di perutnya. “Lepasin aku, Sa! Aku sudah bilang kita akan bicara nanti. Kita nggak mungkin membiarkan mereka nunggu kita. Mereka setuju untuk menginap, karena kita yang memintanya. Jadi, lepasin aku. Aku mau ikut duduk sama mereka.”
Anin berusaha untuk melepaskan tangan Raksa yang sepertinya tidak ingin melepaskannya. “Raksa?” panggilnya. Namun, Raksa hanya diam tanpa suara.
Karena saat ini Raksa sedang menciumi aroma tubuh Anin. Wangi tubuh Anin membuat Raksa terpancing.
Anin menunduk saat merasakan tangan Raksa mulai naik keatas. Tangan Anin bergerak cepat menahannya. “Lepasin aku, Sa!”
Bukannya melepaskan Anin. Raksa justru mendorong Anin hingga terbaring di sofa. Membuat Anin terkejut dan juga takut dalam satu waktu.
“Raksa, apa yang mau kamu lakukan?” Anin menyilangkan kedua tangannya di dada.
Apapun bisa terjadi karena tatapan mata Raksa begitu menakutkan. Untuk pertama kalinya Anin melihat tatapan itu.
“Aku kira kamu sudah melupakan masalah kita dan memaafkanku. Tapi kenapa kamu malah mengungkit masa lalu? Segitu bencinya kamu padaku kala itu? Apa mungkin rasa benci itu masih ada sampai saat ini?” Anin menggeleng cepat.
Yang Anin katakan memang benar, tapi bukan berarti dia tidak menginginkan pernikahan ini.
“Lalu?” Tangan Raksa sudah berhasil menerobos masuk ke dalam baju Anin.
“Jangan lakukan ini, Sa.” Anin susah payah menahan dirinya agar tidak mengeluarkan suara. Karena saat ini tangan Raksa terus saja naik ke atas. Padahal Anin sudah menahan tangannya.
“Please,” kata Anin dengan memohon. Karena saat ini, ia sama sekali belum siap jika Raksa melakukan hubungan dengannya.
Raksa memejamkan matanya, mencoba menahan dirinya agar tidak lepas kendali. Ia tidak mungkin melepaskan kesempatan ini dengan sifat tidak sabarannya.
“Aku minta maaf, seharusnya aku tidak melakukan ini. Tapi aku ingin kita bicara nanti, dan ini sangat penting. Aku ingin tau apa yang kamu rasakan, tentunya bagaimana dengan hubungan kita selanjutnya.”
Anin mengangguk lalu menatap Raksa. “Aku tau, dan aku juga mengerti. Aku juga minta maaf karena sudah membuatmu marah seperti ini.”
“Tidak! Jangan menunduk seperti ini.” Raksa langsung mengangkat dagu Anin agar menatapnya.
Anin meremas kuat piyama yang dikenakan oleh Raksa. Raksa bisa merasakannya dengan jelas.
“Eh?!” Anin terkejut saat Raksa membawanya kedalam pelukannya.
Pelukannya sangat erat, kalaupun ingin memberontak akan percuma. Jadi, Anin memilih untuk membalas pelukan Raksa. Diusapnya punggung Raksa dengan lembut.
Raksa merasa sangat nyaman, hingga ia memeluk Anin dengan sangat erat.
“Sudah cukup, kita keluar sekarang? Mereka pasti menunggu kita. Aku tidak ingin menimbulkan pertanyaan. Saat kamu pergi dengan Ardhan. Bima dan Larisa sedikit mencurigaimu.” Anin menepuk-nepuk punggung Raksa agar melepaskan pelukannya.
Raksa melepaskan pelukannya, menangkup wajah Anin dengan tatapan yang lembut.
“Kita akan pergi setelah aku mendapatkan cium—”
Cup!
Belum sampai Raksa menyelesaikan kalimatnya, Anin sudah mencium Raksa lebih dulu. “Sudahkan? Kita pergi sekarang?”
Raksa mematung, jarinya menyentuh bibirnya yang baru saja mendapatkan serangan tak terduga.
Anin mulai geram dengan Raksa, bisa-bisanya saat ini dia hanya diam seperti patung. Bukankah tadi dia yang meminta untuk dicium? Tapi kenapa saat ini terlihat sangat syok.
“Kalau kamu masih mau tetap disini, silahkan saja! Aku pergi sekarang!” Anin meninggalkan Raksa yang masih menjadi patung.
Saat Anin sudah tidak terlihat, barulah Raksa tersadar. Pandangannya menelisik ke arah ruang kerjanya yang sudah tidak ada siapapun kecuali dirinya sendiri.
“Sayang!” Raksa bergegas menyusul Anin yang baru menuruni anak tangganya.
Raksa mencekal tangan Anin. Tindakan Raksa hampir saja membuat Anin terjatuh.
“Anin!” pekik Larisa yang melihat Anin hampir jatuh. Beruntungnya ada Raksa yang sigap menahan pinggang Anin.
Larisa menghela nafas lega, begitu juga dengan yang lain karena terkejut dengan teriakan kecil Larisa.
“Sayang, kamu tidak apa-apa?” tanya Raksa dengan perasaan yang bersalah karena membuat Anin sangat syok.
Anin melepaskan tangan Raksa lalu melangkah menuruni anak tangga. Detak jantungnya berpacu dengan cepat karena masih syok.
“Anin, kamu tidak apa-apa?” tanya Larisa yang melihat kondisi Anin.
“Aku baik-baik aja,” jawabnya dengan tatapan kosong.
suamiku jg ada tapi ga nular tapi juga ga sembun sampe sekarang aneh segala obat udah hasil ya sama ,