Di tengah hiruk pikuk kota Jakarta, jauh di balik gemerlap gedung pencakar langit dan pusat perbelanjaan, tersimpan sebuah dunia rahasia. Dunia yang dihuni oleh sindikat tersembunyi dan organisasi rahasia yang beroperasi di bawah permukaan masyarakat.
Di antara semua itu, hiduplah Revan Anggara. Seorang pemuda lulusan Universitas Harvard yang menguasai berbagai bahasa asing, mahir dalam seni bela diri, dan memiliki beragam keterampilan praktis lainnya. Namun ia memilih jalan hidup yang tidak biasa, yaitu menjadi penjual sate ayam di jalanan.
Di sisi lain kota, ada Nayla Prameswari. Seorang CEO cantik yang memimpin perusahaan Techno Nusantara, sebuah perusahaan raksasa di bidang teknologi dengan omset miliaran rupiah. Kecantikan dan pembawaannya yang dingin, dikenal luas dan tak tertandingi di kota Jakarta.
Takdir mempertemukan mereka dalam sebuah malam yang penuh dengan alkohol, dan entah bagaimana mereka terikat dalam pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J Star, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Inisiatif
Tidak lama setelah melangkah mendekati kafe kecil ini, Revan yakin datang ke tempat yang tepat. Lampu-lampu kafe yang temaram tampak kabur namun memikat seperti mimpi. Di mana-mana, di konter kafe, di sudut-sudut, bahkan di tengah ruangan, ada pasangan-pasangan yang saling merangkul, berpelukan dan berciuman, pria dan wanita muda bercampur bebas. Terdengar gelak tawa yang lepas dan memesona tanpa henti.
Baru beberapa langkah Revan masuk, seorang wanita dengan riasan tebal dan pakaian mencolok mendekatinya. Tubuh bagian atasnya hanya ditutupi bra berwarna merah maron, sementara bagian bawahnya mengenakan rok mini berwarna hitam. Memegang minuman berwarna kuning keemasan di tangannya dengan terhuyung-huyung dan menempelkan dirinya pada Revan.
"Abang ganteng, mau traktir aku minum?" Suara wanita itu sangat genit, cukup untuk membuat pria mana pun merasa mual.
Karena sudah lama tidak bersentuhan dengan alkohol, Revan yang kepalanya sudah agak panas secara refleks mencubit lembut ujung bra wanita itu yang menonjol. Seluruh tubuh wanita itu langsung bergetar, lalu terkekeh. "Hehe... Abang ganteng nakal banget sih, baru ketemu sudah pegang-pegang begitu. Kalau ini rusak bagaimana, abang mau ganti rugi." Di satu sisi mencibir dengan rasa tidak senang, di sisi lain menekan tubuhnya semakin dekat dan sepasang lengan putih berkilau sudah melingkari leher Revan.
Revan memasang senyum licik di wajahnya, tidak terlalu tertarik pada wanita seperti itu karena terlihat terlalu murahan. Revan mendorong wanita itu menjauh dari tubuhnya, "Aku tidak tertarik pada wanita mabuk yang hanya memikirkan hubungan badan."
Tampaknya sebagian otaknya masih sadar, karena ketika wanita itu mendengar "wanita mabuk", darahnya langsung mendidih dan dengan kasar membanting gelas minumannya ke lantai. "Pria kurang ajar, kamu pasti sudah bosan hidup! Tunggu saja!" Selesai berbicara, ia dengan marah berjalan menuju kerumunan orang di sudut kafe.
Revan tiba-tiba merasakan keinginan jahat menyeruak dalam hatinya. Sudah lama sekali ia tidak datang ke tempat seperti ini dan berurusan dengan orang-orang semacam ini. Sepertinya hari ini, ia bisa mengandalkan efek alkohol untuk melampiaskan hasrat yang terpendam.
Setelah pergi ke konter kafe untuk memesan segelas vodka, panas membakar mulai mendidih di dalam diri Revan, sementara matanya memancarkan kegembiraan yang aneh.
Entah bagaimana wanita berpakaian mencolok itu berhasil memanggil delapan orang pria, semuanya bertubuh kekar. Mereka memiliki semangat seperti naga dan kegarangan seperti harimau. Begitu Revan selesai menenggak minumannya, mereka lalu mengepungnya.
Wanita itu memeluk lengan tebal dan kokoh pria botak besar yang berdiri di depan, sambil menunjuk Revan dengan berteriak keras, "Bang! Pria ini yang sudah kurang ajar padaku, bantu aku hajar dia sampai mati!"
Pria besar itu melirik tubuh Revan yang ramping, dan menunjukkan tatapan jijik. Ia kemudian memberi isyarat kepada dua bawahannya untuk maju memberi pelajaran pada Revan. Kedua pria itu tersenyum jahat saat maju dan tidak berniat membuang waktu dengan Revan, kemudian langsung melayangkan tinju ke arahnya.
Revan menghadapi pukulan itu dengan tenang, seolah tidak terjadi apa-apa. Ia kemudian mengangkat kedua tangan pada waktu yang tepat dan telapak tangannya beradu dengan kepalan tangan kedua pria itu.
"Aaakh!!!"
Kedua pria besar itu berteriak bersamaan dan jatuh ke lantai, lalu terus-menerus berguling-guling sambil memegangi tangan mereka.
Adegan di dalam kafe itu terasa janggal dan berlangsung terlalu cepat. Meski perkelahian bukan hal asing di kafe kecil ini, tapi baru kali ini kelompok pria botak itu mengalami kekalahan. Banyak orang yang tidak bisa menyembunyikan rasa terkejut mereka, dan kini menatap Revan dengan rasa penasaran.
Pria botak itu mengernyit, menyadari situasi tidak berjalan seperti yang diharapkan. Ia menatap Revan dengan sorot curiga, lalu berjongkok memeriksa lengan anak buahnya yang terluka. Begitu melihat kondisi anak buahnya, wajahnya langsung memucat dan keringat dingin mulai mengalir di dahinya.
Beberapa anggota lain yang berdiri di belakang mulai meluapkan amarah, mengumpat dan bersiap menyerang. Namun sebelum mereka sempat maju, si botak mengangkat lengannya untuk menghentikan mereka.
Tanpa banyak bicara, ia berdiri dan menunduk hormat ke arah Revan. "Abang adalah orang kuat dengan hati yang lapang. Kami telah lancang dan menyinggung abang hari ini. Jika suatu saat abang membutuhkan bantuan, panggil saja kami. Semoga kita bisa bertemu lagi dalam suasana yang lebih baik."
Dengan gerakan tegas, si botak memberi isyarat pada anak buahnya yang masih bingung untuk mengangkat kedua pria yang terluka dan membawanya keluar dari kafe. Sementara itu, wanita yang semula begitu marah masih berteriak dengan mempertanyakan mengapa si botak tidak membantunya untuk membalas dendam.
Si botak yang bernama Heru, menatap tajam ke arah wanita itu. Ia lalu mengalihkan pandangan pada anak buahnya dan berkata dengan suara berat, "Pria itu mematahkan tangan dua orang kita, hanya dengan satu tangkisan. Kalian pikir bisa mengalahkannya?"
Mendengar itu, suasana langsung mereda. Para anggota mulai sadar, dua telapak tangan yang tampak biasa tadi ternyata menyimpan kekuatan luar biasa. ’Jika Revan bukan seorang ahli, lalu siapa dia sebenarnya?’
Beberapa dari mereka buru-buru memuji si botak, mengatakan bahwa keputusan mundur adalah bukti kepemimpinan yang bijak. Namun Heru tak menanggapi sanjungan itu, Ia hanya berdiri terpaku menatap ke arah dalam kafe. Wajahnya menyiratkan pikiran yang berputar cepat, tidak ada yang tahu apa yang sedang ia pikirkan.
Sementara itu, Revan yang masih berada di kafe tidak terpengaruh sama sekali. Melihat si botak dan yang lainnya pergi, area di sudut kafe menjadi kosong. Jadi dengan santai ia berjalan ke sana, bermaksud mencari mangsa malam ini dengan cermat.
Karena Revan mengalahkan si botak dan gengnya dengan begitu mudah, rasa takut muncul di hati pria dan wanita yang hadir di kafe. Sesekali beberapa wanita cantik melayangkan tatapan genit ke arah Revan, tetapi diabaikan dan hanya bisa menyerah untuk merayunya.
Tepat saat Revan hendak duduk di sofa, ia melihat di sudut sebuah bilik seorang wanita muda yang terbaring. Dengan sekali pandang, tatapan Revan menjadi panas.
Di bawah cahaya remang-remang, rambut hitam legam yang lembut tergerai dari sofa hingga ke karpet. Sebuah gaun terusan putih membalut lekuk tubuh indahnya, seperti gelombang lembut dan memesona.
Setelah mendekat, Revan bisa mencium aroma tubuh yang memikat membawa campuran melati dan alkohol.
Wanita itu tampak sangat mabuk, ditangannya yang putih memegang segelas anggur. Namun tubuhnya bersandar lemah di sofa dengan ringan dan sesekali bergerak. Bokongnya yang berisi membentuk garis lekukan yang menggoda.
Revan menghampirinya lalu menopang wanita itu dan menyingkirkan rambut acak-acakan yang menutupi wajahnya, menampakkan wajah cantik yang mabuk dan memerah.
Yang membuat Revan heran, penampilan wanita ini lebih cantik dari Risa yang ia temui sebelumnya. Entah itu wajah yang terpahat indah, atau keanggunan dingin dan daya pikat dari kondisi mabuk, keduanya cukup untuk membuat pria mana pun tersesat.
Namun, kecantikan luar biasa seperti ini juga membuat Revan bingung. Bagaimana bisa wanita seperti ini seorang pekerja seks komersial? Tetapi jika bukan, mengapa ia minum bersama orang-orang itu sampai mabuk berat? Apalagi dengan ekspresi penuh hasrat dan gairah.
Wanita itu tampaknya sudah sangat mabuk, tanpa menunggu Revan berpikir lebih jauh dengan santai meraih kerah kemeja Revan. Lalu bibirnya yang lembut dan indah seperti bunga segar mendekat untuk mencium. Namun karena tidak dapat menemukan target, ciuman wanita itu hanya mendarat di pipi Revan, lalu bergeser.
Revan tersentak oleh sentuhan dingin namun lembut yang menyapu wajahnya. Sensasi itu merambat cepat ke seluruh tubuhnya, membangkitkan gejolak panas yang sulit dikendalikan. Di hadapannya, wanita cantik itu menatap dengan ekspresi jernih dan tenang. Wanita itu begitu memesona dan anggun, sosok yang pasti diinginkan banyak pria.
Ia sendiri memang menginginkan malam yang penuh kesenangan. Jadi, untuk apa terlalu banyak berpikir?
Dengan dorongan hasrat yang tidak tertahankan, Revan menarik tubuh lembut itu ke dalam pelukannya. Tanpa banyak kata, ia mencium bibir wanita itu dengan penuh gairah, membiarkan instingnya mengambil alih.
"Ahhh..."
Wanita itu mengerang pelan, campuran antara keluhan dan desahan. Ada protes di matanya, namun juga sorot kebahagiaan yang samar, seolah menikmati cara lidah mereka saling melilit dalam ciuman yang dalam dan panas.