Ima seorang gadis desa yang datang dari kampung ingin mengubah kehidupan keluarganya. Ia bekerja di sebuah mini market sebagi seorang kasir. Disanalah berkenalan dengan seorang pria yang membuatnya jatuh cinta.
Gayung bersambut cinta Ima berbalas. Laki - laki itu ternyata juga menyukai Ima. Hubungan mereka makin hari makin dekat,hingga laki - laki itu melamar Ami menjadi pendamping hidupnya.
Awal menikah hidup Ima berubah,rasanya begitu bahagia karna mendapatkan suami yang begitu perhatian. Tapi bencana itu datang saat ia sudah mempunyai seorang anak,sikap suaminya mulai dingin. Ada apa gerangan yang terjadi? apalagi Ima pernah memergoki suaminya menelpon seorang perempuan dengan kata - kata yang tidak sepantasnya . Apakah suaminya sudah bermain api di belakangnya? Bagaimana kelanjutan rumah tangga Ima dengan suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ima Susanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Dokter Budi hampir setiap hari menyempatkan waktu untuk bermain dengan Azzam. Ada saja hadiah yang ia bawa untuk putranya. Ima merasa tidak enak dengan para suster disana yang sebagian menatap tidak suka pada dirinya.
"Maaf,dok apa ga sebaiknya dokter tidak terlalu memanjakan Azzam?" Ima mengungkapan kegundahan hatinya.
"Emang kenapa? " tanya dokter Budi memandang wanita yang sudah mencuri hatinya.
"Bukannya begitu,dok. Saya takut nanti saat kami sudah pulang ke desa, Azzam akan merasa kehilangan." ujar Ima jujur.
"Ooh gitu,gimana kalau kamu menikah saja dengan saya." Dokter Budi menikah alis matanya naik turun sambil tersenyum pada Ima.
Ima menepuk jidatnya sendiri. Ia ga habis pikir akan kelakuan dokter yang satu ini. Bukanya ia tidak tahu Jika dokter Budi menyukai dirinya tapi ia masih trauma dengan namanya laki - laki.
Dokter Budi tidak pernah menyerah mengambil hati Ima. Mula - mula ia mendekati Azzam,mang Asep dan bik Asih dulu baru setelah itu ia akan mendekati Ima.
Azzam begitu bergantung pada dokter Budi,ia sudah seperti anak dan bapak . Mang Asep dan Bik Asih mendukung keinginan dokter Budi. Mereka juga ingin melihat Ima bahagia.
"Apa neng Ima ga mau melihat Azzam bahagia. Ia begitu menyayangi dokter Budi. Neng bisa lihat bagaimana perlakuan dokter Budi terhadap Azzam." ujar Bik Asih saat mereka duduk berdua menunggui Azzam yang tengah tertidur.
"Entahlah ,bik. Aku masih belum bisa ,trauma masa lalu itu belum sembuh,bik." Ima menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi sambil memejamkan matanya. Ia kembali mengingat kejadian demi kejadian kelam masa lalu rumah tangganya.
"Sebaiknya neng mulai membuka hati,tak semuanya kelakuan orang itu sama. Mungkin suami neng yang lalu bersifat buruk tapi bibik melihat dokter Budi itu anaknya baik,sopan dan penyayang." bibik memberikan wejangan untuk Ima.
Ima termenung mendengar nasehat bik Asih,apa yang beliau katakan ada benarnya tapi untuk saat ini Ima belum bisa. biarlah waktu yang akan menjawabnya.
Seminggu berlalu begitu cepat. Alhamdulillah Azzam sudah di diperbolehkan pulang. Ima dan bik Asih terlihat sibuk beberes barang bawaan mereka selama di rumah sakit. Mang Asep ikut membantu mengangkat barang - barang yang sudah Nia dan bik Asih rapikan.
Dokter Budi mengantar mereka menuju parkiran dengan menggendong Azzam sambil sesekali menciumi pipi gembul bocah itu.
"Om dokter kenapa ga ikut aja sih pulang sama Azzam." tanya Azzam polos.
"Om dokter itu sibuk nak. Kan om dokter harus mengobati orang sakit." Ima menjawab duluan pertanyaan dari putranya.
"Iya sayang. Nanti pas Om dokter libur,Om dokter akan menemui Azzam." Janji dokter Budi.
"Bener ya,Om. Azzam tunggu." Bocah itu mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingkingnya dokter Budi sebagi ikatan janji.
"Tentu, sayang." kembali dokter Budi menciumi pipi Azzam yang sebentar lagi akan pulang ke kampungnya.
"Daaada... om . Azzam pulang dulu ya." pamit Azzam sambil melambaikan tangannya pada dokter Budi dan dokter Budi membalas lambaian tangan Azzam. Sementara Ima sama sekali tidak menoleh ke arahnya membuat dirinya sedikit kecewa.
Mobil yang membawa Azzam dan keluarganya menjauh meninggalkan rumah sakit. Dokter Budi masih berdiri di tempatnya semula walau mobil sudah tidak kelihatan lagi. Ada rasa yang hilang Budi rasakan. Ada kehampaan di sudut hatinya. Baru juga ia merasa bahagia sekarang harus dijauhkan.