Fazza, seorang CEO muda, tampan dan tajir melintir, lebih memilih bertunangan dengan remaja putri yang baru kelas satu SMA yang usianya terpaut cukup jauh-tujuh tahun.darinya.
Fazza datar dan kaku, sedangkan tunangannya mash mengharap perhatian yang lebih darinya.
semoga suka ya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rindu
"Kok suntuk?" tanya Vanda heran saat sedang melakukan VC dengan Fazza. Kemeja dan dasi kekasihnya jauh dari kesan rapi. Ngga seperti biasanya.
Untung saja Fazza sudah mengusir Tiara Jena saat kekasih kecilnya menelpon. Bisa ngambek kalo Vanda tau.
"Apa kabar?" senyum Fazza sambil menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya. Kekesalannya langsung raib ketika melihat nama di layar ponselnya.
Gemuruh di dadanya terasa nyata ketika melihat wajah cantik yang nampak cemas itu
'Baik." Tapi wajah Vanda menunjukkan kekhawatirannya melihat wajah kusut Fazza, walaupun tatap mata dan senyumnya tampak sumringah.
"Aku rindu," ucap Fazza spontan. Bibirnya tersenyum saat melihat rona merah di wajah calon istri kecilnya. Tiga hari ngga ketemu rasanya lebih dari tiga tahun.
Lebay, ralat Fazza mengkoreksi hasil pikirannya dalam hati. Tapi dia memang sangat merindukan Vanda sekarang
"Besok aku pulang, kak," ucap Vanda pelan. Dadanya seperti mau meledak mendengar kata rindu Fazza.
Fazza merindukannya? Gimana hatinya ngga melompat lompat saking senangnya.
Fazza tertawa renyah. Jantungnya berdebar kencang mendengarnya.
"Ya. Mau Kak Fazza jemput di bandara?"
"Ngga usah, Kak. Nanti Vanda langsung aja minta diantar ke tempat Kak Fazza sama mama papa."
"Okelah kalo gitu."
Mereka pun saling bertatapan dan tersenyum penuh arti.
"Ngomong, dong, kalo kamu juga rindu. Aku juga mau dengar," senyum Fazza menggoda.
Vanda tertawa pelan debgan wajah makin merona. Begitu juga jantungnya yang seakan sedang berlarian sangat kencang.
Ya, kak. Aku juga rindu, batin Vanda ngga berani ngomong langsung. Dia terlalu malu.
*
*
*
Setelah memastikan Tiara Jena memasuki lift, keduanya berniat masuk lagi ke ruangan Fazza. Tapi melalui celah pintu yang ngga rapat itu mereka melihat Fazza sedang telponan dengan wajah ceria. Beda banget dengan wajah suntuknya tadi.
"Pasti ditelpon Vanda," bisik Zayn.
"Syukurlah. Vanda tau aja kalo pacar tuanya lagi galau," kekeh Nathan pelan. Zayn pun ikut tergelak. Roky yang mendengarnya pun menahan senyumnya.
Kemudian Nathan menyandar di dinding bersama Zayn.
"Ngga nyangka, ya, Fazza bisa sebucin ini," kekeh Zayn.
"Sama anak SMA lagi. Apa yang mereka bicarakan, ya, kalo bertemu?" sambung Zayn lagi
Bisnis ngga mungkin, Vanda pasti ngga ngerti
Atau membahas pe-er matematika? Atau juga Fazza disuruh Vanda buat tugas mengarang? gelak Zayn dalam hati.
Namanya juga anak SMA.
"Mungkin nanya ada pe-er, nggak?" kekeh Nathan menyahut seolah paham dengan yang dipikirkan Zayn.
"Memangnya Fazza masih ingat rumus rumus matematika jaman SMA?" tambah Zayn tergelak.
'Rumus phytagoras, ya," lanjut Nathan dalam tawa yang berderai.
Mereka sudah cukup lama meninggalkan bangku SMA. Fazza pasti kerepotan kalo ditanyakan pe-er sama Vanda.
"Ketawa aja Roky. Ngga ada yang ngelarang," imbuh Zayn saat melihat wajah asisten Fazza yang merangkap jadi sekretarisnya itu, sudah memerah karena dari tadi menahan tawa.
Ngga nunggu sampai Nathan juga memberi ijinnya untuk tertawa, Roky pun menghamburkan suara tawanya, walau tetap dengan volume suara yang tertahan.
*
*
*
Nathan dan Zayn akhirnya memasuki ruangan Fazza setelah melihat sahabatnya itu menaruh ponselnya di atas meja.
Nathan masih terus mengamati wajah bahagia Fazza. Senyum tipis tak lekang dari bibirnya. .Dia dan Zayn pun juga masih sama tersenyum.
"Vanda telpon?" tebak Nathan pura pura bertanya. Padahal dari ekspresi Fazza sudah sangat jelas.
Fazza ngga menjawab. Senyumnya pun tetap ngga surut dari bibirnya.
"Besok kamu mau jemput ke bandara jam berapa?" tanya Zayn kepo.
"Ngga perlu katanya. Dia mau langsung ke sini."
"Ciee....," ledek Zayn ngakak.
"Kamu mau libur kerja?" ganti Nathan meledek.
"Enggaklah. Dia nemanin aku kerja di sini," senyum Fazza masih ngga hilang hilang.
"Jangan lupa kasih tau dedek Vanda kalo Kak Zoya dan Kak Sandra minta oleh oleh," ucap Nathan terkekeh.
"Beres."
"Ya, ya," gelak Nathan dan Zayn ikut gembira melihat wajah sumringah Fazza.
*
*
*
Tiara Jena langsung menangis saat masuk ke ruangan kakak laki lakinya.
Saat itu Teddy sedang menandatangani berkas yang dibawa sekretarisnya.
"Ted...," tangis Tiara Jena ngga peduli dan langsung memeluk kakak laki lakinya yang tampak kebingungan melihat kelakuannya.
Teddy memberi isyarat pada sekretarisnya agar segera keluar dari ruangannya.
"Ada apa?"
Bukannya menjawab. Tapi tangis Tiara Jena makin pecah. Raungannya sangat menyedihkan.
Teddy pun menepuk nepuk punggung adiknya dengan lembut untuk menenangkannya.
Setengah jam kenudian.
"Fazza menolakku," adunya setelah tangisnya reda.
Teddy manggut manggut. Dalam hati ngga nyangka juga kalo adiknya akan seterguncang ini. Baru kali ini dia melihat adiknya menangis gara gara laki laki. Bahkan dengan Brian, dia biasa saja.
Fazza memang spesial. Kamu sayangnya sudah telat, adikku, sesalnya membatin.
"Dia mengatai aku jalang." Air matanya menetes lagi.
"APA?!" teriak Teddy ngga terima, suaranya mulai naik tiga oktaf.
"Iya. Makanya aku ngerasa hancur banget." Air mata Tia tambah deras mengalir. Dia ngga peduli dengan hubungan bisnis dan pertemanan mereka. Dia hanya ingin Teddy membelanya.
Teddy berusaha menenangkan dirinya. Dia cukup mengenal Fazza.
Rasanya ngga mungkin.
"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya dengan suara bergetar. Dia tiba tiba takut membayangkan apa yang sudah adiknya lakukan.
"Memangnya aku berbuat apa?' ketus Tiara Jena agar kakaknya ngga curiga.
"Apa kamu memaksa menci um dia?" tuduh Teddy penuh curiga
Keterkejutan di wajah adiknya yang ngga bisa dia sembunyikan membuat Teddy yakin kalo tuduhannya benar.
Hatinya mencelos dan maklum mengapa kata sekasar itu bisa keluar dari mulut Fazza.
"Memangnya salah. Bukannya dia kuliah di Eropa juga?" ketus Tiara Jena merasa tindakannya wajar saja. Bukannya di Eropa biasa saja. Malah dulu dia juga ngga sebebas teman temannya yang lain.
Teddy menghembuskan nafas kasar.
"Fazza beda. Dia ngga suka aktivitas fisik. Dia pun ngga pernah aneh aneh selama di sana."
Mata Tiara Jena membulat
"Dia ngga pernah pacaran? Atau iseng gitu?"
Saat melihat kakak laki lakinya menggeleng, Tiara Jena merasakan dadanya seperti dihimpit beban yang sangat berat. Dia merasa sesak.
"Makanya dulu mau aku jodohkan denganmu. Tapi kamu menolaknya mentah mentah," sesal Teddy lagi. Penyesalan yang ngga ada habisnya.
Tiara Jena terdiam. Air matanya seakan kering. Nafasnya tersengal.
"Sepertinya dia serius dengan kekasihnya yang SMA. Aku dengar mereka akan menikah dalam waktu dekat ini."
SERIUS?! GADIS ITU MASIH SMA. BAHKAN BARU KELAS SATU. BELUM MATANG!
Tiara Jena terhenyak dan ngga bisa berpikir lagi
Dia dikalahkan sama anak kecil?
"Karena itu lebih baik kamu kembali pada Brian. Setelah aku selidiki, Brian itu ngga asli Eropa. Dia punya kakek nenek orang sini."
Pantasan laki laki itu banyak menghabiskan makanan pedas dan penuh rempah.
Kenapa dia baru sadar?
"Lupakan Fazza. Kalo tetap ngga mau balik sama Brian, nanti akan aku kenalkan dengan temanku yang lain." Teddy memberikan alternatif.
Tiara Jena ngga menyahut. Tapi otaknya kini mulai berpikir keras