Seorang abdi negara yang berusia matang, di pertemukan dengan gadis muda yang tingkahnya mirip petasan.
"Ingat saja mukanya yang selalu di tekuk dan mulutnya yang berkata ketus. Lama-lama ia lebih mirip dedemit dari pada manusia! Tapi untung saja tampan. Besok pagi saat berangkat aku usilin ahh, siapa tau moodnya sedikit berubah dan mau tersenyum manis. Itung-itung membantunya supaya cepat kawin, huhuhu ... Kawin!" Ranti mesam-mesem dan siap menyuap satu sendok penuh.
Tapi, pucuk di cinta ulang pun tiba. Sosok yang sedari tadi ia pikirkan, tiba saja muncul berlalu di hadapannya dengan muka lempengnya.
Dengan netra sedikit membola nan mulut terbuka siap melahap sendok di depannya, Ranti menatap terkejut akan kemunculan lelaki itu.
Panjang umur, baru juga di pikirin langsung nungul!
Jangan baca novel ini! karena bisa menyebabkan kecanduan yang berkepanjangan! hihihi 🤭
Yang cari pacar ramadhann, kuyy kepoin yukkk🤣
Terimakasihh🙏😚🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mitta pinnochio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pacar pengertian
"Kamu menantang saya?"
Ranti seketika terlonjak kaget, hingga hampir menjatuhkan satu dus kasa yang ada di rak. Merapikan letak dusnya, Ranti berbalik sambil menatap tajam sosok menjulang yang di hadapannya.
"Apa sihh!" tukasnya ketus sambil mendongkak.
Sesaat, Ranti sempat terpaku menatap paras Braja yang begitu maskulin, sedikit terhalang bayang topi baret yang terkena pendar cahaya lampu.
Bergeming, Braja tak lepas menghunus netra Ranti yang bergerak ragu.
Menarik nafas, ia melangkah mundur memberi lebih banyak cela antara dirinya dan juga Ranti.
Karena terlihat, Ranti tampak begitu gugup kendati rautnya senantiasa ketus.
"Saya baru tahu kalau kamu tidak bisa membaca," ucapnya dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku, sembari memaku gadisnya.
"Huh?" Ranti menyahut tak mengerti.
"Ternyata selain tidak bisa membaca, pendengaran kamu juga bermasalah," sahutnya lagi.
"Uhh, Apa?" Tadinya Ranti yang tidak paham, sekian detik tiba-tiba ia berkedip cepat dengan mulut terbuka.
"Ahh, pasti pesan yang barusan kan?" sergahnya, bersidekap sambil melirik acuh.
Mengangguk, Braja mengiyakan. "Ternyata kamu masih ingat."
"Tentu, kan aku belum pikun."
"Belum pikun tapi kenapa tidak datang?"
"Kenapa juga aku harus datang?" tanyanya. Ekspresi Ranti terlihat menantang dengan Netra yang melirik.
"Ya harus, kan kamu pacar saya," jawab Braja santai enggan mengalihkan pandang dari paras gadisnya.
Dan lantas menarik atensi Ranti, pun seketika menghapus jarak, berjinjit membekap mulut pria itu.
"Bisa tidak usah sebut-sebut itu, tidak sihh?" dengus melotot tajam namun terlihat lucu.
Jujur, Ranti yang sedang marah, wajahnya seringkali mengundang gemas cenderung konyol.
"Kalau tidak memangnya kenapa?" sahutnya datar samar terselip kekehan geli.
Ranti yang mendengar itu lantas menjentikkan jari, bersiap-siap untuk menyentil ujung Bibir Braja lagi, namun sejurusnya tangannya di raih olehnya.
Alih-alih menyentil, jemarinya tanpa di duga malah di kecup hangat oleh bibir Braja yang tebal.
"Ehh!"
Mematung, Ranti hanya diam tak mampu bergerak.
"Kenapa harus di sentil? Kenapa tidak coba yang lainnya saja?" bisiknya dalam.
Buru-buru, Ranti segera menarik tangannya dan menyembunyikannya di balik tubuh.
Mendelik. "Ngawurr! Nanti kalau ada yang lihat bagaimana?" rengutnya kesal. Dasar Pak Braja entutt, tidak tau apa kalau efeknya bikin gemetaran.
"Kalau ada yang lihat ya tidak apa-apa."
"Ck, jangan cari masalah dehh Pak."
"Yang lain sedang keluar, jadi kamu tidak perlu khawatir ada yang melihat. Di ruangan ini juga tidak ada CCTV, jadi kita aman," sanggahnya tenang, namun di sertai kerlingan jenaka yang sengaja ia lakukan untuk menggoda gadisnya.
Mendengus sambil menghentak sebal, Ranti bertambah kesal mendengar ucapan Braja yang begitu tenang. Berbalik, ia lantas kembali menyibukkan diri.
"Ada apa Bapak kesini?"
"Kalau kamu lupa, saya selalu pantang menarik atau mengingkari perkataan saya."
Ohh, iya, yaa? Tadi kan memang bilang mau kesini.
"Saya sibuk, makanya gak bisa kesana. Lagi pula ngapain juga suruh-suruh saya dateng, kan biasanya ada Mbak Biduan!" tekannya.
"Mbak biduan?" Braja memincing sembari mengingat-ingat.
"Mayaaaaa!" tukasnya memberi tahu.
"Ohh," ia mengangguk.
"Dia tidak bisa datang kemari."
Menjeda sejenak, tuhh kan dia tau banget, pasti udah di kabarin. Mencebik, Ranti lalu melangkah ke sudut ruangan, dan Braja pun mengikutinya.
"Dia tidak memberitahu saya. Tapi, Maya titip salam terhadap Ibu. Semalam saja saya tidak menemuinya saat berpamitan pulang." Braja seolah paham akan apa yang gadis itu pikirkan.
"Tidak tanya, tuh," ketusnya sembari menyapu.
"Kamu memang tidak bertanya, tapi raut kamu menggambarkan sebaliknya."
"Gak usah sok tau."
"Saya tidak sok tahu, hanya mencoba menjadi pacar yang pengertian saja." pungkasnya.
Pacar, pacar! Lama-lama Ranti merasa muak mendengar sebutan itu.
"Pak! pliss jangan sebut-sebut itu duluu!" Rengeknya tak tahan lagi.
"Kenapa? Ada yang salah? Kalau kamu mau pun kita bisa segera bertunangan atau langsung menikah," ungkapnya datar dan begitu tenang.
Yang kontan membuat Ranti mendelik tajam saking tak terduganya.
"Astagfirullah, Pak! Nyebut-nyebut, ihh ...."
...----------------🍁🍁🍁----------------...
trus siap kemana pula 🤔
jangan bilang mimmpii yakk,😑🚴🏼♀️🚴🏼♀️🚴🏼♀️
lamanya tuhh pake bingitt tw gak 😑
yang lainn pada khawatir si Eneng malah enak2an moyoyy
mana moyoyynya malu2.in ish🤣🤣🤣🤣😭
Sabar ya Ranti, itu dulu jawab pertanyaan mas Braja biar mas Brajanya juga bisa segera ambil keputusan yang tepat.