NovelToon NovelToon
Mas Kapten, Ayo Bercerai!

Mas Kapten, Ayo Bercerai!

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dijodohkan Orang Tua / Penyesalan Suami / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:277.8k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Lima tahun lalu, malam hujan hampir merenggut nyawa Kapten Shaka Wirantara.
Seorang wanita misterius berhelm hitam menyelamatkannya, lalu menghilang tanpa jejak. Sejak malam itu, Shaka tak pernah berhenti mencari sosok tanpa nama yang ia sebut penjaga takdirnya.

Sebulan kemudian, Shaka dijodohkan dengan Amara, wanita yang ternyata adalah penyelamatnya malam itu. Namun Amara menyembunyikan identitasnya, tak ingin Shaka menikah karena rasa balas budi.
Lima tahun pernikahan mereka berjalan dingin dan penuh jarak.

Ketika cinta mulai tumbuh perlahan, kehadiran Karina, gadis adopsi keluarga wirantara, yang mirip dengan sosok penyelamat di masa lalu, kembali mengguncang perasaan Shaka.
Dan Amara pun sadar, cinta yang dipertahankannya mungkin tak pernah benar-benar ada.

“Mas Kapten,” ucap Amara pelan.
“Ayo kita bercerai.”

Akankah, Shaka dan Amara bercerai? atau Shaka memilih Amara untuk mempertahankan pernikahannya, di mana cinta mungkin mulai tumbuh.

Yuk, simak kisah ini di sini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34. Aku berusaha bahagia ...

Shaka duduk di ruang kerjanya, lampu menyala setengah, membuat ruangan itu terasa lebih sunyi dari biasanya. Sebuah ponsel ia letakkan di meja, tetapi ia tak berhenti melirik ke arahnya seolah menunggu pesan yang tak pernah datang.

Haris mengetuk pintu,

“Kapten … semua laporan sudah saya susun.”

Shaka tidak menjawab, hanya mengangguk. Tatapannya kosong ke arah jendela yang memantulkan bayangan dirinya, seseorang yang dulu tegas, tak pernah ragu, tapi kini terlihat menunggu.

Haris akhirnya memberanikan diri bicara.

“Buket bunga yang dikirim ke Marvionne tadi…”

Shaka langsung menoleh cepat,

“diterima?”

Haris menelan ludah, lalu menggeleng pelan.

“Maaf, Kapten. Bu Amara menolaknya,"

Shaka memejamkan mata sebentar. Ada getaran kecewa yang tak bisa ia sembunyikan. Tangannya mengepal di pangkuan.

“Baik.” Suaranya pelan, nyaris tak terdengar. “Kau boleh pergi.”

Haris keluar dengan perasaan tak enak untuk pertama kalinya, Shaka terlihat benar-benar patah. Begitu pintu tertutup, Shaka bersandar pada kursi, menutup wajah dengan tangannya.

Satu hal sederhana yang dulu paling disukai Amara. Enam tahun yang lalu, setiap kali ia pulang dari penerbangan, Amara menyambutnya sambil memeluk buket bunga yang Shaka berikan, meskipun pria itu sering bersikap acuh tak acuh.

Sekarang, bahkan satu tangkai pun tak diterima. Mata yang biasanya begitu tegas kini tampak letih.

“Amara … apa aku sudah tidak punya tempat lagi di hatimu?”

Keesokan paginya.

Ruang meeting lantai delapan Wirantara Air dipenuhi suasana berbeda hari itu. Begitu Amara melangkah masuk dengan Zico satu langkah di belakangnya semua kepala otomatis menoleh.

Para pramugari senior, staf manajemen, sampai tim operasional menyunggingkan senyum kagum.

“Bu Amara…”

“Ketua pramugari legenda kita balik lagi…”

“Kami kangen cara Ibu menertibkan kami.”

Mereka benar-benar menyambutnya seolah seorang pemimpin lama yang sangat dirindukan akhirnya kembali. Amara tersenyum tipis, menyapa dengan anggun seperti dulu. Namun semua suara perlahan mereda saat pintu meeting kedua terbuka.

Shaka masuk, pria itu berhenti sesaat, hanya sesaat dan begitu melihat Amara. Seakan seluruh ruangan menghilang, hanya menyisakan sosok wanita itu saja. Amara yang tadi ramah, seketika menarik wajahnya kembali datar. Bahunya menegang, ekspresinya dingin, padahal detak jantungnya memukul rusuknya sendiri.

Zico melirik sekilas, dia tahu, dua orang itu sama-sama berpura-pura kuat. Shaka berjalan ke kursinya tanpa mengalihkan pandang dari Amara. Sementara Amara menunduk sedikit, padahal ia menyadari benar setiap langkah Shaka mendekat.

Begitu duduk, rapat dimulai. Tapi hanya sebagian orang yang mengikuti jalannya rapat dan satu orang jelas tidak fokus yaitu Shaka. Setiap kali ia seharusnya menatap layar presentasi, matanya justru berpindah lagi ke arah Amara yang duduk dua kursi darinya. Amara tetap berusaha profesional, membuka file laporan, sesekali berbicara dengan Zico.

Namun tangannya gemetar kecil saat menyentuh pena. Shaka melihat itu dan menelan ludah. Haris berdiri mempresentasikan data.

“Jadi, rute ke ... Kapten?”

Haris menoleh, Shaka tak menjawab. Pria itu menatap lurus ke sisi kanan ke arah Amara seolah lupa seluruh dunia ada. Beberapa staf saling sikut dan berbisik.

“Kapten Shaka melamun?”

“Beliau melihat Bu Amara terus, ya Tuhan…”

“Astaga, romantis tapi ngenes banget.”

Haris mengulang lagi, sedikit keras.

“Kapten Shaka, rute ke...”

Shaka tersentak kecil.

“Ah ... maaf, tolong ulangi.”

Pandangan orang-orang langsung mengerti alasan ketidakfokusan Shaka. Seluruh ruangan memperhatikan Shaka yang tanpa sadar kembali menatap Amara sesaat setelah berkata maaf. Amara menghela napas panjang. Ia menopang dagu, berusaha tak peduli, padahal wajahnya memanas.

Zico tersenyum miring melihat itu. Diam-diam ia menikmati bagaimana semua orang akhirnya menyadari sesuatu, Shaka Wirantara kapten yang selalu tegas dan dingin hanya kehilangan fokus untuk satu wanita di dunia ini. Dan wanita itu adalah mantan istrinya, Amara.

Begitu rapat dinyatakan selesai, Amara langsung berdiri. Instingnya selalu sama, keluar duluan sebelum Shaka sempat mendekat. Namun baru dua langkah, sebuah tangan menahan pintu. Haris muncul di depannya dengan ekspresi canggung.

“Bu Amara ... Kapten Shaka ingin berbicara dengan Anda.”

Amara langsung menegang.

“Sekarang?”

“Ya, Bu. Beliau menunggu, Anda." Haris melirik ke arah Shaka.

Zico yang berdiri sedikit jauh mengangkat alis, siap melindungi bila diperlukan.

Namun Amara mengangkat tangan kecil, memberi isyarat ia baik-baik saja.

“Zico, kamu tunggu di lobi.”

Zico mengangguk, meski wajahnya jelas khawatir. Pintu menutup perlahan, menyisakan Amara dan Shaka di ruangan rapat yang kini sunyi. Amara belum sempat berbalik ketika langkah kaki itu terdengar mendekat. Begitu ia menoleh, Shaka sudah berdiri sangat dekat.

Amara refleks melangkah mundur, tapi meja di belakangnya menghentikan gerakannya.

Ia berusaha terdengar tegas.

“Kapten Shaka … tolong jaga jarak Anda. Kita sudah...”

Ucapan itu mati, Shaka membungkuk sedikit, suara rendahnya bergetar.

“Enam tahun, Amara … enam tahun aku cuma hidup dari bayanganmu.”

Amara menahan napas. Dia bisa melihat jelas luka kecil di pelipis Shaka yang masih terbalut perban.

“Jangan...”

Namun Shaka sudah mencondongkan tubuh, kedua tangannya bertumpu di meja di sisi tubuh Amara, mengurungnya tanpa niat melepaskan. Tatapan itu yang dulu selalu membuat Amara lemah, kini membuatnya gemetar.

“Kapten Shaka, jangan dekat-de...”

Tanpa basa-basi, tanpa peringatan,

Shaka menunduk dan mencium Amara. Amara terkejut, tangannya otomatis menekan dada Shaka, tetapi Shaka justru semakin menahan wajahnya, seolah takut Amara kembali menghilang begitu bibirnya dilepaskan.

Lima tahun kemarahan dan enam tahun rindu bercampur begitu saja di antara jarak mereka yang tiba-tiba tak ada.

Ketika Shaka akhirnya melepasnya, napas keduanya terengah, dan suara Shaka pecah pelan.

“Jangan pergi lagi…”

Amara memalingkan wajah, matanya memerah, suara seraknya bergetar di tenggorokan.

“Kita sudah selesai, Kapten Shaka.”

Shaka mengepalkan tangan, rahangnya mengeras tetapi matanya justru terlihat runtuh.

“Aku nggak pernah selesai sama kamu, Amara.”

Amara menegakkan tubuh, mencoba memulihkan napasnya yang masih kacau akibat ciuman mendadak itu. Tangannya bergetar pelan namun ia paksa menjadi kuat. Ia menatap Shaka dengan mata yang sudah kembali dingin meskipun seluruh tubuhnya masih bergetar karena perasaan yang dihidupkan kembali.

“Jangan lakukan itu lagi,” ucap Amara lirih namun tajam. Shaka memejamkan mata sejenak, seolah berusaha menahan gelombang emosinya.

“Aku minta maaf … tapi aku benar-benar kehilangan kendali kalau itu tentang kamu.”

“Dan itu alasan kenapa aku pergi dulu.” sela Amara.

Amara menghela napas, mengusap bibirnya yang masih terasa hangat akibat ciuman Shaka.

“Kamu nggak pernah tahu batas, Kapten Shaka. Nggak pernah.”

Shaka bersandar ke meja, menatap Amara tanpa kedip.

“Aku kehilangan kamu. Aku kehilangan keluarga. Perusahaan hancur. Semua itu ... semua itu dimulai ketika kamu pergi.”

Amara tertawa kecil, bukan tawa bahagia tetapi tawa pahit.

“Aku pergi karena kamu mengabaikan aku, Kapten Shaka. Karena kamu membiarkan orang lain masuk ke hidupmu dan menghancurkan semuanya. Jangan salahin aku.”

Shaka tersentak, rahangnya mengeras.

“Aku salah, Amara. Aku tahu. Dan aku udah bayar semuanya. Selama enam tahun ini aku...”

“Cukup.” Amara memotong cepat. Ia melangkah ke pintu, ingin menyingkir sebelum emosinya pecah lagi. Namun saat tangannya menyentuh gagang pintu, Shaka berkata pelan, suara yang penuh patahan,

“Amara … setidaknya bilang kalau kamu bahagia tanpa aku.”

Langkah Amara terhenti, Shaka menatap punggungnya mata yang tidak terlihat oleh Amara kini kembali dipenuhi rasa sakit.

“Bilang, biar aku bisa berhenti ngejar kamu.”

Amara tidak menoleh, tenggorokannya tercekat. Ada jeda panjang dan terlalu lama. Shaka menunggu, jantungnya berdetak keras. Hingga akhirnya Amara berkata dengan suara rendah, hampir seperti bisikan:

“Aku … berusaha bahagia.”

Shaka menunduk, nyaris roboh mendengar jawaban itu. Karena itu bukan aku bahagia tanpa kamu. Itu adalah pengakuan bahwa ia tidak baik-baik saja. Shaka menelan napas berat.

“Kalau kamu masih berusaha … aku akan tetap berusaha juga.”

Amara menggigit bibir, menahan hati yang hampir runtuh lagi.

“Kapten Shaka, tolong … jangan buat semuanya makin rumit.”

Shaka mengangkat wajah, tatapannya penuh tekad dan luka yang sama besar.

“Aku cuma minta satu kesempatan. Satu aja. Biar aku bisa buktiin kalau aku nggak akan nyakitin kamu lagi.”

Amara membuka pintu tanpa menoleh.

“Satu kesempatan itu sudah kamu buang enam tahun lalu, Kapten Shaka ”

Shaka berdiri terpaku di tengah ruangan sampai bahunya jatuh, dan untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, ia merasakan luka itu menyayat lagi.

1
Jong Nyuk Tjen
itulah bodoh ny s shaka , piara musuh dlm selimut. Ud tau s karina ky gmna , msh aj mw d ksh kesempatan. Jngan2 emang shaka sebetulnya ad rasa kali ke s karina. Dr dulu percaya bnget am s karina yg akhirnya bikin rumtang mu am amara jd berantakan
Nia nurhayati
dasar mak lampirr kau karina😡😡😡
Aretha Shanum
sampah dipelihara
Esther Lestari
Karina obsesimu akan menghancurkan hidupmu.
Hati2 kapten Shaka, hari ini Amara berhasil dan sasaran selanjutnya kamu kapten Shaka
Lilik Juhariah
waduh kl semua tahanandg mudah keluar Krn jaminan, kapten saka hati hati jgn terjebak, pasti dgk cara kotor tu si Karin, musuhnya karin aja KY karet gknkapok kapok
Lilik Juhariah
mungkin dibalik masalah ini hati Amara akan sadar butuh saka
Lilik Juhariah
mungkin butuh pengorbanan yang besar buat kapten Shaka Krn luka yg ditinggalkan begitu dalam
Teh Euis Tea
top amara, si ulat bulu ga sadar2 km, niat busuk km untuk menghancurkan amara ga akan berhasil
iqha_24
ayo Shaka basmi si ulet bulu karina
Ariany Sudjana
biarkan saja Amara yang mengatasi krisis itu, kan Amara super woman. ingin tahu apa Amara bisa tetap sombong?
Suci Dava: itu semua kan berawal dari kebodohan Shaka sendiri, terlalu memuja Karina yg di anggap orang yg pernah menolong nya
total 1 replies
Lilik Juhariah
Karina disini belum.dijelasin SDH diusir dari.dulu atau masih ngejar saka
Lilik Juhariah
kok masih bisa tetap sama Shaka padahal kan tau bagaimana Karin di keluarga Shaka, dan dia ngaku, apa segitu bodohnya saka sampe membiarkan Karin masih di sisi keluarganya setelah 6 tahun
Lilik Juhariah
udah tau cerita Kirana emang sengaja berbohong koknmasih cawe cawe donoerisahaan kan orang lain
Ariany Sudjana
Amara kamu bodoh dan egois sekali, kamu ternyata kehilangan Shaka, tapi kamu ga mau jujur, dan kamu terlalu sombong. sudahlah biarkan Shaka cari kebahagiaannya sendiri dengan perempuan lain, kan itu yang kamu inginkan
Yunita: yg di salahin bukan Amara tapi author nya yg blm amarah kayak gituu.. dan bertele2..
total 1 replies
Naufal Affiq
munafik kamu amara
Lilik Juhariah
gak nyalahin kl Amara memagar tembok beton di sekeliling nya , kesaktiannya udah parah
Lilik Juhariah
amara TDK menghancurkan perusahaan saka sekaligus Krn dia masih punya nurani, ada ibu dan ayah mertua yg sayang sama dia
Lilik Juhariah
heem belum boom ini , saka
Lilik Juhariah
rasakan saka, jahat banget lebih percaya orang lain tanpa bertanya dan selidiki , harusnya kapten lebih cerdas ini lulusnya dulu pake uang mungkin,
Lilik Juhariah
jahat banget nih Shaka, apa coba maunya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!