Aluna terpaksa harus menikahi seorang Pria dengan orientasi seksual menyimpang untuk menyelamatkan perusahaan sang Ayah. Dia di tuntut harus segera memiliki keturunan agar perjanjian itu segera selesai.
Namun berhubungan dengan orang seperti itu bukanlah hal yang mudah. Apa lagi dia harus tinggal dengan kekasih suaminya dan menjadi plakor yang sah di mata hukum dan Agama.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Baca terus ya, semoga suka! Dan maaf jika cerita ini agak kurang mengenakkan bagi sebagian orang🙏
Warning!
"Ini hanya cerita karangan semata. Tidak ada niat menyinggung pihak atau komunitas mana pun"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 - Hanya dia dan aku
“Jeff, Jeff kau dimana? Mengapa kau pergi tanpa berpamitan padaku?!” suara Dean terdengar bersemangat. Sepertinya sambungan telponnya berhasil.
“Aku akan kesana menyusulmu oke,” ucapnya lagi.
“Apa? Kenapa?” tanyanya dengan nada kecewa.
“Ya, kau benar. Kalau begitu berhati-hatilah, jaga diri baik-baik dan segeralah kembali,” ucapnya sambil menghela nafas dalam.
“Terimakasih,” ucapnya seraya memberikan kembali ponsel milik Luna.
Ya. Pada akhirnya karena melihat Dean yang terus saja merasa cemas, Luna menghubungi Jeffrey menggunakan ponselnya agar mereka bicara secara langsung, agar hidupnya bisa lebih tenang.
“Sudah ku bilang kan, dia baik-baik saja. Dia sedang bekerja jadi jangan terlalu membebaninya dengan pikiran-pikiran burukmu,” ujar Luna.
“Ya kau benar, haish ... Aku merasa sedikit aneh, selama ini aku tak pernah berpisah terlalu lama dengan Jeff biasanya dia akan memintaku menyusulnya jika dia pergi bekerja keluar kota, atau dia yang ikut denganku kalau aku ada perjalanan bisnis. Tapi sekarang, justru dia sendiri yang tak ingin aku datang padanya, ck,” keluhnya sembari mendudukkan diri di sopa tunggal.
“Sebetulnya ini cukup bagus mengingat masalah yang terjadi kemarin, aku ingin dia menenangkan dirinya agar pikirannya lebih jernih,” tambahnya.
“Baguslah kalau kau mengerti,” tanggap Luna acuh tak acuh, sambil memakan buah-buahan kecil dari mangkuk yang semula di atas meja namun kini sudah berpindah ke pangkuannya.
Dean beralih menatap Luna, “mengapa kau melihatku begitu?” protes Luna, dia merasa tak nyaman di tatap terlalu lama.
“Aku tidak menyangka kau cukup berguna, aku kira kau hanya akan terlihat seperti vas bunga yang di taruh di sudut ruangan,” kekehnya.
“Kau meledekku?” kesal Luna.
Dean bangkit, “kau lapar? Aku akan masak sesuatu untukmu.” dia beranjak pergi menuju dapur.
‘Untukku?’ Kata-kata itu entah mengapa sedikit mempengaruhi hati Luna.
Tring ... Suara notifikasi pesan masuk kembali berbunyi. Luna langsung membacanya, dan ternyata kali ini dari Tuan Adiyasa.
‘Luna, ini kesempatan baik untukmu lakukanlah Nak.’ bunyi pesan tersebut.
‘Apa maksudnya ini? Apa dia tahu aku dan Dean hanya tinggal berdua di rumah? Atau justru ini rencananya sendiri?’ batin Luna.
‘Ingatlah misimu!’ Tuan Adiyasa kembali mengirim pesan.
‘Hanya jika bayi itu hadir, kau akan bebas.’
Glek... Luna menelan salivanya, dia melirik Dean yang tampak tengah memasak di dapur.
Luna merasakan oksigen disekitarnya seakan menyempit, dia menarik dan menghembuskan nafas dengan cepat. Belum lagi detak jantungnya yang terus berpacu seakan dia sedang lari maraton.
Kemudian dia pun mengetik pesan balasan, ‘baiklah, aku akan mencobanya.’ balas Luna.
‘Semoga berhasil. Ayah menantikan kabar baik darimu.’ Tuan Adiyasa membalas dengan cepat.
“Luna kemarilah, makanannya sudah siap.” panggil Dean. Luna pun beranjak turun dan berjalan menghampiri Dean yang tampak tengah menaruh piring di meja makan.
“Wah ini tampak lezat, kau memang pandai memasak,” puji Luna.
“Meskipun masakanku lezat kau tidak akan selamanya bisa memakannya, kau harus bisa memasak sendiri. Jika kau menikah nanti dan suamimu sama bodohnya sepertimu, kau akan sering kelaparan,” ujarnya.
“Sudah ku bilang aku tidak akan menikah. Dalam hidup ini aku sudah bersumpah hanya akan hidup untuk diriku sendiri aku akan hidup untuk mencari uang yang banyak dan terus bersenang-senang sepanjang hidupku.” Ucapnya dengan penuh percaya diri.
Dean menekan kepala Luna, “si bodoh yang punya pikiran hebat, namun pada kenyataannya dia tetaplah bodoh. Jangankan menghasilkan banyak uang dan bersenang-senang seumur hidup mengurus perusahaan sendiri saja dia tidak bisa,” ledeknya sambil terus menekan kepala Luna.
“Lepaskan tanganmu dari kepalaku, brengsek! Aku yakin aku akan bisa mengurus perusahaanku sendiri lihat saja nanti, lagi pula Ayahmu sedang mencarikan guru untukku yang akan membimbingku sampai berhasil,” Luna tersenyum sombong, sambil menepis tangan Dean dari kepalnya.
“Oh benarkah? Dan apakah kau tahu guru yang kau maksud itu adalah aku?” sinisnya.
“Kau? Yang benar saja, itu tidak mungkin.” tepisnya.
“Heh, kalau kau tidak percaya tanyakan saja sendiri pada Ayahku. Kemarin dia memaksaku untuk mengambil alih perusahaanmu, sungguh menyebalkan,” keluhnya.
Luna mencbikkan bibirnya tanpa berkata-kata lagi.
“Sudah makanlah, cepat.” Dia kembali menekan kepala Luna seraya berlalu.
“Ck, jangan kau berani menyentuh kepalaku lagi!” teriak Luna.
“Berisik!”
wkwkwkwkwk
jadi ingat dulu pernah baca hubungan poliandri tahun 2019