Seorang gadis berparas cantik yang selalu menyembunyikan wajahnya dibalik cadar. Kini harus menyerahkan tubuhnya demi mendapatkan sebuah keadilan untuk kedua ALM orangtuanya yang dibunuh secara sadis oleh suruhan orang tersohor di daerah dimana mereka tinggal.
"Apakah kamu berjanji akan memberikan hukuman mati pada mereka Pak Hakim?" Tanya wanita itu pada seorang hakim ketua yang sudah tak bisa menahan gejolak hasratnya saat serbuk minuman itu sudah merasuki tubuhnya.
Sementara itu Zahira sudah memasang sebuah Camera tersembunyi di kamar hotel itu.
"Baiklah, aku akan melakukan apapun untukmu. Tolong bantu aku untuk menuntaskan hasratku ini!" Seru ketua hakim itu dengan wajah memohon.
Zahira tersenyum kecut menatap wajah Pria yang sudah mendapatkan amplop coklat dari orang terkaya dan sekaligus dalang pembunuhan itu.
Yuk mampir ikuti kisah selanjutnya. Jangan lupa like komen ya🙏🥰🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
"Mandi, Sayang, atau istirahat dulu," ucap Zico masih membelai rambut istrinya yang berantakan karena ulahnya.
"Istirahat sebentar, Mas, sana kamu mandi duluan," jawab wanita itu masih memejamkan matanya.
"Bareng yuk, mandinya?"
"Nggak mau, Mas." Zahira semakin membungkus tubuhnya dengan kain tebal.
"Hehe... Baiklah, aku mandi duluan ya," ucap Zico tertawa kecil melihat tingkah sang istri. Pria itu segera beranjak sembari meninggalkan jejak sayang di kening Zahira.
Hanya lima belas menit, Zico sudah keluar dari kamar mandi hanya menggunakan bathrob dengan rambut yang masih basah.
"Udah, Dek, sana mandi. Keburu magrib."
"Hmm... Udah jam berapa ini Mas?" tanya wanita itu masih enggan beranjak.
"Sudah jam lima lewat, Dek."
Zahira segera bangkit menuju kamar mandi. Selesai ibadah magrib, pasangan itu segera berangkat menuju sebuah restoran yang telah dipesan oleh Zico. Seperti biasanya Pria itu yang menggendong bayi mungil itu.
"Duduk, Sayang," ujarnya menarik sebuah kursi untuk sang istri.
"Makasih Mas." Zahira segera duduk.
"Bentar ya, Dek. Aku ke toilet sebentar," ucap Zico sembari menyerahkan Zafran pada Zahira.
Zahira duduk tenang memeluk Putra kecilnya. Wanita itu menimang dan membawa bicara pada bayi mungil itu. Sesaat aktivitasnya terhenti saat mendengar suara seseorang wanita.
"Boleh saya duduk disini?" ucap seorang wanita baya, masih terlihat sisa kecantikan wanita itu.
"Maaf Ibu, disini tempat duduk suami saya," jawab Zahira dengan ramah.
"Nggak pa-palah. Nanti suaminya suruh duduk di meja sana saja," ujar Ibu itu yang segera duduk disamping Zahira.
"Hai, tampan sekali anak kamu, boleh saya gendong?" ucap Ibu yang sok akrab itu. Zahira hanya diam dan tersenyum tipis.
Sebenarnya siapa wanita baya ini? Kenapa dia berlagak acuh saja. "Astaghfirullah, berikan aku kesabaran." Batin wanita itu.
"Hai, kenapa diam saja, tidak boleh ya?" tanyanya, dari nada bicaranya sedikit memaksa sembari meraih Zafran dari tangan Zahira.
"Maaf, Bu, dia tidak terbiasa dengan orang yang baru dikenal," ujar Zahira mencari alasan, perempuan anak satu itu menahan Zafran agar tak terlepas dari tangannya, mana mungkin Zahira mau menyerahkan putranya pada wanita mencurigakan itu.
Dari penampilannya wanita itu masih modis, walaupun sudah tak muda lagi, namun perawakannya tampak orang senang. Zahira merasa tidak nyaman, maka ia memilih untuk pindah ke meja lain.
"Maaf, Bu, kalau begitu biar saya yang pindah, silahkan Ibu duduk disini," ujarnya segera berdiri, bukan apa-apa, tapi sedikit tidak nyaman melihat perilaku sang Ibu yang mencurigakan.
Zahira kesal sekali dengan kelakuan suaminya yang pergi sampai saat ini belum juga menampakkan batang hidungnya. Kenapa ke toilet begitu lama sekali.
"Eh, Eh. Kok pergi? Udah sini saja." Wanita baya itu menahan tangan Zahira.
"Maaf Ibu, saya duduk disana saja, silahkan Ibu duduk disini," tukas wanita itu sedikit terpancing kesabarannya.
"Saya akan duduk disana, karena ingin dekat dengan bayi tampan ini," ujar wanita itu masih keukuh.
Zahira mencoba menghirup udara sepenuh dada, mencoba untuk menetralisir racun emosi jiwa yang sudah mulai naik. Berulang kali mengucapkan istighfar agar bibir mungilnya itu tak salah berucap pada wanita yang diperkirakan seumuran dengan ALMH Ibunda tercinta.
"Ibu, sekali lagi saya minta maaf." Zahira segera beranjak meninggalkan wanita itu menatap sendu.
"Bolehkah saya tahu kenapa kamu tidak ingin duduk dengan orang asing?" tanya wanita itu menghentikan langkah Zahira.
"Bukan saya tidak ingin duduk dengan orang asing, Bu, tapi saya dan suami sudah punya planning untuk dinner malam ini, jadi rasanya tidak nyaman saja, Bu," ujar Zahira jujur sekali.
"Bagaimana jika Ibu pinjam bayimu, silahkan kamu makan malam, dan menghabiskan waktu berdua dengan suamimu."
Zahira semakin tidak mengerti dengan ucapan wanita itu. Emang dia siapa yang berani sekali meminjam bayinya, karena mereka tidak kenal, maka tetap saja akan merasa keberatan.
"Maaf, saya tidak bisa, Bu. Saya yakin suami juga tidak akan setuju."
"Bagaimana jika suami kamu setuju," jawab Ibu itu masih ngotot.
"Silahkan Ibu tanya sendiri dengan suami saya," jawab wanita itu tak ingin lagi menanggapi.
"Nak, tunggu dulu!" seru Ibu itu masih menahan. Saat Zahira ingin mengatakan sesuatu.
"Ada apa ini?" tanya Zico muncul dibelakang Zahira.
"Mama boleh kan, gendong anak kamu," jawab wanita baya itu pada Zico yang membuat mata Zahira membulat sempurna. Ternyata wanita itu adalah ibu mertuanya.
"Boleh dong, Ma, udah sana Mama bawa pulang sekalian," ujar Pria itu tersenyum menatap kedua wanita kesayangannya.
"I-ini apa ma-maksudnya Mas?" tanya Zahira keringat dingin.
"Sayang, ini Mama aku, bukankah kamu kemaren minta aku untuk memperkenalkan kamu dengan kedua orangtuaku?"
"Astaghfirullah, ya Allah, maafkan aku Bu, sungguh aku tidak tahu. Kenapa kamu tidak mengatakan padaku jika ingin memperkenalkan aku dengan Ibu. Astaghfirullah Mas, Mas!" kesal wanita itu sembari menutup bibirnya.
Zahira segera meraih tangan wanita baya itu menyalaminya dengan takzim. Sekali lagi ia terkesiap saat melihat ada lelaki yang sudah ia pastikan bahwa itu adalah ayah mertuanya berdiri disamping Zico.
"Maafkan aku, tapi..."
"Tidak perlu merasa bersalah seperti itu, Nak. Kami juga kesal dengan anak ini! Mama rasanya ingin sekali menghajarnya. Bisa-bisanya dia mempertemukan Mama dengan kalian dengan cara seperti ini. Tentu saja membuat hati Mama bercampur aduk," jelas Mama mertuanya.
Zahira menatap suaminya dengan tajam. "Aku tidak abis pikir sama kamu, Mas. Hampir saja aku berkata tidak sopan dengan Mama," gerutu wanita itu pada suaminya.
"Hehe... Mau kasih kejutan buat kamu, Sayang," jawabnya enteng.
"Ini benar-benar kejutan banget. Karena kejutan itu membuat aku hampir diangggap menantu tidak sopan," balas Zahira.
"Maafkanlah suamimu yang kaku dan tak pandai bersikap manis ini, Dek," jawab Zico menggaruk kepalanya. Pasangan itu masih berdebat.
"Sudah-sudah, jangan dipermasalahkan lagi, Papa dan Mama tidak pernah berpikir buruk tentang kamu, Nak, kami sangat bersyukur dengan kehadiranmu dalam hidup Putra kami. Dulu Papa dan Mama sempat berpikir..."
"Udah, Pa! Jangan diteruskan. Aku sudah buktikan pada Mama dan Papa, bahwa apa yang dipikirkan tidaklah benar. Lihatlah bayi mungil itu. Dia adalah garis keturunan kita. Aku ini lelaki normal," ujar Pria itu meyakinkan kedua orangtuanya. Meskipun tak bisa dipungkiri bahwa wajah Zafran adalah Fotocopy-nya.
"Iya, Sayang, sekarang Mama dan Papa sangat percaya bahwa Putra Mama ini adalah lelaki normal. Tapi tetap aja kesal sama kamu. Bisa-bisanya menyembunyikan pernikahan kamu dari Mama.
"Zahira, Mama minta maaf atas segala perilaku anak Mama sama kamu ya. Apakah dia menyakiti kamu dan cucu kesayangan Mama ini?" tanya Mama mertua
Bersambung....
NB. Marhaban ya Ramadhan. Kepada seluruh raeder, author mengucapkan mohon maaf lahir dan batin. Semoga amal ibadah kita diterima Allah SWT 🤲🤲🙏🙏🥰
Happy reading