Sebuah novel romansa fantasi, tentang seorang gadis dari golongan rakyat biasa yang memiliki kemampuan suci, setelahnya menjadi seorang Saintes dan menjadi Ratu Kekaisaran.
Novel itu sangat terkenal karena sifat licik dan tangguhnya sang protagonis menghadapi lawan-lawannya. Namun, siapa sangka, Alice, seorang aktris papan atas di dunia modern, meninggal dunia setelah kecelakaan yang menimpanya.
Dan kini Alice hidup kembali dalam dunia novel. Dia bernama Alice di sana dan menjadi sandera sebagai tawanan perang. Dia adalah pemeran sampingan yang akan dibunuh oleh sang protagonis.
Gila saja, ceritanya sudah ditentukan, dan kini Alice harus menentang takdirnya. Daripada jadi selir raja dan berakhir mati mengenaskan, lebih baik dia menggoda sang duke yang lebih kejam dari singa gurun itu. Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Uang Muka
Di tengah kesulitan rakyat Ibu Kota, acara ulang tahun Raja tetap diadakan di Istana dengan segala kemegahannya. Tangis dari para warga yang kehilangan tempat tinggal tak membuat Raja merasa iba.
“Apa yang harus kita lakukan?” Lucian saat itu tengah duduk di samping tubuh Alice yang tengah membaca laporan di atas ranjang.
“Saya sudah memberikan dana bantuan atas nama Corvin.” Alice tersenyum menatap laporan di tangannya yang sudah cukup rapi.
“Namun, apakah Raja tidak akan curiga?” Lucian cukup peka, dia juga tak ingin bila pergerakan istrinya terbaca.
“Anda mencemaskan apa, suamiku? Saya membuat semua ini berkembang sangat cepat agar Raja tak dapat menghentikan kita bila seandainya kita ketahuan.” Alice menyimpan data di tangannya.
“Maafkan saya telah berpikir berlebihan.” Lucian menenggelamkan tubuhnya pada dada sang istri. Alice tersenyum dan mengusap kepala Lucian dengan penuh kehati-hatian.
.
.
.
Perayaan ulang tahun Raja akhirnya dilangsungkan. Malam itu cukup ramai di Istana. Berbagai bangsawan dari berbagai wilayah datang ke Ibu Kota kerajaan.
“Selamat ulang tahun, Baginda Raja,” ucap seorang Marques dari perbatasan selatan.
“Ya, apa yang kau bawa?” tanya Raja menatap anak perempuan Marques tersebut yang cukup cantik.
“Saya membawa permata Orkanos yang langka, Baginda.” Marques itu menyerahkan hadiahnya dan berlalu pergi.
“Putrimu cukup cantik, biarkan dia di sampingku malam ini.” Ucap Raja tanpa tahu malu. Marques itu mengepalkan tangannya, menatap sang putri yang juga nampak kesal.
“Duke dan Duchess Corvin memasuki ruangan,” ucap seorang penjaga. Alhasil semua mata teralihkan dengan kedatangan Alice dan Lucian.
Keduanya nampak senada mengenakan baju merah dengan aksen hitam, serta ada sedikit sulaman emas di sekitar tangan. Raja menatap Lucian dan Alice dengan amat tajam, sedangkan Lucian dan Alice berjalan tanpa rasa takut.
“Selamat ulang tahun, Yang Mulia. Hadiah kecil yang kami berikan semoga menjadi doa atas keinginan Anda.” Lucian dan Alice memberikan hormat khas bangsawan.
Lucian menyerahkan sebuah kotak yang nampak mahal, bahkan setiap sisi kotak itu dihiasi dengan berlian langka. Raja terpaku. Ia membuka isi kotak itu, yang isinya ternyata hanya seutas pita dengan tulisan ‘Selamat ulang tahun’. Raja menatap Lucian dan Alice dengan tajam.
“Apa kalian menghina saya?!” bentak Raja, melemparkan pita itu ke wajah Lucian dan Alice disaksikan oleh para bangsawan lainnya.
Lucian mengepalkan tangannya menahan marah. Alice dengan tenang memberikan kode dengan tangannya agar suaminya itu tetap tenang.
“Kalian sudah berani mencoreng nama Raja dengan hadiah tak berharga seperti itu? Apakah ini nilai Raja di mata kalian?!” pekik lagi Raja Vincent, tanpa tahu kini mata para lady sedang tertuju pada pita yang baru saja dilempar.
“Tunggu, bukankah itu pita permohonan, yang harganya sampai jutaan koin emas itu?” tanya salah satu lady pada temannya.
“Melihat dari berbagai sisi, memang demikian. Bahkan Ayahku mengatakan bila nilai pita itu sendiri tak dapat dilihat hanya sekilas,” ucap lady lainnya. Kini seisi ruangan mulai penuh dengan bisikan-bisikan.
Alice dengan tenang melangkah mengambil pita yang baru saja dilemparkan oleh sang Raja. Ia juga mengambil kotak yang ikut dilemparkan.
“Anda rupanya tak dapat menilai ketulusan yang kami buat, Yang Mulia,” sindir Alice, mengangkat wajahnya dan memasukkan kembali pita itu ke dalam kotaknya.
Prak!
Kipas Alice dibuka menutupi setengah wajahnya. Itu diartikan sebagai ‘Dasar bodoh!’ Alice melangkah menuju ke arah Lucian dan terkekeh nyaring. Itu artinya ‘Mati kau!’ Alice menggandeng tangan Lucian.
“Baginda, saya memang mantan seorang budak. Namun saya cukup bernilai, dan nampaknya kami tak diterima dengan baik di sini.” Alice memberikan kotak itu pada Lucian, lalu menggandeng tangan suaminya dengan anggun.
“Yang diucapkan istri saya benar adanya. Yang Mulia, nampaknya saya harus undur diri.” Ucap Lucian, menunduk ala bangsawan bersama dengan Alice dan pergi meninggalkan tempat itu.
Sudah dapat dipastikan segaduh apa pesta itu malam ini. Raja dicemooh sebagai sosok yang tidak berpengetahuan dan memiliki pemikiran yang pendek.
Anggaran yang diberikan serta Iris yang tak kunjung memperlihatkan wajahnya di Istana nampaknya adalah perubahan pertama yang terjadi dalam alur cerita ini. Bisa dipastikan kini masa depan juga akan ikut berubah.
“Apa menurut Anda, kita tidak berlebihan?” Lucian tidak enak hati. Ia berencana menghindari perdebatan sebisanya, namun tampaknya hal itu tak dapat dihindarkan.
“Tidak, suamiku. Ini jelas pukulan telak bagi Raja.” Alice tersenyum dan duduk di atas pangkuan Lucian.
“Anda mulai memancing saya, hem?” Lucian menarik tengkuk Alice hingga keduanya larut dalam ciuman dan suara mulai keluar dari kedua mulut mereka. Peraduan yang begitu kentara terdengar hingga lorong kediaman itu.
Bahkan saat ini ada larangan mutlak yang ditetapkan oleh Lucian, di mana baik pelayan maupun kesatria dilarang naik ke lantai dua saat malam sudah datang. Hal itu menghindarkan mereka dari godaan setan karena mungkin suara Alice dan Lucian yang tengah dalam masa penyatuan akan terdengar sampai ayam berkokok.
.
.
.
Sesuai dengan dugaan Alice, kini banyak undangan masuk ke kediaman Corvin. Ada undangan minum teh, atau undangan ulang tahun dari para bangsawan. Alice menimang satu demi satu undangan di tangannya dan tersenyum saat menemukan satu undangan yang menurutnya cocok.
“Pesta berburu?” Lucian tertegun saat melihat kertas di tangan istrinya, di mana kertas itu adalah undangan pesta berburu para lady dan nyonya yang diselenggarakan oleh seorang countess yang cukup berpengaruh.
“Apa Anda dapat menunggangi kuda?” tanya Lucian. Alice mengangguk dengan cepat.
“Memanah?” tanya lagi Lucian dengan wajah yang setengah tidak percaya. Alice kembali mengangguk dengan percaya diri.
“Memakai pedang?” Alice nampak sedikit berpikir dan tersenyum hambar. Ia berjalan ke arah Lucian yang kala itu tengah duduk di kursi kerjanya.
“Lucian, aku bisa menggunakan belati. Tapi tidak bisa menggunakan pedang. Suamiku yang baik, ayolah izinkan istrimu ini, ya?” bujuk Alice, mengecup bibir Lucian beberapa kali.
“Saya akan menagih bayarannya malam ini sebagai uang muka, bagaimana?” Lucian tak sedikit pun membiarkan kesempatan lepas dari tangannya. Ia menarik pinggang ramping istrinya hingga keduanya kini tanpa jarak sedikit pun.
“Uang muka? Yang benar saja.” Dengan manjanya Alice mengecup bibir Lucian lagi, hingga senyum keduanya terukir seolah tak ada beban lain dalam hidup mereka.
Ah ya, kan memang tidak ada beban. Karena waktu untuk membalikkan keadaan sudah ada waktunya. Kini sudah waktunya Alice memperlihatkan kemampuannya selama ini, persiapannya sudah cukup matang. Protagonis juga tak mungkin selamanya berdiam dalam bayang-bayang, bukan?
.
.
.
Di tempat lain, sebuah kamar mewah nampak dipenuhi hiasan yang sangat menawan. Permata nampak berceceran di lantai, tiara, emas, dan banyak benda berharga lainnya tampak berserakan di atas ranjang.