Niat Savana memberikan kejutan untuk tunangannya, malah membuat dirinya yang dikejutkan saat mendapatkan fakta kekasihnya berselingkuh dengan wanita lain. Kecewa, patah hati, Savana melampiaskannya dengan pergi ke club malam.
Entah apa yang terjadi, keesokan harinya ia mendapati dirinya berada diatas ranjang yang sama dengan seorang pria tampan. Pria yang mampu memikatnya dengan sejuta pesona, meski berusia jauh lebih tua darinya. Lambat laun Savana jatuh cinta padanya.
Javier Sanderix namanya dan ternyata ia adalah ayah dari sahabat karibnya Elena Sanderix. Tak peduli hubungan diantara mereka, Savana bertekad akan mendapatkan Xavier dan kekonyolannya pun dimulai, perbedaan usia tak jadi masalah!
Akankah Savana berhasil menjerat si om yang sudah membuatnya terpesona? Ataukah hanya patah hati yang akan ia rasakan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Kebenaran dan kecewa
...🍀🍀🍀...
5 menit adalah perjalanan yang singkat ke rumah sakit karena Erik menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Bahkan sampai polisi pun turun tangan karena Erik sudah melanggar lalu lintas. Namun Javier tidak peduli, dia hanya mempedulikan keselamatan Savana saat ini.
"Pak, anda telah melanggar rambu-rambu lalu lintas! Mohon kalian berdua ikut kami ke kantor polisi!" ujar salah satu petugas kepolisian pada Javier dan Erik yang berhasil mereka kejar ke rumah sakit.
Javier membaringkan Savana ke atas brankar yang telah disediakan oleh rumah sakit itu. Kemudian ia menatap si polisi dengan tajam, raut wajahnya bahkan terlihat sangat menakutkan saat ini.
"Apa kalian tidak lihat, ada nyawa yang sedang dipertaruhkan disini?!" hardik Javier marah dan membuat ketiga pria berseragam polisi itu bungkam. Erik sendiri sampai tak berani membuka mulutnya, melihat kemarahan Javier.
"Maaf pak, tapi--"
"Aku akan mengurus semuanya, setelah dia di periksa dokter!" teriak Javier, terdengar oleh Erik dan juga Elena yang baru sampai disana.
Ketiga anggota polisi itu pun memutuskan untuk berbicara dengan Erik terlebih dahulu ditempat lain di rumah sakit. Ya, itu karena Javier belum bisa diajak bicara dalam keadaan panik seperti ini.
Savana dibawa ke ruang UGD. Elena dan Javier menunggu Savana di luar ruangan itu. Keduanya terlihat sangat mencemaskan kondisi Savana, terutama Elena yang dari tadi tak berhenti menangis. Sungguh, dia merasa bersalah karena sudah mendorong Savana. Tapi dia tidak sengaja.
"Dad..."
"Elena, Daddy tau bahwa hubunganmu dan Savana sedang tidak baik. Tapi, Daddy tidak menyangka bahwa kau akan tega mencelakai sahabatmu sendiri, sahabat yang selalu kau bilang seperti saudaramu sendiri. Taukah kau beberapa minggu ini Savana terlihat murung? Dia bahkan tidak bersemangat kerja karena selalu memikirkanmu. Memikirkan bagaimana agar kau bisa memaafkannya." tutur Javier dengan suara paraunya.
"Dad, aku tidak sengaja melakukan itu. Aku tidak bermaksud mendorongnya dari tangga, sungguh." Elena terisak, rasa bersalahnya semakin besar. Tapi rasa takutnya lebih mendominasi, bagaimana jika Savana sampai kenapa-napa? Sungguh, ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri kalau sampai terjadi sesuatu yang buruk pada Savana.
"Oke, fine kalau kau mengatakan kau tidak sengaja. Tapi, haruskah kau marah-marah pada Savana dan mengusirnya seperti itu? Apa ini semua karena Elisa si pendusta itu?" tanya Javier yang sudah kesulitan untuk mengendalikan emosinya. Apalagi sekarang fakta sudah dikantonginya tentang Elisa.
"Dad! Aku mohon jangan bicara seperti itu tentang mommy! Dia bukan pendusta, dia--"
Javier mengeluarkan secarik kertas yang ada di balik saku jasnya, ia melebarkan kertas itu dan menunjukkannya kepada Elena. "Kau lihat itu ELENA! Ibumu, tidak baik seperti yang kau pikirkan. Dia jauh dari kata baik!" seru Javier dengan rahang yang mengeras.
Elena melihat kertas yang ditunjukkan daddynya itu dengan seksama. Detik berikutnya, Elena menjalankan kepalanya dengan raut wajah yang tidak percaya. "Nggak! Nggak mungkin mommy bohong padaku! Ini... Daddy..." gadis itu menatap Daddynya tak percaya dengan fakta didepan matanya. Bahwa ibunya pura-pura sakit.
"Benar, mommy mu cuma pura-pura sakit! Dia berbohong dan pendusta, itulah sifatnya dari dulu sampai sekarang. Dia tidak berubah." ucap Javier tegas, menekankan pada anaknya bahwa Elisa itu jahat.
"Ta-tapi kenapa? Kenapa dia berbohong? Kenapa? Padahal aku sangat percaya padanya...hiks..." Elena kecewa, ia meremas kertas itu dengan rasa yang berkecamuk didadanya.
Tak lama kemudian, Elisa datang ke rumah sakit dan menghampiri Javier juga Elena. Wajahnya terlihat cemas, ia masih belum tau bahwa mantan suami dan putrinya itu sudah tau tentang kanker otak pura-pura.
"Kenapa kau ada disini? Bukankah seharusnya kau beristirahat di rumah, Elisa?" sindir Javier dengan lirikan tajamnya pada Elisa.
"Aku ingin melihat kondisi Savana," jawab Elisa dengan wajah polosnya. "Dan tolong kau jangan menyalakan Elena, dia tidak sengaja." imbuhnya.
Javier tertawa sinis saat mendengar ucapan Elisa yang seperti bullshitt untuknya. Javier hendak bicara, namun Elena meminta papanya untuk diam. "Dad, biar aku yang bicara pada mommy."
"Baiklah." sahut Javier, lalu kembali duduk dan menatap ruang UGD. Dimana kekasih kecilnya berada saat ini.
Sementara Elena, dia berjalan mendekati Elisa sambil membawa kertas ditangannya itu. Wajahnya terlihat sangat kecewa, ia terpukul dengan fakta ini. Fantasinya tentang ibu kandung yang baik, musnah dalam sekejap mata.
Elena sudah dibohongi dengan begitu kejam. Selama ini ibunya pura-pura sakit dan dia tidak percaya pada daddynya.
"Pembohong!"
Tanpa disangka-sangka, Elena melempar kertas itu ke wajah Elisa. Elisa merasa sesak seakan tertampar oleh sikap Elena. Ya, itu karena biasanya Elena selalu bersikap lembut padanya. Tapi sekarang sikapnya berubah dan pasti telah terjadi sesuatu.
"Pembohong apa El? Mommy tidak mengerti!" seru Elisa tidak paham, sambil memungut kertas yang ada di lantai. Kertas yang di lempar Elena sebelumnya.
"Mommy lihat kertas itu! Ternyata benar apa kata Daddy, mommy berbohong PADAKU! Mommy tidak sakit dan berpura-pura saja. Kenapa mom? Kenapa kau melakukan ini? Aku bahkan sampai membenci Savana karena mommy!" teriak Elena dengan sakitnya kebenaran dan kecewa didalam hatinya itu.
Wanita bernama Elisa itu tertegun saat melihat kertas didepannya. "Ini tidak benar Elena sayang, mommy benar-benar sakit...tolong percayalah pada mommy! Sayang!" sangkal Elisa.
"Aku sangat kecewa pada mommy, mommy sangat jahat! Aku tidak butuh mommy didalam hidup ini!" seru Elena murka dan membuat Elisa panik.
"Kau dengar kan apa kata putrimu? Dia tidak butuh ibu sepertimu. Jadi pergilah, jangan ganggu kami lagi." tegas Javier dengan suara dinginnya.
Elisa tidak berkutik, sepertinya jalan untuk kembali dengan Javier sudah tertutup rapat. Dia tidak bisa kembali pada mantan suaminya itu, apalagi meraup hartanya untuk menopang hidup.
CEKLET!
Tak lama kemudian,pintu ruang UGD pun terbuka dan terlihat 3 orang memakai masker, lengkap dengan pakaian medis mereka keluar dari ruangan itu.
Disisi lain Savana dibawa ke ruangan lain setelah lukanya di obati. Javier dan Elena melihat brankar yang membawa Savana.
"Dokter, bagaimana kondisi Savana?" tanya Javier pada dokter itu.
"Putri bapak hanya mengalami luka luar saja, beruntungnya cepat dibawa ke rumah sakit. Namun saya menduga adanya cedera kepala, bisa jadi gegar otak. Tapi--"
"Tapi apa dok?" tanya Elena.
"Tapi saya belum bisa memeriksa kondisi kepalanya sebelum pasien siuman dan menunjukkan reaksi lain." jelas dokter itu.
Javier dan Elena tampak cemas saat mendengarnya. Ya, semoga saja tidak terjadi sesuatu yang buruk pada Savana dan hanya luka luar saja.
1 jam berlalu sejak Savana dipindahkan ke ruang rawat, akhirnya ia membuka matanya. Elena terus berada disampingnya dengan rasa bersalah pada sahabatnya itu. Sementara Javier, ia sedang pergi mengurus administrasi rumah sakit.
"Van...kau sudah sadar? Ya Tuhan, syukurlah..." Elena terlihat lega saat melihat Savana telah membuka matanya. Namun gadis yang baru siuman itu terlihat linglung.
"El... Elena..." tangan Savana meraba-raba ke sekitarnya.
Ceklet!
Tiba-tiba saja pintu ruangan itu terbuka, terlihat Javier, Leo dan juga Alexa disana. Mereka ingin menjenguk Savana. Sementara nenek Savana, tidak tahu dimana dia berada saat ini karena sulit dihubungi.
Javier, Leo dan Alexa lega melihat Savana sudah siuman. Tapi kenapa gadis itu seperti orang linglung.
"Savana, kau baik-baik saja?" Javier melihat Savana dengan cemas. Ada rasa lega di dalam hatinya.
'Ya tuhan syukurlah, baby girlku baik-baik saja'
"Aku baik-baik saja om, hanya kepalaku sedikit sakit. Elena...aku baik-baik saja, kau jangan menangis." Savana berusaha menenangkan sahabatnya itu, sebab terdengar suara isak tangis Elena disampingnya.
"Van...hiks..." Elena menggenggam tangan Savana sambil terisak.
"Tapi kenapa lampunya di matikan? Disini gelap sekali, tolong nyalakan lampunya." pinta Savana kebingungan.
Deg!
Seketika Javier, Elena, Leo dan Alexa terkejut saat mendengar apa yang diucapkan oleh Savana. Mata Savana terbuka lebar tapi kenapa dia bilang gelap?
...****...