Demi tetap bertahan di universitas idolanya, dan demi terbebas dari penderitaan akibat kekejaman paman dan bibinya, Jelena nekat menerima permintaan dari dua orang kakak beradik yang ingin mencarikan jodoh bagi paman mereka yang bernama Adras Rianto Permana, seorang pilot yang dingin dan dianggap sebagai penyuka sejenis di kalangan teman-temannya.
Jelena pun bekerja sama dengan kedua gadis itu, untuk menjebak Adras dan membuatnya harus menikahi Jelena. Namun kenyataan yang harus Jelena hadapi saat menikah adalah, bukan hanya sikap dingin Adras, melainkan juga kekejaman sepasang suami istri, paman dari Adras yang ingin menguasai harta lelaki itu. Jelena ingin pergi dan mengahiri pernikahannya, namun ia kembali saat menyadari bahwa ada sesuatu yang mulai mengusik hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekasih Gelap Adras
"Kamu tinggal di sini? Bukankah rumahmu ada di kompleks perumahannya Adras?" tanya Jelena.
"Ya. Tapi aku datang memeriksa pasien di sini." ujar Surya terlihat sangat gugup. Ia menatap Mike.
Pintu apartemen terbuka. "Apakah dokter Surya sudah ....." Kalimat Adam terhenti melihat siapa yang ada di sana.
Jelena mendorong Adam yang berdiri di depan pintu. Ia langsung masuk dan mencari Adras.
Di lihatnya salah satu pintu kamar terbuka. Jelena bergegas ke sana.
"Hei, tunggu....!" Adam mengejar Jelena. Namun Jelena sudah terlanjur berdiri di depan pintu. Jantungnya bagaikan dirampas keluar dari tempatnya. Di atas ranjang, berbaring Anita dengan wajah pucat, sementara Adras, duduk di tepi ranjang sambil memegang tangan Anita yang nampak di balut dengan handuk yang ada darahnya.
Sakit? Tentulah sakit. Masih jelas terngiang di kepala Jelena bagaimana kemesraan mereka semalam. Bagaimana Adras memuja tubuhnya dan membuat Jelena melayang.
Adras sendiri nampak sangat terkejut melihat Jelena yang datang. Ia langsung berdiri dan mendekati Jelena.
"Na....kok kamu bisa ada di sini?" tanya Adras dengan wajah tegang.
Jelena tak ingin menangis. Ia bahkan tersenyum manis saat menatap Adras dan Anita secara bergantian. "Kamu tahu, Tuhan itu sangat baik padaku. Tuhan itu tak ingin aku dibohongi dan ditipu oleh kalian semua. Syukurlah aku belum memiliki rasa apa-apa padamu. Kalian memang sangat menjijikan saat berada dalam lingkaran hubungan ini."
"Na, dengar dulu. Adam menelepon...."
"Jangan sentuh aku!" Jelena mundur saat Adras akan meraih tangannya. "Aku jijik sama kamu !" Jelena membalikan badannya, menatap 3 pria yang berdiri di depan kamar itu. Ia kemudian berbalik kembali dan menatap Adras. "Bertobatlah Adras! Sebelum murka Tuhan menimpa dirimu." Lalu ia segera membalikan badannya dan pergi.
"Na.....Nana....!" Adras mengejar Jelena namun saat Anita berteriak kesakitan pria itu berhenti.
Mike dan Adam juga menghalangi langkah Adras.
"Tolong, jangan biarkan Anita!" Mohon Mike.
Surya akan pergi namun Mike menahan tangannya. "Hanya kamu yang bisa merawat Anita tanpa menimbulkan skandal."
Surya jadi tak enak. Ia tahu kalau Jelena pasti terluka. Namun sebagai dokter, ia tak bisa membiarkan Anita yang hampir kehabisan darah itu. Ia pun dengan terpaksa mengurunhkan niatnya untuk pergi.
*********
Jun menatap Jelena yang masih berdiri di dekat pagar pembatas atap cafe ini. Ia tahu sudah sekitar 2 jam perempuan itu berdiri di sana sambil menangis.
"Nona manis, kamu nggak berniat untuk bunuh diri kan?"
Jelena tersenyum mendengar pertanyaan itu. Ia menoleh ke arah Jun. "Menghadapi kepahitan hidup bersama paman dan bibiku saja tak membuat aku menyerah selama bertahun-tahun, apalagi hanya untuk seorang Adras?"
Jun bernapas lega. Ia membuka topi yang dipakainya dan meletakannya di atas kepala Jelena. "Sudah malam. Embun malam katanya nggak baik untuk ibu yang lagi hamil. Makanya harus selalu menggunakan tutup kepala."
"Terima kasih kak Jun. Aku sungguh beruntung punya bos seperti kamu."
"Aku punya adik perempuan. Jika dia masih hidup, usianya hanya 2 tahun di atas kamu. Kelas 3 SMA dia hamil. Sayangnya lelaki yang menghamilinya terlalu pengecut untuk bertanggungjawab. Adikku berada di bawa tekanan orang tuaku yang menganggap bahwa kehamilannya adalah suatu aib bagi keluarga. Aku mencari lelaki itu, tapi dia telah pergi. Akhirnya adikku bunuh diri dengan menelan obat tidur yang sangat banyak."
"Aku turut berdukacita." kata Jelena sedih.
"Makanya aku takut jika kamu melakukan hal yang sama."
Jelena terkekeh. Ia menghapus sisa air matanya. "Ada kata bijak yang berkata seperti ini, jika kebaikan hatimu tak dihargai oleh orang lain, lepaskanlah. Dan suatu saat, orang baik akan menemukanmu."
"Tuh kan, apa ku bilang. Pikiranmu lebih dewasa dari umurmu."
Jelena sekali lagi hanya tertawa.
"Makan yuk!" ujar Jun sambil menunjukan kantong plastik yang di bawahnya.
"Ok."
"Ayo ke ruangan bawah." ajak Jun.
Jelena dan Jun menuju ke kamar yang biasa di tempati Jelena. Di depan kamar itu ada meja yang biasannya memang di pakai Jelena untuk makan. Tas Jelena yang dengan sengaja ia tinggalkan di situ diambilnya untuk mengeluarkan tissue basah. Bersamaan dengan itu ponsel Jelena berbunyi. Ia melihatnya. Ada panggilan dari Sofia. Jelena tak tega mengabaikannya.
"Hallo.....!"
"Aunty, ada di mana? Aku di depan cafe tempat aunty bekerja namun kata mereka jam kerja aunty sudah selesai. Uncle Adras menelepon aunty tapi nggak diangkat. Kami semua jadi khawatir."
"Aunty baik-baik saja."
"Ada di mana? Biar aku jemput. Uncle sangat khawatir."
"Sofia, aunty nggak akan kembali ke rumah lagi."
"Tapi, kenapa? Ada apa?"
"Aunty merasa tersiksa dalam pernikahan ini. Uncle kalian sudah sembuh, kok."
"Uncle menyakiti aunty lagi kah?"
"Nggak. Aunty yang memang tak ingin bersama uncle kalian."
"Aunty kan sedang hamil."
"Iya. Tapi aunty akan baik-baik saja. Kalian bisa ketemu aunty besok. Bye...." Jelena mengahiri percakapan mereka. Ia bahkan menonaktifkan ponselnya.
Jun yang sementara mengeluarkan makanan dari kantong plastik hanya diam saja. Ia tak mau mengomentari apapun tentang keputusan gadis itu kecuali Jelena memintanya.
********
Cafe sudah tutup. Namun jalan di sekitar cafe masih ramai. Adras memarkir mobilnya di pinggir jalan. Ia sangat yakin kalau Jelena ada di sini.
Sudah hampir seratus panggilan dan puluhan pesan yang Adras kirim untuk Jelena. Namun istrinya itu tak mau mengangkat panggilannya, tak membaca pesannya bahkan kini ponselnya tak aktif. Jelena tak punya teman dekat selain Tari dan Tari tadi pulang sendiri ke rumahnya.
Pandangan Adras tertuju pada lantai dua cafe itu. Di sanalah kamar Jelena berada. Tapi bagaimana Adras bisa masuk ke dalam?
Ia sudah mencoba mengambil sebuah batu kecil dan melemparkan ke arah jendela. Namun tak ada tanda-tanda jendela itu di buka. Sampai akhirnya Adras membaca nomor telepon yang tertera di nama cafe itu. Adras menghubunginya.
Agak lama memang. Adras mengulangi panggilannya sampai akhirnya terdengar suara Jelena. "Hallo..."
"Jangan tutup, Na. Kita harus bicara."
"Adras....?"
"Ya. Please..., kamu harus mendengar yang sebenarnya."
"Aku tak mau bicara denganmu."
"Semua tak seperti yang kau lihat, Na." .
"Apa yang kulihat sudah lebih dari penjelasan yang dibutuhkan. Memang sebaiknya seperti ini. Perjuangkan saja cintamu bersama pasanganmu itu. Anita. Sungguh geli aku membayangkan. Kau punya hubungan dengan Anita, Mike dan juga Adam."
"Ceritanya bukan seperti itu, Na. Makanya kamu keluar dulu."
"Aku nggak mau !"
"Na, di luar mulai hujan."
"Aku nggak peduli." Jelena langsung membanting gagang telepon.
Dan hujan pun turun dengan deras. Jelena mencoba mengintip dari salah satu jendela kaca. Ia terkejut melihat Adras yang berdiri di teras cafe. Jika seperti ini, Adras pasti basah. Apalagi hujan yang turun disertai oleh angin yang keras. Lelaki itu terlihat kembali menelepon dan telepon di dalam cafe kembali berbunyi.
**********
Hujan turun semakin deras. Kaki Adras sudah basah dan terasa mulai sakit. Berulang kali ia menelepon, berulang kali ia mengetuk pintu namun Jelena tak mau membukanya. Sudah pukul 2 dini hari. Itu berarti sudah hampir 3 jam Adras ada di sini. Dia pun memutuskan untuk pulang. Sambil berlari, Adras menembus hujan untuk menuju ke tempat mobilnya di parkir.
Jelena menatap Adras yang pergi dari balik jendela kaca kamarnya. Ia memejamkan matanya, mengusap dadanya perlahan lalu segera membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Kita akan baik-baik saja berdua, anakku.
*********
Sampai di sini sudah ada yang bisa menebak? Adras ini gay, atau setengah gay? Atau lelaki tulen? Mengapa sampai ia terjebak dalam hubungan yang rumit ini?
Berikan komentar kalian ya....
Jelena