Frans tak pernah menunjukkan perasaannya pada Anna, hingga di detik terakhir hidup Anna. Wanita itu baru tahu, kalau orang yang selama ini melindunginya adalah Frans, kakak iparnya, yang bahkan melompat ke dalam api untuk menyelamatkannya.
Anna menitihkan air mata darah, penyesalan yang begitu besar. Ferdi, pria yang dia cintai ternyata hanya memanfaatkannya untuk mendapatkan perusahaan ayahnya dan kekayaan keluarga Anna.
Kedua tak selamat, dari kobaran api kebakaran yang di rancang oleh Ferdi dan Gina, selingkuhannya yang juga sahabat Anna.
Namun, Anna mendapatkan kesempatan kedua. Dia hidup kembali, terbangun tiga tahun sebelum pernikahannya dengan Ferdi. Tepat di hari ulang tahunnya yang ke 20.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Bukan Sekedar Anak Pungut
Mendengar suara berisik dan suara motor Frans di luar rumah. Ferdi yang tadi membuat kopi pun bergegas keluar.
"Loh, ngapain ayah kesini?" tanya Ferdi begitu melihat ayahnya turun dari mobil taksi online di bantu oleh Frans dan supir taksi ke kursi roda.
Frans hanya melihat Ferdi sesaat. Tidak ada niat dalam hatinya sama sekali untuk meminta bantuan kepada adiknya itu. Yang ada, kalau Frans minta bantuan kepada Ferdi, dia yang akan malu sendiri. Karena Ferdi itu tidak pernah mau di mintai bantuan oleh Frans.
"Terimakasih pak" kata Frans yang sudah memberi ongkos taksi pada supir itu dan supir itu pun segera pergi meninggalkan tempat itu.
"Kak, kenapa kamu bawa ayah kesini. Kamar disini cuma dua loh!" kata Ferdi.
Belum hilang rasa sakit hati Mukhtar karena sudah di usir oleh istrinya, dan Fikri juga tak perduli padanya. Sekarang, Ferdi malah bertanya kepada Frans, kenapa ayahnya di bawa kemari. Bukan tanya kenapa bisa datang kemari, tapi malah mengkhawatirkan kamar di rumah kontrakan ini yang memang hanya ada dua kamar.
Mukhtar tahu apa maksud Ferdi, pasti Ferdi tidak mau berbagi kamar dengannya yang sakit tidak berguna itu. Pria paruh baya yang rambutnya sudah banyak yang memutih itu hanya bisa memejamkan matanya. Menahan rasa sakit di hatinya dan di tubuhnya. Mukhtar sebenarnya sering merasa kesakitan, tapi dia menahannya. Jika cuaca dingin, seluruh tulang di tubuhnya akan merasa sakit.
Tapi, setiap malam dia menahan sendiri rasa sakit itu. Dia tidak membangunkan atau memanggil Yani ataupun Fikri. Mukhtar tidak ingin membuat mereka lebih sulit lagi. Tapi, semua itu juga ternyata tidak ada gunanya. Hanya dia yang terus sakit dan semakin sakit setiap harinya.
Bahkan uang untuk membeli obat yang diberikan oleh Frans. Kadang terpakai, dia pun tidak pernah mengeluh atau mengadu pada Frans. Dia memilih diam. Dia sadar dia hanya bisa menyusahkan. Dia benar-benar menelan semua itu, menahan semua rasa sakit itu sendirian tanpa suara. Sungguh ironis, ketika dia masih sehat, selama lebih dari 20 tahun dia menjadi kaki, menjadi tukang punggung untuk semua orang. Tapi saat beberapa tahun kakinya tak bisa digunakan, keluarganya justru seperti itu. Hanya Frans yang tulus pada Mukhtar, sungguh ironis sekali.
Frans tidak perduli dengan apa yang dikatakan oleh Ferdi. Dia tetap mendorong kursi roda ayahnya itu masuk ke dalam rumah.
"Ayah, sebentar ya. Aku akan ambil karung pakaian ayah dulu!" kata Frans memegang lengan ayahnya dengan lembut.
Dan cara bicara Frans pada Mukhtar juga selalu sopan dan halus. Mukhtar mengangguk dengan mata yang masih berkaca-kaca.
Ferdi masuk ke dalam rumah, bahkan sepertinya tidak ada niat sama sekali dari Ferdi membantu kakaknya itu membawakan karung itu masuk ke dalam rumah.
"Ayah, ada apa sih? ayah mau menginap disini? karung itu karung apa?" tanya Ferdi.
"Pakaian" jawab Mukhtar pelan.
Suaranya bergetar, dia bahkan belum makan dari siang. Dia memang diperlakukan seperti itu oleh Yani. Kalau ingat ya di beri makan, kalau tidak ingat yang tidak makan. Karena dia memang tidak bisa ambil makan sendiri di dapur. Dia tidak bisa berjalan.
Wajah Ferdi tidak senang mendengar ayahnya menjawab pertanyaannya.
"Pakaian? pakaian apa? untuk apa? ayah kau pindah kesini, ngapain sih yah..."
"Ayah akan tidur di kamarku! kamu tenang saja, aku yang akan mengurus ayah!" kata Frans yang berjalan ke arah kamarnya dengab karung pakaian yang dia bawa.
Tapi, meskipun mendengar hal seperti itu. Ferdi masih tidak senang.
"Mengurus bagaimana? kamu kerja pagi, siang, malam. Aku juga kerja kak, aku gak bisa lah jaga ayah..."
Mukhtar lagi-lagi terdiam. Benar kata pepatah. Satu orang ayah, satu orang ibu, akan sanggup mengurus, menjaga, membesarkan, membiayai banyak anak. Tapi, banyak anak, belum tentu bisa, atau mau mengurus satu orang tuanya. Sungguh menyedihkan.
"Ferdi, jangan khawatir. Aku akan pastikan mengurus semua keperluan ayah sebelum aku berangkat kerja" kata Frans.
Frans melihat ayahnya, menepuk perlahan bahu ayahnya yang mulai goyah.
'Sabar ayah, sekarang aku sudah punya pekerjaan yang sangat baik. Gajinya sangat besar untuk satu lukisan, aku akan melukis sebanyak-banyaknya. Aku akan sewa perawat untuk ayah, membeli rumah yang nyaman untuk ayah, aku akan membahagiakan ayah, seperti ayah berusaha membahagiakan aku saat aku kecil!' batin Ferdi.
"Ayah sudah makan belum?" tanya Frans dengan lembut.
Ferdi yang tak percaya dengan ucapan Frans. Pada akhirnya hanya melenggang pergi ke kamarnya dengan kesal.
Mukhtar diam, dia tidak enak kalau mau bilang 'belum'. Frans pasti lelah.
"Aku juga belum makan, kita makan bersama ya ayah!" ajak Frans yang lagi-lagi mendorong kursi roda ayahnya ke meja makan.
Frans menghangatkan lauk yang dia buat sore tadi. Dan menyiapkan semua keperluan makan ayahnya. Bahkan minuman hangat untuk ayahnya.
"Dokter bilang, ayah harus banyak minum air hangat. Kebetulan Frans masih ada sedikit yang, besok kita periksa ya. Tadi kan ayah jatuh dari tempat tidur!"
Frans yang datang ke rumah tadi, memang melihat ayahnya sudah berada di lantai. Karena bertengkar dengan ibunya, ayahnya sampai jatuh dari tempat tidur.
Mukhtar hanya mengangguk. Frans dengan hati-hati membantu ayahnya. Bahkan membersihkan semua tubuhnya, mengganti pakaiannya sebelum membantu Mukhtar, berbaring di atas tempat tidur.
"Kalau ayah mau ke kamar mandi, panggil Frans ya. Frans akan merapikan pakaian ayah dulu. Ayah istirahatlah!"
"Kamu, tidak bekerja nak? maaf karena ayah..."
"Tidak ayah, sekarang Frans sudah mendapatkan pekerjaan yang bagus. Anna..."
Frans menjeda ucapannya. Ayah dan ibunya juga tahu, kalau Anna itu pacar Ferdi.
"Maksudku, aku sudah mendapatkan pekerjaan yang bagus. Hanya bekerja dari jam 9 sampai jam 5. Weekend juga libur, aku akan punya banyak kesempatan menjaga dan menemani ayah" kata Frans dengan senyum tulusnya.
Mukhtar mengangguk paham. Dia percaya, dibalik kesulitan itu pasti ada kemudahan. Dulu, dia bersikeras mengangkat Frans menjadi anaknya, sekarang malah anak angkatnya itu lebih berbakti dari kedua anak kandungnya.
***
Bersambung...