NovelToon NovelToon
Naik Ranjang

Naik Ranjang

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Tamat
Popularitas:8.5M
Nilai: 5
Nama Author: Ichageul

ADRIAN PRATAMA. Itu nama guru di sekolah gue yang paling gue benci. Karena apa? Karena dia udah membuka aib yang hampir tiga tahun ini gue tutup mati-matian.

“Dewi Mantili. Mulai sekarang kamu saya panggil Tili.”

Nyebelin banget kan tuh orang😠 Aaarrrrggghhh.. Rasanya pengen gue sumpel mulutnya pake popok bekas. Dan yang lebih nyebelin lagi, ternyata sekarang dia dosen di kampus gue😭

ADITYA BRAMASTA. Cowok ganteng, tetangga depan rumah gue yang bikin gue klepek-klepek lewat wajah ganteng plus suara merdunya.

“Wi.. kita nikah yuk.”

Akhirnya kebahagiaan mampir juga di kehidupan gue. Tapi lagi-lagi gue mendapati kenyataan yang membagongkan. Ternyata guru plus dosen nyebelin itu calon kakak ipar gue😱

Gue mesti gimana gaaeeesss???

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tamu Tak Diundang

Pagi-pagi sekali, Aditya sudah sibuk membantu Nenden dan Dewi menyiapkan dagangannya. Dia membantu menggelar karpet plastik di pelataran depan rumah Dewi, dekat meja dagangan Nenden. Dia juga meletakkan dua buah meja kecil dan menata air mineral kemasan gelas serta tisu makan.

Kemudian dia menaruh tiga buah kursi plastik dengan posisi sejajar. Letaknya di depan karpet yang digelarnya tadi. Rencananya di kursi itu, dirinya, Dewi dan Roxas akan menampilkan pertunjukkan untuk menghibur pembeli yang datang. Pemuda itu nampak bersemangat sekali, padahal semalam baru jam satu malam kembali ke rumah.

“Adit, ayo sarapan dulu,” ajak Nenden. Wanita itu menaruh sepiring nasi uduk komplit di atas meja kecil yang ada di karpet.

“Ya ampun, ibu. Aku ngga enak loh dikasih gratisan terus.”

“Kamu juga udah bantu ibu. Udah dimakan dulu. Neng… ayo sarapan dulu.”

“Iya, bu.”

Terdengar suara Dewi dari dalam rumah. Tak lama kemudian, gadis itu muncul sambil membawa toples berisi kerupuk berwarna putih dengan pinggiran warna warni lalu menaruhnya di meja dagangan sang ibu.

Mata Aditya tak lepas memandang Dewi yang nampak segar pagi ini. Wangi parfum aroma buah-buahan yang menguar dari tubuhnya semakin membuat pemuda itu kesengsem pada pujaan hatinya. Walau hanya dipoles bedak tipis, kecantikan Dewi tetap terpancar. Hijab instan warna hitam yang dikenakannya, nampak kontras dengan kulitnya yang putih.

“Gimana hari pertama kerja?” tanya Dewi seraya mendudukkan diri di depan Aditya. Diletakkan piring berisi nasi kuning di atas meja kemudian mulai menyantapnya.

“Lumayan capek. Tapi orangnya asik-asik sih, jadi enjoy aja.”

“Namanya kerja pasti capek. Semangat ya.”

“Pasti dong. Apalagi aku kerja buat masa depan kita.”

“Mulai deh gombalnya.”

“Bukan gombalan, tapi keinginan hati terdalamku.”

“Emang apa sih yang kamu suka dari aku?” Dewi memberanikan diri menanyakan hal tersebut pada pria di hadapannya.

“Semuanya.”

“Ish gombal lagi.”

“Kamu selalu nganggep aku ngegombal, padahal itu jujur dari lubuk hati aku yang paling dalam. Kamu ngga lagi ngeceng cowok lain kan?”

“Ngga.”

“Yang benar?”

“Iya.”

“Yess!! Berarti aku ngga ada saingan. Jadi kamu mau kan jadi calon makmumku?”

BLUSH

Dewi tak menyangka Aditya akan mengatakan hal tersebut di pagi hari. Dan dia sangat yakin kalau sang ibu mendengar apa yang dikatakan pemuda itu barusan. Gadis itu menundukkan kepalanya, tak berani menatap Aditya.

“De.. jawab dong.”

Aditya memiringkan kepalanya, mencoba melihat wajah Dewi yang tengah tertunduk. Masih tak berani menatap wajah pemuda itu, Dewi menganggukkan kepalanya. Lesung pipi langsung tercetak di wajah Adit ketika senyumannya tersungging. Nenden yang diam-diam menyimak pembicaraan dua muda mudi itu, hanya mengulum senyum saja.

TIIT

TIIT

Perhatian Dewi dan Aditya langsung teralihkan ketika mendengar suara klakson motor. Bersamaan keduanya menolehkan kepala ke arah datangnya suara. Nampak si hejo mendekat lalu berhenti di depan kontrakan Adit. Setelah menaruh helmnya, Roxas berjalan mendekati Nenden.

“Assalamu’alaikum.”

“Waalaikumsalam,” Nenden mengusap puncak kepala Roxas, ketika pemuda itu mencium punggung tangannya.

“Gimana keadaan enin?” tanya Nenden.

“Alhamdulillah baik, bu. Ibu juga sehat kan?”

“Alhamdulillah. Udah sarapan belum?”

“Udah bu, tadi makan lontong sama gehu (tahu isi) hehehe…”

“Mau sarapan lagi ngga?”

“Mau tapi malu bu.”

“Kaya ke siapa aja. Tunggu di sana, ibu siapin dulu ya.”

“Makasih bu.”

Roxas berjalan menghampiri Dewi dan Aditya lalu mendudukkan diri di samping pria itu setelah menaruh gitarnya. Matanya melihat pada Dewi yang terlihat sedikit berbeda, biasanya sahabatnya itu selalu menyambut kedatangannya dengan kebawelan, tapi sekarang gadis itu nampak anteng menikmati sarapannya. Tak lama Nenden datang membawakan nasi kuning untuk Roxas.

“Makasih, bu,” Roxas menerima piring dari tangan Nenden. Tanpa menunda-nunda dia langsung menikmati makanan tersebut.

“Tumben ibu-ibu belum ada yang beli,” celetuk Aditya.

“Sekarang kan hari Sabtu. Biasanya pada mager dulu. Bentar lagi juga pada keluar,” jawab Dewi.

“Kita jadi mau konser?”

“Jadi. Makannya cepetan,” ujar Aditya.

“Micky ama Hardi jadi ke sini ngga?”

“Jadi, lagi di jalan katanya. Si Budi sama Bobi juga mau ikut katanya.”

“Ngga apa-apa. Tambah rame tambah seru,” ujar Dewi.

“Iya, mereka mau ikutan. Sekalian belajar bareng juga katanya.”

“Sip deh.”

Ketiganya segera menyelesaikan sarapannya. Sebentar lagi, para penghuni kontrakan akan mulai berdatangan membeli dagangan Nenden.

Usai sarapan, Dewi segera membereskan piring dan membawanya ke dapur. Aditya dan Roxas segera bersiap di kursi yang sudah disiapkan tadi. Aditya menepuk kursi di sebelahnya, meminta Dewi untuk duduk, begitu gadis itu keluar dari rumah. Dewi mendudukkan diri di antara Aditya dan Roxas, bersiap untuk memulai konser mereka. Mereka berdiskusi sejenak, membicarakan lagu yang akan dinyanyikan. Setelah sepakat Aditya dan Roxas mulai memainkan gitarnya.

Baru saja Dewi memulai nyanyiannya, para tetangganya mulai berdatangan menuju meja dagangan sang ibu. Lia datang bersama dengan suaminya. Wanita itu ingin makan di tempat sambil menikmati pertunjukkan musik. Berturut-turut muncul Farah, Titin dan beberapa penghuni kontrakan lainnya.

“Lepaskanlah ikatanmu dengan aku, biar kamu senang. Bila berat melupakan aku, pelan-pelan saja.”

Suara merdu Dewi terdengar menyanyikan salah satu lagu hits milik band Kotak. Tak disangka, ternyata para pembeli memilih makan di tempat begitu mengetahui ada live music yang ditampilkan. Nenden sampai harus menggelar karpet tambahan untuk para pembeli.

Setelah Dewi menyanyikan satu lagu, teman-temannya datang. Micky, Hardi, Budi dan Bobi langsung saja bergabung. Mereka semua kembali berunding. Seperti biasa, Hardi selalu memberi arahan apa yang harus dilakukan. Pria itu sengaja membawa tongsis untuk mempermudah proses perekaman. Rencananya dia akan menampilkan reel di akun instagramnya yang followersnya sudah lumayan banyak.

Aditya dan Roxas kembali memainkan gitarnya. Kali ini giliran Aditya yang akan bernyanyi solo. Keduanya sengaja membuat irama yang sedikit up beat hingga memungkinkan Micky, Bobi dan Budi berjoged.

“Calonku memang dekat. Lima langkah dari rumah. Tak perlu kirim surat. WA juga nggak usah. Kalau rindu bertemu. Tinggal nongol depan pintu. Tangan tinggal melambai. Sambil bilang hello, sayang,” Aditya melihat pada Dewi ketika menyanyikan lirik lagu berjudul pacar lima langkah, yang beberapa liriknya diganti olehnya.

“Icikiwir.. asik-asik joss,” seru Micky seraya menggoyangkan pinggulnya.

Begitu pula Bobi dan Budi yang asik berjoged seraya menggerakkan kedua ibu jarinya sambil berjalan maju mundur. Hardi sendiri sibuk melakukan siaran langsung. Terkadang dia mengarahkan kameranya pada para performers, terkadang pada para dancers, pada pembeli yang tengah menikmati makanannya dan tak lupa menyorot Nenden beserta dagangannya. Kemudian pemuda itu mengarahkan kamera padanya.

“Hai gaeesss… yang mau ikut sarapan nasi uduk dan nasi kuning yang rasanya edun pisan. Kuy.. langsung aja dateng ke lesehannya ibu Nenden, di kontrakan pak Haji Soleh yang terkenal seantero Pungkur,” Hardi mengakhiri siaran reelnya.

Suara tepuk tangan langsung terdengar begitu Aditya mengakhiri nyanyiannya. Para pembeli masih betah duduk di sana menikmati pertunjukkan yang disuguhkan Dewi, Aditya dan Roxas. Bahkan ada yang menambah porsi saking semangatnya makan sambil diiringi nyanyian dari biduan bersuara merdu.

“Bapak, ibu, ada yang mau request lagu ngga?” tanya Aditya.

“Pecah seribu.”

“Ojo dibanding-bandingke.”

“Buih jadi permadani.”

“Runtah.”

“Dermaga biru.”

“Buleud.”

“Waduh seeur pisan requestna (banyak banget requestnya). Kumaha mun lagu kebangsaan anak IPS tilu bu ibu, pak bapak?” seru Roxas.

“Bolehlah,” sahut para penonton.

“Lagu apaan emangnya?” tanya Aditya bingung.

Roxas membisikkan sebuah judul lagu di telinga Aditya. Pemuda itu menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Tak disangka lagu yang dulu sering dinyanyikan dirinya bersama anak tongkrongan juga menjadi lagu kebangsaan kelas Roxas. Aditya dan Roxas langsung memainkan musik, dan para dancers langsung bergoyang. Kali ini Hardi juga ikutan bergoyang.

“Cukup sekali aku merasa. Kegagalan cinta. Takkan terulang kedua kali. Di dalam hidupku. Hm-mm, ya nasib, ya nasib. Mengapa begini? Baru pertama bercinta. Sudah menderita. Cukup sekali aku merasa. Kegagalan cinta.”

Hardi, Bobi, Micky dan Budi terlihat bergitu asyik bergoyang, membuat bapak—bapak yang ada di sana latah untuk ikut bergoyang. Sambil menarik para istri, mereka mulai bergoyang menikmati alunan lagu milik H. Rhoma Irama tersebut.

“Kau yang mulai, kau yang mengakhiri. Kau yang berjanji, kau yang mengingkari. Kau yang mulai, kau yang mengakhiri. Kau yang berjanji, kau yang mengingkari. Kalau tahu begini akhirnya. Tak mau dulu ku bermain cinta.”

Kompak semua menyanyikan bagian refrain, membuat suara Aditya dan Dewi tenggelam di tengah keriuhan suara mereka yang nano-nano terdengar di telinga. Ada yang melengking tinggi, ada yang rendah seperti bass, tak sedikit yang fals dan melenceng dari nada. Namun semua nampak enjoy dan menikmati pertunjukkan di pagi hari.

Nenden yang memperhatikan dari tempatnya duduk tak dapat berhenti menyunggingkan senyuman. Hatinya bertambah bahagia melihat senyuman sang putri yang sempat menghilang beberapa waktu lalu. Sepertinya kehadiran Aditya memberikan warna tersendiri dalam kehidupan Dewi.

🌸🌸🌸

Jam delapan pagi, semua dagangan Nenden sudah terjual habis tanpa bersisa, bahkan pesanan loteknya sudah menumpuk saja. Wanita itu benar-benar bersyukur atas rejeki tak terhingga yang diperolehnya hari ini. Dan itu tak lepas dari peranan sang anak bersama teman-temannya, termasuk Aditya, sang penggagas ide.

Usai membantu ibunya membereskan dagangan, Dewi kembali berkumpul bersama teman-temannya. Kegiatan mereka berlanjut dengan belajar bersama untuk ujian yang akan mereka hadapi hari Senin nanti. Aditya sendiri tengah bersiap untuk bekerja. Di hari keduanya, dia harus masuk lebih awal karena kondisi hotel yang ramai pada weekend.

Adit keluar dari kontrakannya tepat pukul sembilan. Tubuhnya sudah terbungkus T-shirt warna abu yang dilapisi jaket dan celana jeans warna hitam. Sebuah ransel tergantung di punggungnya. Pemuda itu menghampiri Dewi dan yang lainnya sebelum berangkat kerja.

“Bro.. gue gawe dulu, ya,” ujar Aditya pada yang lain.

“Ok, bro.”

“De.. doakan kandamu ini ya,” Aditya mengedipkan matanya pada Dewi.

“Hati-hati,” jawab Dewi malu-malu.

“Uhuk… berasa kambing conge,” celetuk Roxas.

“Apalah arti kita, cuma dianggap laler ijo,” sambung Micky.

“Mending laler ijo, ini makhluk astral,” lanjut Hardi.

“Berasa numpang nafas doang gue,” timpal Bobi.

“Sakit tak berdarah.”

Semua langsung menolehkan kepalanya pada Budi. Selanjutnya toyoran bertubi langsung mendarat di kepala pemuda itu. Budi memang salah satu fans setia Dewi, setia mencinta namun Dewi pun tetap setia menolak. Aditya menggelengkan kepalanya melihat respon para sahabat Dewi. Dia segera menaiki tunggangannya dan menjalankannya perlahan.

“Kok kaya motornya pak Adrian, ya,” ujar Roxas pada Micky.

“Masa?” tanya Micky.

“Yuk ah lanjut gaeessss…”

Pembicaraan Roxas dan Micky terpotong ketika mendengar suara Hardi. Akhirnya keenam orang tersebut kembali berkutat dengan latihan soal yang dibawa oleh Hardi. Beberapa kali bintang kelas itu membantu menerangkan pada temannya yang lain. Terkadang Dewi ikut membantu juga.

Tak terasa satu jam berlalu, namun keenam siswa tersebut masih belum mengakhiri sesi belajarnya walau mereka tadi sempat berpindah tempat ke teras demi menghindari sinar matahari yang sudah menunjukkan taringnya.

“Anjrit hese euy.. taluk urang mah (susah lah. Nyerah gue),” seru Roxas seraya membanting pensil di tangannya.

Kali ini mereka tengah mempelajari matematika. Wajah mereka mulai terlihat kisut, bahkan Hardi pun nampak kesulitan menjawab soal latihan tersebut. Beberapa kali dia mengacak rambutnya karena frustrasi tak bisa menyelesaikan soal tersebut. Begitu pula dengan Dewi yang sudah mentok, selalu salah menggunakan rumus.

“Skip we lah. Lieur aing (lewat aja, pusing gue),” celetuk Micky.

“Kela, urang manggil bala bantuan heula (bentar gue panggil bala bantuan dulu),” ujar Roxas.

“Saha? (siapa?),” tanya Hardi.

Tak ada jawaban dari Roxas. Pemuda itu berdiri sambil membawa ponselnya, kemudian berjalan sedikit menjauh. Setelah berbicara dengan seseorang yang dianggap malaikat penolongnya, dia kembali pada teman-temannya.

“Bari nungguan bala bantuan, mending urang tararucingan heula (sambil nunggu bala bantuan, mending kita main tebakan dulu),” usul Roxas.

“Embung, tarucingan jeung maneh mah matak turun bero (ngga mau, main tebakan sama elo bikin turun bero),” ujar Micky.

“Mending hees (mending tidur),” Bobi merebahkan tubuhnya di lantai.

“Nyaan ieu mah. Matak naon pocong dibungkus ku kain bodas? (beneran ini. Kenapa pocong dibungkus kain putih?).”

“Pan kain kafan, kehed,” jawab Micky.

“Mun kain hideung moal katingali atuh, moal bisa nyingsieunan (kalau kain hitam, ngga akan kelihatan, ngga bisa nakut-nakutin),” jawab Budi.

“Salah. Mun dibungkus ku daun pisang, bisi dihakan ku si Bobi, disangka lontong hahaha… (kalo dibungkus daun pisang takut dimakan Bobi, disangka lontong).”

“Anjrit ka aing wae, teu beuki pocong aing mah (sialan ke gue mulu, ngga suka pocong gue mah),” kesal Bobi seraya menendang bokong Roxas yang tengah terpingkal.

Keriuhan mereka bertambah ketika Nenden membawakan minuman dingin berwarna orange serta pisang goreng dan bala-bala (bakwan). Tanpa dipersilahkan, langsung saja mereka menyerbu hidangan tersebut.

“Mantul, cai baal jeung orson (mantul, air es sama sirup),” celetuk Roxas yang langsung disambut toyoran yang lain.

🌸🌸🌸

Setengah jam kemudian, bala bantuan yang dimaksud Roxas datang. Semua yang ada di teras langsung mengarahkan pandangan pada Avanza hitam yang berhenti di dekat kontrakan Dewi. Tak lama berselang, sang pemilik kendaraan turun dari dalamnya. Mata Dewi membulat melihat kedatangan Adrian.

“Ngapain tuh orang ke sini?” seru Dewi.

“Itu bala bantuan yang gue maksud. Mantul kan, gue telepon langsung datang si bapak,” bangga Roxas.

“Mantul pala lo peyang. Yang ada bengek gue, kalo ada pak Adrian,” kesal Dewi.

“Assalamu’alaikum.”

“Waalaikumsalam. Mari duduk pak. Ya ampun terima kasih sudah mau menerima undangan saya, pak,” ujar Roxas sambil memberikan tempat duduknya. Dia lalu menggeser tubuh Micky agar bisa duduk di dekat Adrian.

“Bapak ngapain ke sini?” ketus Dewi yang langsung dihadiahi pelototan yang lain.

“Saya ke sini diundang sama Roxas. Ada masalah?”

“Kan tuan rumahnya saya. Untuk saat ini saya ngga terima tamu ngga diundang.”

“Yang undang saya, Roxas, bukan kamu,” jawab Adrian santai.

“Tapi kita ngga butuh bapak.”

“Yakin?”

“Eh ngga, pak. Kita butuh bapak, beneran deh,” timpal Roxas.

“Iya, pak. Otak saya udah buntu nih ngerjain soal matematika,” sahut Hardi.

“Dengar kan? Semua mau saya di sini. Kalau kamu ngga suka, masuk aja sana. Dari pada di sini cuma bikin polusi suara sama bikin pemandangan ngga enak.”

Mata Dewi makin membulat mendengar ucapan Adrian. Wali kelasnya itu memang selalu mengeluarkan kata-kata ajaib yang bisa membuatnya seketika kehabisan nafas. Kalau tidak ingat butuh bantuan wali kelas menyebalkannya itu untuk menyelesaikan soal latihan, Dewi ingin masuk ke kamar saja.

“Wi.. pa Adrian suguhin dulu apa gitu,” celetuk Roxas. Dewi pura-pura tak mendengar ucapan sahabatnya itu.

“Memuliakan tamu itu wajib hukumnya bagi seorang muslim. Entah kenapa umatnya Rasulullah yang satu ini, sikapnya jauh dari tauladannya, ck.. ck.. ck..” sindir Adrian.

Semua yang ada di sana hanya senyum-senyum saja mendengar perang mulut antara Adrian dan Dewi yang seperti Tom and Jerry. Dewi melihat kesal pada Adrian yang terang-terangan menyindirnya.

“Ish.. Bapak mau minum apa? Air aki mau?”

“Boleh.. asal kamu duluan yang minum.”

“Bhuahahaha…”

Roxas tak bisa menahan lagi tawanya. Dewi berdiri dari duduknya, sambil menghentakkan kaki, gadis itu masuk ke dalam rumah untuk mengambilkan minuman untuk wali kelas yang selalu membuatnya naik darah.

Sementara itu, diam-diam Bobi mengambil gambar Adrian kemudian mengirimkan ke grup WA kelasnya dengan caption Gaaeeesss kita lagi belajar bareng pak Adrian di rumah Tili. Tak lama banyak pesan masuk di grup menanggapi foto yang dikirimkan Bobi.

🌸🌸🌸

Yaa.. Kok part pak Adrian dikit banget? Tenang, masih lanjut besok kok😎

Kira² apa respon anak IPS 3 dengar walas gantengnya ada di rumah Dewi?

**Adrian dan Aditya kok belum ketemu? Sabar ya, mamake masih belum mau lihat Adrian patah hati😂

Di kolom komentar ada beberapa yang bilang kalau baca ulang KPA. Jujur aku terharu banget🥺 ternyata kesan kalian sama KPA segitu dalamnya. Aku berharap NR juga bisa memberikan kesan mendalam untuk kalian. Love you all, my best readers😘😘😘**

1
Maulana ya_Rohman
bolqk balek baca kok ya madih aja ada bawang nya.... 😭...
kanebo nya masih gak thor.. aku mau 1 aja...😞
Maulana ya_Rohman
bolqk balek baca kok ya madih aja ada bawang nya.... 😭...
kanebo nya masih gak thor.. aku mau 1 aja...😞
Maulana ya_Rohman
nangkring comend lagi...
dari bab awal dak comed...
krn mengulang baca dan gak ada bosen nya yang ada malah bikin kangen😍😍
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝: Halo kak baca juga d novel ku 𝙖𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙜𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profilku ya. trmksh🙏
total 1 replies
Maulana ya_Rohman
mampir lgi yang ke skian kali nya thor...
lagu "bring me to life" teringat karya mu thor🙈
Herlambang Lutvi
kemana saja diriku sampai novel sebagus baru Akau baca,,ini cerita cinta segitiga yg paling natural dah kaya film ini mah
sherly
dr sekolah sampai dah punya anak eh anaknya pada ngumpul buat Genk... novelmu emang seruuu Thor tp kenapa kisah anak2 mereka ngk di NT?
sherly
tiba2 JD melowwww
sherly
baca novelmu tu buat bahagiaaa.... awalnya senyum2 eh ujung2nya ngakak...
sherly
hahahahha rejeki si Budi
sherly
tq Thor untuk novelmu yg rasanya tu kayak nano nano... baru baca satu novelmu kyaknya bakalan lanjut ke novel yg lain...
sherly
lengkap sudah kebahagian Adrian dan dewi
sherly
jadi pengen liburan jugaaaaa
sherly
kalo soal pede emang si Budi nih juaranya.... maju terus bud
sherly
hahahahahha nasib duo B si jomblo sekarat
sherly
hahahah muslihat preman pensiun
sherly
Doni dah dapat satu restu... semangkaaaa
sherly
Hahahhaa masih kurang tu.. sibudi buluk mesti di kasi 20 sks biar bisa cari cewek yg bener ke depannya...
sherly
hahahha Mila sampai sewa satpam buat jd pasangannya... emang teman si Dewi smuanya kelakuannya diluar prediksi BMKg...
sherly
aku kira lagu Ari lasso malaikat tak bersayap ternyata ciptaan othor TOP dah
sherly
mulai pasang spanduk, umbul2 don... hehehehhe
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!