Kuliah? Haruskah aku menjadi cepat dewasa, menemukan pasangan lalu menikah? Tunggu, aku harus meraih gelar sarjanaku lebih dulu. Tapi, bagaimana kalau bisa meraih keduanya?
Oh, Tidak ...! Ini benar-benar membingungkan.
Ini kisah Adinda Dewi Anjani, gadis desa yang terpaksa merantau ke kota untuk kuliah, demi menghindari perjodohan dengan anak kepala desa yang ketampanannya telah menjadi sorotan berita.
Lika-liku kisah Anjani mengejar gelar sarjana, tak luput dari godaan cinta masa kuliah. Apalagi, tren slogan "Yang Tampan Jangan Sampai Dilewatkan" di antara geng kampusnya, membuat Anjani tak luput dari sorotan kisah cinta. Lalu, akankah Anjani lebih memilih cinta sesama daripada gelar yang pernah dimimpikan olehnya? Atau justru pembelajaran selama masa kuliah membuatnya sadar dan memilih hijrah? Yuk, kepo-in ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indri Hapsari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CS1 Di Rumah Mario
Suasana di tepi kolam renang rumah Mario mendadak berubah setelah Juno melontarkan pertanyaan tentang perjodohan Mario. Sebenarnya Juno tertarik untuk mengungkitnya sejak aksi mata-mata di tutor terakhir dulu. Namun, musim ujian membuatnya fokus dan mengesampingkan lebih dulu rasa ingin tahunya tentang Mario. Penuturan Meli telah memicu rasa ingin tahunya tumbuh kembali. Juno tak lagi sungkan untuk bertanya. Kini dia menatap serius mata Mario dan menantikan penjelasannya.
"Apa benar Mas Mario sudah dijodohkan?” tanya Juno sekali lagi dengan tatapan mata serius.
Ekspresi Mario yang sempat berubah kini kembali seperti semula. Tak ada raut terkejut di wajahnya, justru sebuah senyum tiba-tiba terlukis di wajah tampannya. Mario mengambil jus mangga miliknya, lalu meminumnya beberapa teguk. Hingga gelas diletakkan kembali ke meja, Mario belum juga menjawab pertanyaan Juno. Lagi-lagi senyum khas Mario terumbar begitu saja.
"Uh, Mas Ken! Apa Mas Mario memang menyebalkan seperti ini?" tanya Juno pada Ken. Dia gemas melihat ekspresi Mario yang tak kunjung menjawab pertanyaannya.
"Haha .... Akhirnya kau sadar juga kalau Mario memang menyebalkan," tutur Ken sambil menepuk-nepuk bahu Juno.
"Benar, aku memang sudah dijodohkan!" ujar Mario tiba-tiba saat Juno tengah mengeluh gemas pada Ken.
Demi memastikan tidak salah dengar, Juno dan Ken kembali menoleh ke arah Mario. Juno menatap serius, sementara Ken pindah posisi duduk dan mendekat pada Mario.
"Serius?" tanya Juno dan Ken bersamaan.
"Tentu saja aku bercanda," ujar Mario diikuti tawa ringan.
Juno tepuk jidat, lalu bergegas meminum jus mangga keduanya. Ekspresi Ken beda lagi. Dia meminta tos dengan Mario, dan setelah mendapatkan tos dia kembali ke tempat duduknya tadi.
"Jadi, waktu itu Mas Mario bohong dong ke Anjani sama Meli. Iya, kan Mas?" tanya Juno setelah emosinya kembali dapat diatasi.
"Juno, pertanyaan itu sekaligus menjelaskan bahwa kalian memang benar-benar mengikuti sekaligus menguping obrolan kami," jelas Mario tanpa memudarkan senyumannya.
Deg!
Juno seketika mematung mendengar penjelasan itu. Dia terlambat menyadari akibat dari pertanyaannya. Kini, dia hanya bisa nyengir sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Perlahan, dia pun mengubah posisi duduknya, dari yang semula menghadap Mario berganti menuju arah Ken.
Ditatap Juno membuat Ken jadi serba salah. Niatnya mau pura-pura tidak tahu dan mengelak, tapi rupanya gagal. Ken akhirnya tertawa aneh. Dia juga memutuskan untuk mengaku dan membenarkan jika dia dan Juno telah menguping obrolan Mario.
"Kalian tidak akan kutuntut karena itu. Tenang saja!" ujar Mario.
"Haha .... Oke-oke! Terus ngapain bohong segala sama mereka? Iseng?" tanya Ken. Dia lega karena suasana sudah kembali renyah.
"Tidak juga. Saat itu aku hanya ingin memastikan sesuatu," jawab Mario terus terang.
Mendadak senyum Mario tersimpan kembali. Dia melihat ke arah air kolam. Tidak untuk mengamati airnya yang terlihat segar, itu hanya sebuah tatapan kosong, sementara pikirannya melambung jauh.
Saat tutor terakhir waktu itu, Mario sudah menduga pertanyaan yang akan diajukan padanya. Sebenarnya dia tidak bermaksud berbohong menggunakan alasan sudah dijodohkan. Dia hanya ingin tahu reaksi Meli dan Anjani. Di luar dugaan, justru Anjani yang saat itu terlihat salah tingkah sesaat setelah Mario berkata bahwa dia sudah dijodohkan. Ada sesuatu pada diri Anjani. Dan ... Mario tertarik untuk mengetahuinya.
"Hai, bro! Cepat ceritakan! Apa yang pengen kau pastikan saat itu?" tanya Ken yang posisi duduknya kini kembali mendekat di samping Mario.
"Apa aku terlihat seperti akan bercerita pada kalian?" tanya Mario.
"Iya," jawab Ken singkat.
"Tidak akan!" ujar Mario. "Ikut aku saja ke lantai dua. Ada oleh-oleh untuk kalian dari ayahku. Ayo!" ajak Mario dan langsung disambut baik oleh Ken dan Juno. Ajakan itu juga sukses mengalihkan perhatian Ken dan Juno untuk tidak memaksa Mario bercerita.
Ken dan Juno melangkah santai di belakang Mario. Mereka bertiga tidak langsung menuju lantai dua, tapi mampir ke ruang tamu lebih dulu untuk membawa oleh-oleh dari ayah Mario. Ada lima paper bag ukuran besar yang harus mereka pindahkan ke lantai dua. Juno sukarela membawa tiga paper bag sekaligus, sementara Ken dan Mario masing-masing membawa satu paper bag.
Sesampainya di lantai dua, tempat yang dituju pertama kali adalah balkon. Di tempat itu mereka bertiga terbiasa berkumpul dan menjalin persahabatan bersama.
"Letakkan saja di atas meja," ucap Mario.
"Oke, Mas!" jawab Juno.
"Aku penasaran barang seperti apa yang dibawa ayah Mario. Pasti barang mahal!" tebak Ken.
"Kau tau persis apa yang ada di dalamnya, Ken. Tidak perlu penasaran lagi!" ujar Mario.
"Eh, benarkah? Ini beneran barang-barang mahal?" tanya Ken.
"Buka saja sendiri!" suruh Mario pada Ken yang terlihat sudah tidak sabaran.
Ada lima paper bag oleh-oleh dari ayah Mario. Paper bag besar warna putih polos menjadi yang pertama kali dibuka oleh Ken. Bagian atas paper bag tertutup rapat menggunakan isolasi bening. Perlahan Ken membukanya dan mengeluarkan isinya.
"Wow, sepatu!" tutur Ken.
Beralih ke paper bag lainnya, Ken memilih paper bag warna putih kombinasi cokelat. Sama seperti sebelumnya, bagian atas paper bag tertutup rapat menggunakan isolasi bening. Lagi-lagi Ken membukanya dengan perlahan takut merusak barang di dalamnya jika benar itu barang mewah. Namun, isinya ternyata ....
"Wow, sepatu lagi!" ucap Ken untuk kedua kali.
Ken seketika melirik tajam ke arah Mario yang sedang bersandar di pembatas balkon. Yang dilirik sangat peka, dan langsung mendekat ke arah Ken.
"Tiga lagi yang belum kamu buka, Ken. Bukalah!" pinta Mario.
"Haha ... sepertinya aku tau isinya," kata Juno ikut menanggapi.
"Aku pun bisa menebak isinya dengan mata tertutup, Jun. Sepatu!" ujar Ken.
Meski berkata bisa menebak dengan mata tertutup, Ken tetap membuka tiga paper bag lainnya. Masih dengan isolasi bening yang sama, Ken tetap membukanya dengan perlahan. Namun, kali ini karena takut merusak paper bag yang memiliki desain warna yang elegan.
"Aha, jadi seperti ini ya oleh-oleh untuk putra kesayangan pemilik tiga pabrik sepatu. Mantap! Aku pilih yang ini saja. Pas dengan ukuran kakiku. Yang ini cocok untukmu Juno, dan sepertinya pas di kakimu. Coba!" perintah Ken agar Juno mencoba sepatu yang direkomendasikan untuknya.
"Sip, Mas. Pas bener sama kakiku. Tapi ... ini kenapa ada sepatu cewek Mas Mario? Buat siapa?" tanya Juno penasaran karena ada dua model sepatu wanita.
"Itu untuk Anjani," jawab Mario tanpa basa-basi. Dia bahkan menyebut nama Anjani dengan tersenyum penuh arti demi melihat ekspresi Juno.
"Serius?" tanya Juno dan Ken bersamaan.
Niat Mario ingin melihat ekspresi terkejut Juno, tapi Ken malah ikut-ikutan terkejut. Akan tetapi, di luar itu semua penuturan Mario benar adanya. Mario memang akan memberikan sepatu itu pada Anjani.
"Aku berhutang maaf padanya," jelas Mario. Kali ini ekspresinya serius.
"Maaf karena sudah berbohong soal perjodohan itu, Mas?" selidik Juno. Dia yang paling semangat bertanya.
"Bukan, ada hal lain sebelum itu. Mau ikut?" tanya Mario menawari Juno. Senyum Mario telah terlukis kembali.
"Beneran boleh ikut, Mas?" tanya Juno antusias.
"Tentu saja tidak boleh, Juno! Aku akan berbicara berdua saja dengan Anjani. Hatimu tidak akan terluka karena itu kan?" tanya Mario semakin memancing reaksi Juno.
"Ahaha, ya enggaklah. Santai aja, Mas. Mentalku tangguh. Dua kali ditolak sama sekali nggak ada efek samping yang bisa membuatku sampai meratapi diri. Ajaran Mas Ken ini!" tunjuk Juno pada Ken.
"Nggak perlu bawa-bawa namaku, Jun!" protes Ken.
Suasana seketika begitu renyah. Bukan karena paper bag berisi sepatu, itu hanya perantara saja. Semua suasana menyenangkan itu tercipta lantaran persahabatan mereka yang dilandasi rasa saling percaya.
***
Mario baru saja mengantar Ken dan Juno hingga ke gerbang depan. Beberapa detik setelah kepulangan Ken dan Juno, smartphone Mario bergetar. Saat dilihat, rupanya ada sebuah pesan singkat dari ayahnya.
Alenna akan pulang ke Indonesia dalam waktu dekat. Pastikan untuk menyambutnya dengan benar.
"Alenna kembali," tutur Mario lirih.
Tanpa membalas pesan lebih dulu, Mario memilih untuk langsung menelepon ayahnya. Mario hendak menyampaikan sesuatu, tapi ayah Mario lebih dulu mengatakan lagi pesan singkat yang baru saja dikirim. Belum sampai Mario menanggapi, telepon telah ditutup. Sempat mematung sebentar dan diikuti hembusan nafas panjang, Mario kemudian bergegas melangkah masuk ke dalam rumah.
***
FB : Bintang Aeri
IG : bintang_aeri
Dukung karya author di sana ya 💙
Eh, aku juga punya cerita nih guys.
Nggak usah penasaran ya, karena bikin nagih cerita nya🥺
jgn lupa mampir juga di novelku dg judul "My Annoying wife" 🔥🔥🔥
kisah cewe bar bar yang jatuh cinta sama cowo polos 🌸🌸🌸
tinggalkan like and comment ya 🙏🙏
salam dari Junio Sandreas, jangan lupa mampir ya
salam hangat juga dari "Aster Veren". 😊