Tentang Jena, wanita malang yang lahir dari hasil perselingkuhan. Dulu, ayahnya berselingkuh dengan seorang pelayan dan lahirlah Jena.
Setelah ibunya meninggal, ayahnya membawanya ke rumah istri sah ayahnya dan dari situlah penderitaan Jena di mulai karena dia di benci oleh istri ayahnya dan juga Kaka tirinya.
selama ini, Jena selalu merasa sendiri. Tapi, ketika dia kuliah dia bertemu dengan Gueen, dan mereka pun bersahabat dan lagi-lagi petaka baru di mulai, di mana tanpa sengaja dia tidur dengan Kaka Joseph yang tak lain kakanya. Hingga pada akhirnya Jena mengandung.
Dan ketika dia mengandung, Josep tidak mau bertanggung jawab karena dia akan menikah dengan wanita lain. Dan kemalangan menimpa Jena lagi di mana dokter mengatakan bahwa bayi yang di kandungnya mengandung down sydrome.
Dan ketika mengetahui Jena hamil, Joseph menyuruh Jena untuk mengugurkan anak mereka, tapi Jena menolak dan lebih memilih pergi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
men temen maaf baru update, ya. tapi aku update 3 bab dengan bab yang super panjang dan di akhir ada part yang kalian tunggu.
“Cio, tidak apa-apa, aku ingin memberikan waktu untuk berbicara dengannya." Jena menatap Cio, setelah Cio datang, Jena rasa dia harus berbicara untuk menegaskan semuanya. Dia tidak ingin Joseph mendatanginya lagi dan membahas hal ini.
“Tapi, Nona.” Cio tampak keberatan dengan keinginan Jena. Sebab helmia sudah mewanti-wanti agar Jena tidak berhubungan lagi dengan putranya dan juga seluruh yang berhubungan dengan putranya.
“Tidak apa-apa, Cio. Nanti aku akan berbicara pada Bibi helmia," ucap Jena hingga kini, Jena masuk ke dalam mobil disusul Josep yang juga ikut masuk.
Dan kini, Jena serta Joseph sudah duduk di mobil milik Jena, ketika masuk tidak ada yang berbicara, Joseph terdiam begitupun dengan Jena. jujur, Joseph sama sekali tidak merasa bersalah ataupun tidak merasa malu dengan kelakuannya pada Jena, satu-satunya hal yang membuat Josep bersikap begini adalah karena dia ingin lebih dekat dengan putrinya, dan ingin mendapatkan maaf dari keluarganya.
Walaupun dia juga tidak yakin putrinya mau menerimanya, tapi jauh di atas itu Joseph hanya berpikir bagaimana caranya agar keluarganya memaafkannya, dan satu-satunya cara hanya lewat Haura.
“Jena!” Panggil Joseph
“Hmm." Jena menjawab dengan deheman, matanya menatap lurus ke depan, rasanya dia begitu enggan menatap wajah Ayah dari anaknya, teringat bAgaimana arogannya Joseph padanya.
“Aku ingin minta maaf atas apa yang terjadi ...." Dan pada akhirnya, Joseph pun menjelaskan semuanya, tentang niatnya dan lain-lain membuat Jena tersenyum getir.
“ Aku tidak ingin berbicara panjang lebar. Aku tidak ingin mengatakan apapun tentang yang terjadi di masa lalu, tapi kehidupanku dan Haura sekarang sudah jauh lebih baik, aku tidak ingin lagi mengotori kebahagiaanku dengan masa lalu, Jadi tidak akan ada celah untukmu masuk ke dalam hidup Haura,” jawab Jena. “Kalau begitu silahkan keluar, tidak ada lagi yang perlu diucapkan.” Jena berucap dengan tegas.
“Jena, beri aku kesempatan, aku akan ...."
“Tidak ada, tidak ada kesempatan," jawabnya dengan tegas, hingga Joseph menghela nafas.
“Tolong keluar dari mobilku, aku harus pulang.”
Joseph menghela nafas lagi, dengan lesu Joseph pun langsung keluar dari mobil jeena, hingga Jena langsung menyalakan dan menjalankan mobilnya.
Setelah mobil Jena tidak terlihat, Joseph pergi ke mobilnya, setelah masuk kedalam mobil, lelaki menyenderkan tubuhnya ke belakang. Sekarang, Joseph begitu buntu, dia berharap tadinya Jika dia dekat dengan Haura atau Haura dekat dengannya, dia akan bisa mendapatkan keluarganya kembali.
***
Jena turun dari mobil, wanita cantik itu memutuskan untuk singgah sejenak di cafe. Setelah memesan, Jena mengutak-atik ponselnya, dia langsung menelpon Soraya yang kini sedang terapi di temani Gueen, tapi ternyata Soraya tidak mengangkat panggilannya.
Tak lama terdengar suara kursi bergeser membuat Jena menoleh ke arah depan. Mata Jena membulat ketika melihat siapa yang duduk di depannya, orang yang tidak pernah Jena duga sebelumnya, yaitu adalah Mario Kakak tirinya.
Jena mengerutkan keningnya kala melihat tatapan Mario, biasanya Mario akan menatapnya dengan benci Dan Mungkin setelah mereka hidup bersama, untuk pertama kalinya dia melihat tatapan Mario seperti ini.
“Kakak, ingin bicara denganmu," ucap Mario. Jena terkesiap ketika mendengar suara Mario, bahkan sekarang nada suara Mario pun berubah.
“Bicara saja," Jawab Jena, dia bersidekap, menatap Mario dengan sinis, seolah membalas sikap Mario dan juga membuktikan bahwa sekarang dia bukan Jena seperti dulu.
Mario menghela nafas sebanyak-banyaknya. Rupanya sikap Mario sedikit melunak ketika mengetahui bahwa ternyata Jena lah yang mendonorkan tulang sumsumnya.
Dulu, ketika dia sakit, dia sudah sangat putus asa sebab tidak ada yang mendonorkan tulang sumsum dan tidak ada yang cocok, dan sekarang ketika mengetahui Jena yang mendonorkan tulang sumsum untuknya, Mario ingin langsung berterima kasih.
Dan ketika melihat adiknya berada di cafe, Mario langsung menghampiri adiknya.
“ Kau pasti sudah tahu, aku yang mendonorkan tulang sumsum," ucap Jena.
“Hmm, kakak berterima kasih atas itu, dan juga kakak ingin meminta maaf atas sikap kakak.”
Mendengar permintaan maaf dari kakaknya, mata Jena membasah. Sebenarnya permintaan maaflah yang selalu Jena tunggu, tidak harus melakukan hal yang berlebihan. Dengan kata maaf saja seolah bisa mengobati lukanya.
“Kakak minta maaf atas apa yang terjadi di masa lalu," ucap Mario dengan tulus.
Jena bangkit dari duduknya. “Aku maafkan." Karen Jena sudah tidak bisa menahan tangisnya, Dia memutuskan untuk keluar dari Cafe. Memang Apa yang dilakukan Mario dan permintaan maaf Mario terkesan sederhana. tapi bagi Jena yang mengalami hal buruk dengan keluarganya. Tentu saja itu berkesan.
****
“Pikirkan cara bagaimana untuk menculik anak itu!" Chatrine Berbicara dengan keras, sebab dia sudah kesulitan mencari cara untuk menculik Haura, dia sudah berusaha mengajak pelayan yang bekerja di rumah Helmia untuk bekerjasama. Tapi semua pelayan itu menolak dan sekarang dia menuntut Alan untuk membantunya.
Alan menghela nafas ketika mendengar tuntutan dari Catherine. Rasanya, dia hampir gila, apalagi sekarang dia sedang menghadapi perusahaannya yang kolaps karena Helmia, dan sekarang Catherine malah menyuruhnya seperti ini.
Di satu sisi lain, dia masih tetap Ingin menggapai maaf Chatrine dengan cara mengikuti kemauan istrinya, walaupun harus mengorbankan anak kandungan sendiri. Tapi di satu sisi lain juga, dia tidak bisa melawan Helmia dan juga perusahaan Zico.
Kemarin saja akibat Chatrine mengganggu Jena, perusahaannya sudah terguncang, lalu bagaimana jika dia menyentuh cucunya yang sekarang berada di tangan Helmia.
“Cepat pikirkan!" Helmia berteriak dengan kencang, karena Alan tidak menggubris pertanyaannya. Membuat Alan mengusap wajah kasar.
“Kita tunda dulu semuanya, tolong hentikan ambisimu sekarang, perusahaan jauh lebih penting," ucap Alan yang berusaha untuk menjelaskan dan menenangkan Chatrine.
Mendengar itu, Cahtrine kembali dilanda emosi. Bagaimana mungkin Alan mengatakan hal seperti itu. ”Kau mengatakan itu karena kau tidak tahu rasanya menjadi aku. Apa kau ingin membela anak itu sekarang!” teriak Cahtrine hingga emosi Alan terpancing.
“Catherine!” bentak Alan. Dia bangkit dari duduknya. “Kumohon, aku akan membantumu nanti apapun. Tapi tolong jangan sekarang. Aku harus memperbaiki perusahaan.”
Belum Chatrine menjawab, tiba-tiba Mario masuk ke dalam kamar kedua orang tuanya, dia tidak sengaja melewat dan mendengar semuanya hingga dia langsung masuk kedalam
“Mom, cukup tolong hentikan sampai di sini," ucap Mario. Dia yang tadinya tidak peduli dengan apa yang di lakukan oleh ibunya pada Jena, mendadak ingin menghentikan kelakuan ibunya.
“Apa-apaan, Kau!" Hardik Chatrine dia semakin pusing ketika Mario seperti ini.
“Mom, kumohon tolong hentikan. Dendam hanya akan merugikan Mommy," balas Mario. Membuat Chatrine berdecak.
“Oh, jadi kalian sekarang ingin mengasihani anak itu!' Teriak Chatrine. Alan mengusap wajah kasar, dia pun langsung menarik tangan Mario untuk keluar dari kamar. Sebab, tidak akan ada habisnya jika terus berada di dekat wanita itu.