Setelah sekian lama Nathan berusaha menghindari Nadira—gadis yang melukai hatinya. Namun, pada akhirnya mereka dipertemukan kembali dalam sebuah hubungan kerjasama yang terjalin antara Nathan dan Rendra yang merupakan atasan Nadira di Alfa Group.
Sebuah kecelakaan yang dialami Davin dan Aluna dan menyebabkan mereka koma, membuat Nathan akhirnya menikahi Nadira demi untuk melindungi gadis itu dari bahaya yang mengancam keluarga Alexander.
Siapakah sebenarnya yang mengintai nyawa seluruh keluarga Alexander? Mampukah Nona Muda Alexander meluluhkan hati Nathan? Atau justru ada cinta lain yang hadir di antara mereka?
Simak kisahnya di sini.
Jangan lupa follow akun sosmed Othor
Fb : Rita Anggraeni (Tatha)
IG : @tathabeo
Terima kasih dan selamat membaca gaes
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35
Setelah cukup lama hanya berdiam di tepi kolam, Nathan akhirnya kembali masuk ke ruangan. Jika Nadira tidak pulang ke rumah, kemungkinan gadis itu pulang ke apartemen. Nathan segera menghampiri Cacha yang sedang duduk mengobrol.
"Ada apa sih, Kak?" tanya Cacha saat mereka sudah jauh dari kerumunan.
"Apa kamu lihat Nadira di apartemen?" tanya Nathan balik.
"Loh, memang Nadira gak di rumah?" Nathan menggeleng cepat. Cacha mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Nadira.
"Kalau begitu aku pulang ke apartemen dulu." Cacha terlihat panik. Dia hendak berlalu pergi, tapi Nathan menahan lengannya.
"Kenapa kamu begitu panik, Cha?" tanya Nathan penasaran.
"Aku takut terjadi apa-apa dengan Nadira. Biasanya kalau ponselnya mati, dia sedang berendam di bathup dan aku takut dia hipotermia," sahut Cacha. Raut wajahnya terlihat begitu khawatir.
"Apa kamu bisa masuk apartemen Nadira?" tanya Nathan. Suaranya terdengar begitu lirih.
"Tentu saja. Nadira pun bisa masuk apartemenku. Karena kita sudah sepakat memberi tahu kode apartemen, berjaga-jaga kalau ada apa-apa," jelas Cacha. Dia berjalan cepat kembali ke meja untuk berpamitan pulang.
Johan dan Mila tentu saja sangat khawatir setelah mendengar penjelasan Cacha. Kebetulan hanya beberapa orang saja yang tersisa di ruangan itu. Jadi, Johan dan keluarganya bisa berpamitan pulang terlebih dahulu.
Setelah kepergian mereka, Jasmin menatap papanya yang sedang tersenyum sinis. Dia begitu takut saat akan membuka suara, tetapi dia berusaha mengumpulkan semua keberaniannya.
"Pa, bisakah Papa menghentikan semuanya?" pinta Jasmin. Dharma menatap putri bungsunya dengan tajam.
"Jangan ikut campur urusan, Papa! Lebih baik kamu diamlah dan turuti saja apa yang Papa suruh," kata Dharma membentak.
"Tapi Pa ...."
"Diamlah kalau kamu tetap ingin menjadi bagian keluarga Adhiwinata. Lebih baik kita pulang." Dharma bangkit berdiri dan pergi dari sana. Meninggalkan putrinya begitu saja.
Setelah kepergian sang papa, Jasmin menghembuskan napas kasar. Dia mengambil tas yang tergeletak di atas meja dan hendak berlalu dari sana, tapi tiba-tiba langkahnya tertahan.
"Nona Jasmin, ada yang harus kita bicarakan," kata Rendra.
"Kita? Apa yang akan kita bicarakan?" tanya Jasmin sedikit ketus. Namun, gadis itu tidak menolak saat Rendra mengajaknya pergi dari sana.
***
Begitu sampai di apartemen, Cacha langsung membuka pintu apartemen Nadira dan mencari keberadaan gadis itu. Dia memanggil nama Nadira berkali-kali tetapi tidak ada sahutan sama sekali. Tujuannya saat ini adalah kamar mandi. Namun, pintu kamar mandi terkunci hingga Cacha menggeram kesal.
"Biar Kakak mendobraknya," kata Nathan. Dia pun sudah terlihat sangat khawatir. Tiga kali didobrak, pintu itu akhirnya terbuka. Mereka bergegas masuk kecuali Johan yang menunggu di depan pintu dengan sangat cemas. Benar saja, mereka melihat Nadira yang sedang berendam di bathup dengan mata terpejam dan wajah yang sudah mulai memucat.
"Nadira!" panggil Cacha panik. Tanpa banyak bicara, Nathan mengangkat tubuh Nadira dari bathup, sedangkan Mila mengambil handuk lalu menyelimuti tubuh Nadira dengan handuk itu.
"Kita ke rumah sakit," kata Nathan tak kalah cemas.
"Tidak perlu, Kak. Aku panggil Erik saja, sepertinya dia sekarang sudah di apartemen," ucap Cacha menghentikan langkah Nathan.
"Erik siapa?" tanya Nathan menyelidik.
"Dia dokter, teman kita juga di sini. Dia tinggal di apartemen sebelah. Kak Nathan tidurkan Nadira di kasur saja, jangan lupa pakaikan dia baju hangat," perintah Cacha.
"Cha! Kamu yang benar saja! Aku tidak ikhlas istriku disentuh lelaki lain!" teriak Nathan, tetapi Cacha tidak peduli.
"Sudahlah, Nat. Keadaan sedang genting. Lebih baik menurut saja." Nathan pun menidurkan Nadira di atas tempat tidur, sedangkan Mila keluar untuk mencari keberadaan suaminya.
Nathan bersusah payah menelan salivanya saat memakaikan baju hangat di tubuh Nadira. Tubuhnya memanas saat melihat tubuh polos istrinya yang tidak terbalut benang sedikit pun. Adik kecilnya bahkan sudah menegang dengan sempurna. Tanpa sadar, dia memajukan wajahnya, mencium bibir istrinya dengan sangat lembut.
"Nat, apa sudah selesai?" teriak Mila dari luar kamar hingga menyadarkan Nathan.
"Ah sial! Kenapa aku bodoh sekali." Nathan merutuki dirinya sendiri. "Sebentar, Bun!" teriak Nathan saat pintu itu kembali di ketuk. Nathan dengan cepat memakai kan baju hangat ke tubuh Nadira, setelah selesai dia membuka pintu itu dan melihat keluarganya berdiri dengan seorang pria muda seumuran adiknya.
Nathan pun mempersilakan mereka masuk. Erik segera duduk di samping Nadira dan memeriksa kondisi gadis itu.
"Bisakah kamu memeriksanya dengan cepat? Jangan mengambil kesempatan untuk menyentuh Nona Muda!" Suara Nathan terdengar sangat ketus.
"Diamlah, Kak. Erik ini sedang memeriksa Nadira bukan menjamahnya," balas Cacha tak kalah ketus. Johan dan Mila hanya menggeleng melihat kedua anaknya yang berdebat. Sementara Erik tetap tenang memeriksa Nadira, karena dia sudah terbiasa menghadapi orang seperti itu.
"Kelelahan, beban pikiran, hipotermia." Erik bangkit berdiri dan kembali menyimpan stetoskop di tas kerjanya. "Dia benar-benar butuh istirahat dan pastikan selalu hangat."
"Apa dia baik-baik saja?" tanya Mila khawatir.
"Beruntung cepat diberi penghangat, Tante. Sebentar lagi juga akan sadar dan langsung minumkan obat penurun panas. Dia sedikit demam. Kalau begitu aku pamit dulu." Mereka mengiyakan, Johan pun mengantar Erik sampai luar apartemen.
Mila mengusap kening Nadira yang memang terasa panas. Wajah Nadira masih terlihat sangat pucat. Nathan duduk di samping Nadira, menatap lekat kedua mata istrinya yang terpejam.
"Kak Nathan ...." Nathan bangkit berdiri saat mendengar Nadira memanggil namanya. Namun, dia melihat Nadira masih memejamkan matanya. Itu berarti Nadira hanya mengigau saja.
"Kak Nathan ... maafkan aku." Nadira mengigau lagi, tapi kali ini diiringi isak tangis. Nathan meremas dadanya yang tiba-tiba terasa berdenyut sakit.
Apa aku sangat keterlaluan? Batin Nathan sambil menatap tidak tega ke arah Nadira.
_______________________________________
Lanjut gak nih? Eh lupa hari ini udah 3 bab
Lanjut besok aja ya 😁
Selamat pagi gaes
Semoga hari kalian menyenangkan
Jangan lupa dukungan masih terus ditunggu 😘
sm anak kambing saya...caca marica hay..hay