PLEASE FOLLOW DEAMERIAWAN UNTUK MENDAPATKAN NOTIFIKASI UPDATE NOVEL TERBARU
Sudah lebih dari 8 tahun Alika menunggu kesempatan untuk membalas kematian kedua orangtuanya yang dibunuh secara keji oleh Klan mafia Camorra dari Sisilia. Saat itu Alika masih berusia 12 tahun dan baru saja beberapa jam sebelumnya ia berulang tahun dan membuka hadiah dari kedua orangtuanya. Tiba-tiba rumah yang mereka tempati didatangi tamu yang tak diundang. Ayahnya ditembak di tempat dan ibunya pun tak luput dari tembakan. Sedangkan Alika saat itu pingsan setelah tertembak dibagian perut. Untung ia bisa diselamatkan oleh tetangganya seorang mantan agent CIA yaitu Mr. Hamilton yang tanpa sengaja melihat gerombolan Camorra mendatangi rumahnya. Dan Mr. Hamilton pun mengadopsi Alika karena ia dan istrinya tidak memiliki anak.
Sungguh tragis ... diusianya yang masih muda Alika harus menjadi yatim piatu. Dan ia sendiri hampir meregang nyawa. Sejak saat itu Alika dilatih oleh ayah angkatnya men
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon deameriawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MULAI BERAKSI
Musuh-musuh mereka tidak hanya ingin membalas dendam, tetapi juga ingin menghancurkan seluruh keluarga Alika dan Ethan.
Di Laboratorium MIT, Cambridge, Massachusetts
Jave mengetikkan beberapa baris kode dengan cepat di komputernya. Layar monitornya dipenuhi dengan informasi tentang jaringan internet global. Ia sedang berusaha melacak asal panggilan telepon yang mengancam orang tuanya.
"Sial ! Mereka menggunakan proxy berlapis. Ini akan memakan waktu" gumam Jave, frustrasi.
Tiba-tiba, notifikasi facetime muncul di layarnya. Itu dari Nicky. Jave segera menjawab panggilan itu.
"Kak Jave, apa yang terjadi ? Mom dan Dad baik-baik saja ?" tanya Nicky, dengan nada cemas. Wajahnya terlihat pucat di layar.
"Aku sedang berusaha melacak mereka. Mereka sangat hati-hati" jawab Jave, sambil terus mengetik.
"Aku sudah memesan tiket pesawat. Aku akan pulang besok" kata Nicky, dengan nada tegas.
"Nicky, jangan ! Ini terlalu berbahaya. Tetaplah di Oxford dan fokus pada kuliahmu" bantah Jave.
"Tidak, Kak Jave. Aku tidak bisa tinggal diam. Aku adalah bagian dari keluarga ini. Aku akan membantu kalian" jawab Nicky, dengan keras kepala. "Lagipula, aku punya beberapa kenalan di London yang bisa membantu kita mendapatkan informasi".
Jave menghela napas. Ia tahu bahwa ia tidak bisa membujuk Nicky untuk berubah pikiran. "Baiklah, tapi berhati-hatilah. Jangan melakukan hal bodoh" pesan Jave.
"Tentu. Kakak juga hati-hati. Hubungi aku jika kak Jave menemukan sesuatu" kata Nicky, sebelum menutup telepon.
Di Dojo, Los Angeles, California
Romeo memukul samsak tinju dengan brutal, setiap pukulan dipenuhi dengan amarah dan kekhawatiran. Peluhnya membasahi tubuhnya, namun ia tidak berhenti. Instrukturnya, Master Kenji, hanya bisa menggelengkan kepala melihatnya.
"Romeo, hentikan ! Kau akan merusak samsak itu" seru Master Kenji, dengan nada khawatir.
Romeo berhenti memukul dan menoleh ke arah Master Kenji. "Maaf, Master. Aku sedang kesal" jawab Romeo, dengan napas terengah-engah.
"Ada apa ? Kau biasanya tidak seperti ini" tanya Master Kenji, dengan penuh perhatian.
"Uncle dan Aunty ku mendapat ancaman. Aku ingin membantu mereka" jawab Romeo, dengan nada frustrasi.
"Aku mengerti. Tapi, memukul samsak tidak akan menyelesaikan masalah. Kau harus tenang dan berpikir jernih" kata Master Kenji, dengan bijak. "Ingat apa yang selalu aku ajarkan ? Kekuatan sejati berasal dari pengendalian diri".
Romeo menghela napas panjang dan mencoba menenangkan diri. "Kau benar, Master. Aku harus fokus dan menggunakan kemampuanku dengan bijak" kata Romeo, dengan nada lebih tenang.
Tiba-tiba, telepon Romeo berdering. Itu dari Uncle Ethan. Romeo segera menjawab panggilan itu.
"Uncle, apa ada perkembangan ?" tanya Romeo, dengan nada cemas.
"Romeo, Uncle ingin kau melakukan sesuatu untuk Uncle. Uncle ingin kau menjaga Aunty Alika. Uncle merasa tidak aman jika dia sendirian. Tadi uncle menelpon Daddy dan Mommy mu ternyata mereka ada urusan bisnis di New York" kata Ethan, dengan nada khawatir.
"Tentu saja, Uncle. Aku akan segera ke sana" jawab Romeo, tanpa ragu.
"Hati-hati, Romeo. Mereka mungkin mengawasi mu" pesan Ethan.
"Aku mengerti, Uncle. Aku akan berhati-hati" jawab Romeo, sebelum menutup telepon.
Romeo menoleh ke arah Master Kenji. "Master, aku harus pergi ke Zurich sekarang. Uncle ku sedang membutuhkan bantuanku" kata Romeo.
"Pergilah, Romeo. Lindungi keluargamu. Tapi ingat, gunakan kekuatanmu dengan bijak" pesan Master Kenji, dengan nada serius.
Romeo mengangguk dan bergegas keluar dari dojo. Ia tahu bahwa ia harus melindungi keluarga Uncle dan Aunty nya dengan seluruh kemampuannya. Sementara itu, di Oxford, Nicky tidak tinggal diam. Meskipun Jave menyuruhnya untuk tetap fokus pada kuliah, ia tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk membantu keluarganya.
Di Oxford University, Oxford, Inggris
Nicky berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya. Ia mengenakan pakaian serba hitam, rambutnya di kuncir kuda dengan ketat. Ia terlihat berbeda, lebih serius dan tegas dari biasanya.
"Aku tidak bisa hanya duduk diam dan menunggu. Aku harus melakukan sesuatu" gumam Nicky, dengan tekad yang kuat.
Sejak mendapat kabar tentang ancaman itu, Nicky mulai berlatih bela diri dengan intensif. Ia menyewa seorang pelatih pribadi, mantan agen MI6, untuk melatihnya. Ia belajar berbagai macam teknik bela diri, mulai dari tinju, kickboxing, hingga Krav Maga. Selain itu, ia juga berlatih menembak di sebuah klub menembak di dekat Oxford. Ia ingin memastikan bahwa ia siap menghadapi segala kemungkinan.
Suatu sore, saat Nicky sedang berlatih menembak, seorang pria tampan mendekatinya. Pria itu bernama Liam, seorang mahasiswa jurusan hukum yang juga aktif di klub menembak.
"Hai, Nicky. Kau hebat sekali menembak. Aku belum pernah melihat seorang wanita menembak sebaik dirimu" sapa Liam, dengan senyum menawan.
Nicky hanya tersenyum tipis. "Terima kasih" jawab Nicky, singkat.
"Kau selalu datang ke sini sendirian. Apa kau tidak punya teman ?" tanya Liam, mencoba memulai percakapan.
"Aku sedang sibuk" jawab Nicky, tanpa menatap Liam.
"Sibuk apa ? Kalau kau tidak keberatan, aku bisa menemanimu minum kopi setelah ini" tawar Liam, dengan nada berharap.
Nicky menghela napas. Ia tahu bahwa Liam tertarik padanya, tapi ia tidak punya waktu untuk urusan asmara saat ini. "Maaf, Liam. Aku benar-benar sibuk. Aku harus pergi sekarang" kata Nicky, dengan nada menyesal.
Liam terlihat kecewa, tapi ia tetap tersenyum. "Baiklah, mungkin lain waktu. Tapi, jika kau butuh bantuan atau teman untuk berlatih, jangan ragu untuk menghubungiku" kata Liam, sambil memberikan kartu namanya.
Nicky menerima kartu itu dan mengangguk singkat. "Terima kasih" kata Nicky, sebelum berbalik dan pergi.
Saat Nicky berjalan menuju mobilnya, ia merasa ada yang mengawasinya. Ia berhenti dan melihat sekeliling, tetapi tidak melihat siapa pun yang mencurigakan. Ia merasa tidak nyaman, tetapi ia mencoba untuk tidak menghiraukannya.
Keesokan harinya, saat Nicky sedang berjalan menuju perpustakaan, ia tiba-tiba dicegat oleh dua orang pria berbadan besar. Pria-pria itu mengenakan pakaian serba hitam dan wajah mereka tertutup masker.
"Nicole Cole ?" tanya salah satu pria itu, dengan suara berat.
Nicky terdiam sejenak. Ia tahu bahwa ini adalah saat yang ia khawatirkan. "Siapa kalian ?" tanya Nicky, dengan nada waspada.
"Kami punya pesan untukmu. Pesan dari teman-teman Victor Sterling" jawab pria itu, dengan nada mengancam.
"Kalian salah orang. Aku tidak tahu apa-apa tentang Victor Sterling" kata Nicky, mencoba mengelak.
"Jangan berbohong. Kami tahu siapa kau. Kami tahu bahwa kau adalah putri Alika Cole" kata pria itu, sambil mendekat.
Nicky tahu bahwa ia tidak bisa menghindar lagi. Ia harus melawan. Ia mengambil posisi siap dan menatap kedua pria itu dengan tatapan tajam.
"Kalian ingin bermain-main denganku ? Kalian akan menyesalinya" kata Nicky, dengan nada menantang.
Kedua pria itu tertawa sinis. "Kau pikir kau bisa melawan kami ? Kau hanya seorang gadis kecil," kata salah satu pria itu.
"Kita lihat saja nanti" jawab Nicky, sebelum menyerang.
***