Malam itu aku hanya bisa melihat suamiku pulang kembali ke rumah istri sahnya. Meski kecewa aku tidak marah, kami menikah siri enam tahun lalu saat aku bahkan belum lulus SMA. Demi karirnya suamiku rela menikah dengan anak pemilik rumah sakit tempatnya bekerja.
Kadang aku bertanya, kenapa aku yang istri pertama harus mengalah?
Enam tahun kami menikah, aku tidak dikaruniai seorang anak. Aku yang sebatang kara ini hanya bisa bergantung hidup pada suamiku. Lagi pula aku sangat mencintainya hingga rela di madu. Tapi, lambat laun hatiku terasa begitu hancur dan remuk, apalagi saat mengetahui kalau vitamin pemberian suamiku sebenarnya adalah obat KB agar aku tidak memiliki anak dengannya.
Aku melihat wanita itu, wajah cantik, kulit putih, dan pembawaan yang anggun. Siapa yang tidak menyukai wanita secantik ini??
Dari pakaian dan juga penampilannya sudah pasti dia adalah wanita kaya, mana mungkin aku yang hanyalah seorang satpam bisa menaruh hati padanya?
Tapi, wanita ini terlalu menarik perhatian, terlalu susah untuk tidak mengagumi kecantikannya, terlalu susah untuk tidak menyukainya. Siapakah yang akan memiliki wanita itu??
Hasrat ini harus disembunyikan, di tekan, jangan sampai membuatnya sadar, kalau aku menyukainya.
Bila mencintaimu adalah sebuah kesalahan, aku tak ingin menjadi benar. ~ Raksa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Devy Meliana Sugianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sang Maestro
Raksa kecil terus bermimpi buruk. Ia terus membayangkan bagaimana sang ayah mati dan menderita di tiang gantungan. Sang Ibu menyusul tak lama setelahnya. Dalam hitungan hari Raksa kehilangan dua orang kesayangannya.
Bocah kecil itu terpukul. Ia tak mau makan, tak mau keluar dari kamarnya dan membuat Tandi merasa kebingungan.
"Ikutlah denganku, Nak. Aku adalah teman ayahmu." Seorang pria seumuran ayahnya datang dan berjongkok di depan Raksa. Menawarkan sebuah pintu keluar dari kesedihan dan ketakutan.
Pria itu memberi Raksa sebuah tujuan baru, untuk meneruskan keinginan ayahnya. Memberantas semua kejahatan dan kebobrokan di negeri ini. Sekaligus untuk membalas dendam akan kematian ayahnya.
Raksa mendapatkan pelatihan khusus, mulai dari bertarung jarak dekat dengan senjata tajam, bela diri dengan tangan kosong, dan juga menembak dari jarak jauh. Ia belajar setara dengan latihan para pasukan khusus. Berkat tekat yang kuat, Raksa bisa melalui semua proses latihan dengan baik.
Diusianya yang ke tujuh belas tahun, Raksa mulai menyingkirkan semua manusia manusia yang serakah itu.
Dalam perjalannya, Raksa bertemu dengan Galih yang jenius dan Delfi yang cekatan. Tiara sudah mengikuti Raksa sejak lama karena mereka tumbuh besar bersama dalam asuhan Tandi -- kepala pelayan di kediaman Wiranata.
Sementara tugas membunuh itu selalu di berikan oleh sang maestro bernama Gantara. Pria yang sama yang memberikan Raksa tujuan. Teman sejawat sang ayah yang punya tujuan yang sama.
"Kau sudah datang, Raksa." Gantara menoleh, di sisinya ada seorang bodyguard yang dulunya melatih Raksa. Seorang mantan pasukan khusus pengawal presiden. Roy namanya, masih terlihat gagah di usianya yang tak lagi muda.
"Paman..." sapa Raksa.
Raksa berdiri di samping Gantara. Pria berrambut putih itu menyambut kedatangan Raksa dengan senyuman hangat. Ia sudah seperti pengganti ayah bagi Raksa.
"Apa yang membuatmu ingin bertemu denganku?" Gantara menatap jauh pada hujan yang turun dengan deras, mengguyur kota Arkana malam ini. Lampu lampu sorot yang cukup besar menerangi area tempat mereka bertemu dan membuat kepulan asap rokok terlihat jelas di kegelapan malam.
"Surat tugas ini, kenapa akhir akhir ini datang dengan sangat cepat?" Raksa menyerahkan kembali surat dengan tanda segel bunga Wijaya Kusuma.
Gantara membuang putung rokok dan menginjaknya sebelum menerima kembali surat dari tangan Raksa.
"Kau tahu kan akhir akhir ini simpati publik begitu besar terhadap kalian. Mereka mengidolakan Para Wijaya, sang pembunuh para koruptor." Gantara melihat lambang bunga Wijaya.
"Rakyat mulai menganggap kalian angin segara dalam bobroknya negeri ini. Kalian adalah Batman, Robin hood, peterpan, entah apa sebutan mereka bagi tokoh superhero yang merampok para penguasa lalim demi membela rakyat yang sengsara." Gantara menatap surat pemberiannya, nama Danang Yanuar baru saja muncul.
"Apa maksud, Paman?" Raksa bukan ingin tenar, dia hanya ingin memberantas ketidakadilan di negeri ini.
"Tidak ada maksud lain, Nak. Hanya ingin membuat opini rakyat mendukung kalian. Di era ini sosial media jauh lebih mendominasi dari pada kotak suara, bukan?! Menggerakkan masa begitu mudah bila kau menguasai logaritma. Benar bukan, Roy?!" Gantara tersenyum, Roy mengangguk. Logaritma di beberapa media sosial belakangan ini banyak membahas tentang komplotan Wijaya Kusuma.
Mereka mengidolakan Wijaya Kusuma, tak jarang membuat video reel cocokologi dan spekulasi tentang anggota Wijaya.
"Para rakyat butuh bukti dan bukan isapan jempol semata, Raksa." Gantara berucap sambil menawarkan Raksa sebatang rokok.
"Tapi terlalu banyak beraksi akan membuat kami ketahuan." Raksa protes.
"Tenanglah, Nak. Rakyat akan mendukung kalian, tak ada yang bisa pemerintah lakukan saat logaritma kalian semakin naik dan memenuhi media sosial." Gantara menghidupkan api untuk Raksa, betapa menakutkannya media belakangan ini.
"Mungkin satu dua tahun lagi akan ada banyak yang mau menjadi anggota Wijaya karena sudah muak dengan kebobrokan negeri ini."
Raksa mulai menghisap rokonya, ucapan Gantara tidak sepenuhnya salah. Media sosial begitu berdampak dalam proses kampanye. Berdampak pula dalam hal hal yang lain. Penggerak manusia yang paling efektif belakangan ini adalah media sosial.
"Salah satu kandidat presiden adalah Bayu Lukmono. Dia benar benar licik dan jahat. Kejahatannya banyak namun tidak pernah terbukti. Banyak pejabat lalim yang menempel seperti lintah padanya." Gantara menyerahkan sebuah tablet pintar pada Raksa. Ada foto foto Bayu di saana.
"Dia di kelilingi oleh orang orang berkuasa, orang orang lalim itu mendukungnya menjadi presiden demi mengamankan status dan kedudukan mereka di dalam kursi pemerintahan. Tentu saja untuk mengeruk keuntungan yang lebih besar lagi. Apa kau mau negeri ini diperintah olen orang lalim ini?" Gantara mengetuk ketuk permukaan layar.
Tentu saja Raksa kesal bukan main, pria ini jugalah yang dulu pernah menjerumuskan ayahnya ke dalam penjara. Demi kedudukan di dalam partai politik dan persaingan kekuasaan. Apalagi sang ayah banyak memegang bukti bukti korupsi para pejabat itu.
"Tidak. Tak akan kubiarkan dia naik ke kursi presiden." Raksa menatap tajam foto Bayu.
"Untuk menyingkirkan Bayu, kita harus menyingkan semua pion pionnya." Gantara menghembuskan asap rokoknya ke atas kepala.
......................
keknya semua novel yg aku baca pada pake sabun batang 🤣