“Menikahlah denganku, Kang!”
“Apa untungnya untukku?”
“Kegadisanku, aku dengar Kang Saga suka 'perawan' kan? Akang bisa dapatkan itu, tapi syaratnya kita nikah dulu.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terciduk?
“Ah… cuekin aja, A. Toh dia juga sok sibuk terus.”
“Eum, ya sudah kalau gitu, biar nanti aku minta maaf aja sama Kang Saga."
"Enggak usah, dia juga enggak akan perduli kok."
Sore itu, Riki menatap Naura sangat lama, seolah tak pernah bosan mengamati sisi baik perempuan itu. “Neng Naura mah beda. Lembutna aya, tegasna aya. Orang desa pasti senang kalo Neng sering turun ke lapangan begini.”
“Aku cuma pengen bantu orang yang nggak punya pilihan… soalnya dulu aku pun pernah di posisi itu.”
Kata-katanya menggantung, tenggelam bersama suara hujan yang kian deras. Tatapan matanya jauh sekali, menerawang entah ke mana.
... ...
Di sisi lain, Sagara baru saja kembali dari kota. Dia membuka pintu, melihat Bibi yang bekerja di rumah sudah akan pulang.
"Kang," sapa Bibi.
"Udah mau pulang, Bi? Hujan gede, Bibi bawa payung enggak?"
"Ada, Kang. Mau pinjem sama Abah." Bibi menyengir. "Oh iya, kata Abah makanan yang pagi Bibi bawa ya, buat makan di rumah, sayang kalau dibuang."
"Emang enggak basi, Bi. Kenapa enggak buat baru kan masih banyak bahan di kulkas."
"Enggak ah, Kang. Kalau Bibi bikin baru mah, nanti yang ini enggak ke makan. Buat orang-orang kaya saya, sayur dua hari aja kalau masih bagus masih dimakan, sayang soalnya."
"Ya sudah," kata Sagara. "Terus anak Bibi apa kabar?"
"Ya Allah Akang." Bibi tersenyum lebar. Padahal sudah akan keluar tapi malah semakin antusias. "Alhamdulillah atuh, anak bibi sekarang udah bisa sekolah. Makasih banyak, Kang. Nuhun pisan, kalau enggak dibantu, Bibi mah enggak tahu gimana nasib anaknya bibi."
Sagara hanya tersenyum, matanya melirik setiap sudut rumah, hanya terdengar suara musik dangdut dari kamar Abah.
"Eum, maaf, Kang. Itu, anu. Neng Rara mah belum pulang, Kang."
"Dari pagi?" kaget pria itu.
Bibi mengangguk mengiyakan. "Abah udah telepon tadi, tapi katanya kejebak hujan. Jadi ...."
"Biarin aja, Bi. Dia emang masih suka main. "
Setelah mengatakan itu, Sagara masuk ke dalam rumah dengan wajah masam. Wajahnya dipenuhi dengan ketidaksukaan. Dia berjalan ke lantai atas sambil membuka jas, melemparkannya ke sofa dan kini pria itu menarik dasi yang dia kenakan juga melemparkannya sembarangan.
Padahal dia sudah mengatakan dengan jelas, tapi perempuan itu tidak mendengar.
"Kamu memang menantang saya, Naura," geram Sagara. Hembusan napas keluar dari mulutnya, pria itu duduk di sofa seraya menyandarkan kepalanya ke belakang. Terserah Naura mau apa, dia yang berbuat, dia juga yang harus bertanggungjawab.
... ...
Di sisi lain, saat hari sudah semakin sore, Naura dan Riki terpaksa menerobos hujan. Mereka tidak mungkin menginap di kampung terpencil itu. Bisa terkana masalah dan juga Riki maupun Naura sudah harus mempersiapkan untuk masuk kerja.
"Maaf ya, Neng. Malah ujan-ujanan kayak gini, jas hujan aku ketinggalan di rumah, padahal tadi teh udah mau aku bawa."
"Enggak papa, A. Namanya juga lupa. Yang penting nyampe rumah dulu."
Eh tapi, jalan di depan terlalu licin, Naura agak takut dan tiba-tiba ....
"Eh, eh. Kenapa mati?"
Naura pun segera turun, begitupun dengan Riki.
"Ya Allah, ada-ada aja. Maaf ya, Neng."
"Enggak papa, A. Kenapa?"
"Ih, aku juga lupa ngisi bensin, Neng."
"Astaghfirullah ...."
Naura menundukan kepalanya, kalau hanya lupa jas hujan masih okelah, masa ini lupa isi bensin juga.
"Ya udah, kita dorong dulu, barangkali di depan ada tukang bensin, A."
Meskipun sempat sedikit kesal, Naura sudah kembali tersenyum dan membantu Riki untuk mendorong motornya. Dari suasana canggung, mereka mulai tertawa saat menceritakan hal-hal lucu.
Namun, saat tiba di persimpangan jalan menuju jalan besar, kedua orang itu menghentikan langkahnya, mereka terdiam saat melihat sebuah mobil hitam terparkir di pinggir jalan dan lebih dari itu, Naura semakin tidak habis pikir ketika melihat suaminya keluar dari mobil sambil membawa payung cukup besar.
Tatapan matanya tajam bak elang dan fokusnya, bukan pada Naura, melainkan pria di dekatnya.
"Kang Sagara," gumam keduanya bersamaan.
Kapan sih Sagara berterus terang n terbuka ma Naura..kayak main petak umpet mulu ga kelar²
truus Nau jgn mrh dulu tu saga lgi jujur tu ma gundik nya lok dia GK cinta fany