"Harus berapa kali aku katakan, aku ini masih istri orang, dan aku tidak ingin menjadi seperti mereka dengan membiarkanmu terus mendekat dan memberiku perhatian. Aku harap kamu mengerti maksudku," kata Tiara penuh permohonan.
Senja menatapnya lekat. "Tiara, aku jelas mengerti apa maksudmu, tapi aku melakukan semua ini bukan untuk mengajakmu berselingkuh. Aku hanya ingin menunjukkan rasa cintaku padamu. Itu saja, tidak lebih."
Yaa Tuhan... Senja ini benar-benar keras kepala, membuat wanita itu bingung bagaimana lagi harus menghadapinya.
"Dan jika alasanmu mendorongku menjauh karena statusmu, aku akan memberimu jalan keluar. Aku akan membayar pengacara untuk mengurus perceraian kalian di pengadilan. Kamu di sini tinggal terima beres saja," kata Senja lagi menatap Tiara dengan ekspresi serius.
Baca cerita selengkapnya hanya di sini>>>
Dan jangan lupa follow IG @itayulfiana untuk lebih kenal dengan penulis😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ita Yulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SETIA — BAB 34
POV Senja
"Belum pulang, Bang?" tanya Reyhan di seberang telepon.
"Baru saja. Kenapa?" ucapku balik bertanya, sembari melangkah menuju mobil di parkiran.
"Begini, aku ingin mengenalkan Abang ke seseorang."
"Siapa?"
"Sebenarnya bisa dibilang bukan siapa-siapa juga. Tapi orang ini mungkin cukup penting untuk Bang Senja kenal."
"Hmm, siapa orangnya? Kamu bikin aku penasaran, Rey," kataku sambil membuka pintu mobil dan masuk ke dalam.
Reyhan tertawa kecil di seberang telepon. "Hmm, aku gak bisa bilang di telepon, Bang. Tapi percaya padaku, ini penting."
Suaranya terdengar sedikit misterius, membuatku semakin penasaran. "Oke, oke. Kapan dan di mana?"
"Sekarang aku sedang menunggu. Aku sherlok ya, Bang," katanya.
Aku bisa membayangkan Reyhan tersenyum di seberang telepon. "Oke, aku akan segera ke sana sekarang. Tapi, tolong beritahu aku, siapa orang yang ingin kamu perkenalkan itu?"
Reyhan tertawa lagi. "Tidak, Bang. Aku ingin Bang Senja lihat sendiri. Aku janji, Bang Senja gak akan menyesal kenal dengannya."
Aku menggelakkan kepala, meskipun Reyhan tidak bisa melihatnya. "Baiklah, aku ke sana sekarang. Bagikan lokasinya."
Aku mengakhiri panggilan dengan Reyhan, tak lama kemudian, sebuah pesan masuk darinya. Rupanya, sekarang dia sedang berada di pusat perbelanjaan. Lokasinya tidak begitu jauh, sekitar 10 menit menyetir jika tidak macet.
Saat aku tiba di tempat, aku melihat Reyhan sudah menungguku di Time Zone. Dia di sana bersama dengan seorang wanita muda yang kelihatannya seumuran dengannya. Keningku langsung berkerut, apa itu orang yang katanya penting untuk aku kenal? Memangnya dia siapa? Aku bertanya-tanya dalam hati sembari mendekat.
"Rey!" panggilku agak keras karena suasana di tempat ini cukup bising akibat suara dari beberapa mesin permainan, ditambah sore ini memang cukup ramai anak-anak yang bermain.
Reyhan menoleh dan tersenyum saat melihatku. "Bang," katanya, mendekat lalu merangkulku. Kaki kami sama-sama terhenti tepat di depan gadis muda yang bersamanya.
"Ini siapa, Rey?" tanyaku mengerutkan kening, penasaran.
Reyhan tersenyum. "Kenalkan, Bang. Ini Reyna, pacarku."
"Oh...." Aku mengangguk-anggukkan kepala tersenyum sedikit dipaksakan sembari berjabat tangan dengan Reyna. Dalam hati berkata, memang seberapa penting aku mengenal pacarnya.
"Tapi Bang Senja jangan salah paham. Orang yang kumaksud bukanlah Reyna, melainkan... dia." Mataku mengikuti kemana arah telunjuk Reyhan, dan pandanganku terhenti pada sesosok anak laki-laki yang sedang bermain trampolin dengan ceria. "Coba tebak, dia siapa?" ujarnya, terkekeh.
Setelah kuamati baik-baik, mataku langsung terbuka lebar menatap Reyhan kembali. "Apa dia Ardhan, anaknya Tiara?" tebakku, sebab sekilas aku bisa melihat bahwa wajah anak itu mirip dengan Arkan. Reyhan mengangguk sambil tersenyum, membuatku seketika menjadi salah tingkah.
'Kenapa tiba-tiba Reyhan ingin mengenalkan kami, apakah perasaanku terhadap Tiara selama ini bisa dia baca? Kalau memang benar, aku jadu malu sekali ketahuan mencintai wanita yang masih berstatus istri orang.'
Singkat cerita, setelah Ardhan puas bermain, kami segera meninggalkan area permainan menuju sebuah restoran yang masih berada di lantai yang sama.
Saat berjalan beriringan, Ardhan yang belum sempat berkenalan denganku sesekali mendongak menatapku, dan aku membalasnya dengan melemparkan senyuman ramah padanya. Aku yakin, dia pasti penasaran siapa aku.
"Kalian mau pesan apa? Aku yang traktir. Pilih saja sebanyak apa pun yang kalian mau, gak usah sungkan," ucapku, Reyhan tersenyum kepada 2 orang di seberang meja kami.
"Yang, kamu mau pesan apa? Pilih aja, gak usah malu-malu," katanya pada Reyna, dan gadis itu pun menyebutkan salah satu nama makanan yang terdapat pada daftar buku menu yang sedang dia lihat, kemudian dicatat oleh seorang pelayan wanita. "Dhan, mau makan apa?" lanjutnya bertanya kepada sang keponakan.
Ardhan menggeleng. "Gak tahu. Om Rey aja yang pesankan," jawabnya dengan wajah polos, seperti anak-anak pada umumnya.
Setelah pesanan kami berempat terkumpul, pelayan itu akhirnya pergi, meninggalkan kami yang mengobrol sambil menunggu makanan datang diantarkan.
Saat aku dan Reyhan mengobrol, diam-diam Ardhan menatapku, dan ketika aku balas menatapnya sambil tersenyum, anak itu langsung membuang muka malu-malu. Reyhan yang menyadari tingkah lucu keponakannya malah tertawa.
"Dhan, kenapa?" tanyanya. Anak itu hanya menggeleng. "Kamu pasti penasaran 'kan siapa om baik ini?" imbuh Reyhan masih tertawa kecil, yang dibalas senyuman tipis dan salah tingkah oleh Ardhan. "Ayo, kalian kenalan dulu," kata Reyhan lagi. Aku mengangsurkan tanganku ke atasnya, yang kemudian disambut malu-malu olehnya.
"Namaku Senja, aku berteman dengan...." Aku menggantung ucapanku karena tidak tahu dia memanggil Tiara dengan sebutan apa.
Reyhan yang mengerti langsung menjawab, "Bunda. Dia memanggil kak Tia dengan sebutan bunda."
"Oh." Aku mengangguk mengerti. "Aku teman bundamu," kataku tersenyum pada anak itu.
"Namaku Ardhan, Om," ucapnya masih malu-malu.
Aku tersenyum. "Ardhan, mulai sekarang kamu bisa memanggilku Om—"
"Daddy! Mulai sekarang kamu bisa memanggilnya Daddy," sela Reyhan, membuat mataku membulat menatapnya, terkejut. Apa maksudnya Reyhan menyuruh Ardhan memanggilku ayah dalam bahasa lain?