I Ketut Arjuna Wiwaha — atau Arjun, begitu orang-orang memanggilnya — pernah jatuh dalam perasaan yang salah. Cinta terlarang yang membuatnya kehilangan arah, membuat jiwanya hancur dalam diam.
Namun, saat ia hampir menyerah pada takdir, hadir seorang gadis bernama Saniscara, yang datang bukan hanya membawa senyum, tapi juga warna yang perlahan memperbaiki luka-lukanya.
Tapi apakah Saniscara benar-benar gadis yang tepat untuknya?
Atau justru Arjun yang harus belajar bahwa tidak semua yang indah bisa dimiliki?
Dia yang sempurna untuk diriku yang biasa.
— I Ketut Arjuna Wiwaha
Kisah cinta pemuda-pemudi Bali yang biasa terjadi di masyarakat.
Yuk mampir dulu kesini kalau mau tau tentang para pemuda-pemudi yang mengalami cinta terlarang, bukan soal perbedaan ekonomi tapi perbedaan kasta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ryuuka20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34.
🕉️🕉️🕉️
Derasnya hujan membuat Juna dan Sanis berhenti di sebuah halte karena mereka ke sekolah menaiki motor, dan kemungkinan besar akan basah jika memakai jas hujan saja.
"Nis, gak apa-apa kok, juga sebentar aja sekolah kan ya." sambil menyondorkan jas hujan kepada Sanis.
"Trus Lo gimana?" tanya Sanis pada Juna yang tersenyum padanya.
"Enggak apa-apa kan lagi dikit ini kan sekolah kita, gak ada waktu lagi nis,"
Hujan mulai mereda Juna mengajak Sanis naik ke motornya lagi dan Juna juga tanpa mengenakan jas hujannya.
Juna menarik tangan Sanis segera ke koridor sekolah dan para murid murid berbisik dengan tatapan yang aneh, dan Sanis benar benar merasa aneh dengan tatapan mereka.
"Jangan peduliin," bisik Juna yang tetap berjalan berdampingan dengan Sanis dan masuk ke kelas mereka.
Sanis menatap langit yang mendung sekarang, sebentar lagi akan hujan dan ia harus mengurus beberapa hal bersama gurunya.
"Sanis," pak Iyan adalah guru khususnya di sanggar seni lukis taksu walaupun Wayan adalah seorang dokter bukan seorang guru, dulu ia memanfaatkan waktunya untuk melukis dan mengajar sambil menjalankan kuliahnya tentu saja ia sangat sibuk saat itu, dan ia sempatkan untuk mengabdi di sekolah alumninya.
Gadis itu tersenyum ramah pada gurunya, Wayan hanya tertawa melihat tingkah Sanis yang ragu-ragu untuk duduk di sebelah Juna.
"Katanya Sanis pacarmu Jun, suruh dia duduk dong. " Juna yang sedang serius dengan handphonenya itu tertegun mendengar pernyataan dari kakaknya.
"Sini," Juna menarik tangan Sanis yang duduk di sebelahnya tak lupa ia tersenyum manis pada gadis itu yang membuatnya merona secara tiba-tiba.
Wayan tertawa wajah Sanis yang merona karena senyuman dari Juna. Baru tau Wayan kalau Juna punya pelet sekuat itu, padahal Sanis teman yang sering ia bawa dan baru kali ini Wayan melihat mereka berdua canggung.
"Jangan ketawa cepetan!?" Tegur Juna yang melihat tingkah aneh dari kakaknya yang memutar bola matanya malas.
"Iya, dan kakak panggil kalian kesini itu untuk menyelesaikan suatu proyek kakak, kita tau kalian masih belajar juga tapi kalau di coba, mungkin ini sangatlah menarik."
"Lomba lagi Bli Yan?" Tanya Juna pada kakaknya yang menganggukkan kepalanya membenarkan hal tersebut, Wayan sengaja memanggil mereka untuk melanjutkan hobinya itu, dan meminta Sanis dan Juna untuk menghadiri acara seminar kesenian.
"Hmm jadi kalian tinggal datang ke acara seminar kesenian ini dan kalian praktek sejauh mana kemampuan kalian. Kalau kalian menyetor hasil praktek lukisan kalian ke sana, lukisan kalian akan di pajang di museum seni."
"Gimana Sanis ?" Tanya Juna pada Sanis yang dari tadi menyimak terlintas di benak Sanis untuk menjadi seorang pelukis dan seniman lukis. Mengingat dulu ia sangat ingin lukisannya di pajang di museum seni rupa.
"Sangat menarik, hayok Jun kita ikut aja lumayan kan ya, kalau seminar juga dapat sertifikat juga dan dengan sertifikat itulah nanti kita akan gampang masuk universitas nanti."
Melihat Sanis yang bersemangat membuat Wayan senang dengan generasi muda yang memiliki jiwa seni seperti Sanis.
Sanis menatap Juna dan setuju untuk ikut serta dalam kegiatan seminar itu, Juna senang melihat gadis itu senang.
"Kalian kesana hari Sabtu ya, nanti kakak kasik jadwalnya." Keduanya setuju dan berpamitan dengan pria itu. Melihat keduanya dekat membuat pria itu tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan apa yang terjadi pada adiknya itu.
'Tok tok tok'
Wayan menolehkan kepalanya ke arah pintu yang di ketuk oleh seorang wanita muda itu, yang sekarang sedang menjadi kekasihnya.
"Geni, kamu tumben kesini?" tanya Wayan heran melihat wanitanya itu cemberut dan tiba-tiba saja memeluknya dalam diam.
"Sayang kamu kenapa?" tanya pria itu lagi yang membuatnya bingung tumben sekali Agni ke sanggarnya itu sendirian.
"Kak Arya masuk rumah sakit, dan masuk ruang ICU. Jadi tolong anterin jenguk kak Arya." jawab Agni yang menundukkan kepalanya tanpa menatap wajah pria ini. Agni menjelaskan kronologi kecelakaan yang terjadi pada Arya dan Raspati yang menelponnya untuk memberi tau Wayan.
"Arya? Kenapa Raspati gak nelpon aku ya?" Panik Wayan yang merogoh kantongnya itu dan ingat ia meninggalkan handphonenya di rumah.
"Aarrgghh.... Hapeku di rumah tadi lupa bawa." Agni tak bisa menahan air matanya, kedekatan Arya sangatlah tidak biasanya bagi Agni sendiri. Sedangkan Wayan kekasihnya itu perasaannya terhadap pria itu hanya biasa saja.
"Yaudah, sayang jangan nangis ya. Nanti tim dokter pasti nyelamatin dia." Wayan berusaha menenangkan kekasihnya agar tak khawatir.
..............................
"Kak Ras belum pulang Bun?" tanya Sanis pada ibunya yang tengah di dapur.
"Katanya sahabatnya dia ada di ICU dan dia gak bisa pulang hari ini mungkin." Jawab ibunya, Sanis menganggukan kepalanya mengerti. Sahabat dari kakaknya itu sejak SMA jadi ya wajar saja ia harus bekerja keras untuk menyelamatkan sahabatnya.
Notif bertubi tubi yang menghujam handphone Sanis membuat sang empunya malas untuk meladeninya.
💬 |Juna (7)
💬 |The legend of uwu(100)
Sanis menatap layar ponselnya itu dan melihat beberapa chat dari Juna.
Juna
|Besok kita berangkat bareng ya
|Kayak biasanya
|Jangan ngaret ya, besok jemput Lo
|Kata Bli Yan duluan aja, dia sibuk ngurusin sahabatnya
|Tergantung sikon sih ya sebenarnya, lihat aja besok Nis
|Inget nis
|Iya bawel
|Bawa apa aja ?
|Apa ya bawa diri aja
|Duit sama tas serah apa aja
|Okey
Berbeda sekali dengan apa yang terjadi biasanya, entahlah apa yang ia pikirkan ketika menerima pernyataan dari Juna kalau ia akan selamat dari dua gadis licik itu jika berhubungan dengan Juna.
Dan selama beberapa hari ini tak ada yang menganggunya termasuk beberapa orang yang ada dulu, sejak ia dekat dengan Juna.
Dan bagusnya itu mereka hanya memandang Sanis dan Juna sebagai sahabat, tak ada yang terlintas di pikiran mereka bahwa keduanya memiliki hubungan.
Bangun pagi adalah hal yang jarang di lakukan oleh Juna dan sekarang ia bangun pagi dan menuju kamar mandi yang ada di sebrang kamarnya yang berbatas dengan dapur, hari masih gelap matahari masih menyembunyikan sinarnya.
"Loh Juna??" Kaget ibunya yang heran dengan anaknya yang mandi sepagi ini.
Juna hanya menyengir kuda dan berlari menuju kamarnya itu, dengan jantungnya yang berdebar kencang seakan ada sesuatu menakutkan.
Hari ini ia dan Sanis akan pergi ke seminar seniman dan menggantikan kakaknya yang seharusnya
"Jun mau kemana ?" tanya sang ayah pada anak bungsunya sangat tumben sekali ia pergi pagi pagi begini.
"Mau ikut seminar bentar pa, Juna pamit ya." Pamit Juna pada ayahnya yang tersenyum padanya.
..................
"Nis, kita masuk gak? Kayaknya sih bukan buat anak sekolahan kayak kita." Bisik Juna pada Sanis yang menganggukkan kepalanya setuju, di lain sisi juga Sanis ingin sekali ikut serta dalam seminar itu.
"Kita bilang aja utusan pak Iyan," mereka langsung masuk ke dalam ruangan yang sangat estetik dengan menuangkan gaya tradisional, lukisan tangan ada di dinding museum itu.
Lukisan yang memperlihatkan gaya hidup jaman dulu orang Bali asli, sebuah desa yang sangat asri. Dengan orang-orang kepercayaan sebagai umat Hindu yang sangat kental dengan nuansa tradisi juga budayanya.
Gadis itu sangat takjub dengan semua kesenian ini, Juna tersenyum melihat Sanis yang senang.
"Seneng?" Sanis menganggukan kepalanya dan memang benar ia senang karena melihat kesenian itu.
"Syukurlah," Juna merangkul bahu Sanis dengan membawanya ke dalam lobi itu untuk menemui beberapa seniman.
"Eh Lo kenal mereka ?" tanya Sanis pada Juna yang menggelengkan kepalanya dan tersenyum lebar.
Sanis menatap Juna dengan kesal dan memutar bola matanya malas, dikira kenal sama orang orangnya dan juga tau kemana tujuannya.
"Hehe tenang Bli Yan dah kasik tau kok," Juna kembali menarik tangan Sanis keluar dari Lobi dan menuju lift.
Lift terbuka dan beberapa orang ada di dalam lift itu tersenyum ramah kepada mereka berdua. Salah satunya adalah anak muda yang sebaya dengan Juna dan Sanis.
"Maaf, kalian dari SMA Garuda Kencana?" tanya cowok itu pada Sanis dan Juna yang saling melemparkan tatapan.
"Iya, kita dari SMA Garuda Kencana."
"Wah kita sebaya kah? Aku dari SMA Nusa Bangsa, namaku David." ucap cowok itu tersenyum sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat.
"Juna." Cowok itu menerima uluran tangan dari Juna yang menatapnya tajam, yah David tau jika Juna adalah adik dari seniman dari SMA Garuda Kencana.
"Sanis," Sanis menerima uluran tangan dari David dan menatapnya lekat seakan kembali lagi menelusuri lorong waktu masa lalu.
"Saniscara?" tanya David pada gadis itu yang menganggukkan kepalanya yang mengiyakan.
"Wah Lo seniman muda itu kan ?" Lagi lagi David bertanya kepada Sanis dan terlihat akrab dengan cowok itu, entah mengapa hati Juna bergetar hebat dan merasa aneh dengan kedekatan mereka berdua.
Pintu lift terbuka dan sampailah di aula tempat seminar di adakan dengan cepat Juna menarik tangan Sanis keluar dari lift itu dan meninggalkan David.
"Kita ketemu lagi Putu,"
........................
"Ih Juna apa pelan-pelan." ucap Sanis yang risih dengan apa yang Juna lakukan sekarang.
"Udah jangan deket-deket sama dia!?"
Sanis menatap Juna tak percaya dengan apa yang dengar saat ini.
"Apa Juna? Gue cuma ngobrol sama dia."
"Iya tau, tapi jangan deketin dia. Karena firasat gue gak enak." Jelas Juna pada Sanis yang menggelengkan kepalanya.
"Yaudah ayok masuk,"
....................
"Putu tunggu!"
"Kok toris ngikutin aku sih ?" gadis kecil itu berseragam SD itu menghentikan langkahnya karena ada yang memanggil namanya.
"Bukan toris ya, tapi David!?" tekan anak laki-laki kecil itu yang berwajah blasteran indo-belanda.
"Iya kenapa lagi?" tanya gadis kecil itu kesal yang bernama Putu itu seharusnya ia menghampiri sang bunda.
"Ini loh buku gambar kamu kata Bu guru kamu larinya cepet jadi aku di titipin dan kejar kamu dengan lari maraton." Anak laki-laki itu memberikan buku gambar yang di titipkan padanya tadi dari ibu gurunya.
"Iya makasih toris."
"Iya sama-sama, Putu kalau kesel mah tambah cantik," laki-laki kecil itu tertawa melihat wajah kesal teman gadisnya itu.
"Loh kamu kenapa ?" tanya wanita muda yang menghampiri mereka berdua, Sanis menceritakan kalau teman laki-lakinya itu jahil padanya membuat wanita itu tertawa kecil mendengar ocehan dari Putri kecilnya.
"Wah kamu temannya Putu ya?"
"Iya,"
"Kamu belum di jemput?" Laki-laki kecil itu menggeleng cepat. Karena hari sudah semakin sore.
"Gimana kalau sama Tante aja sekalian, kamu tau alamat rumahmu?"
"Iya Tante aku tau kok,"
"Kok toris sama kita Bunda?" tanya Putri kecilnya itu.
"Udah sore ini, kasian dia sendirian di sekolah nungguin." Putu hanya ber 'oh' ria.
"Hmm nama kamu siapa ?"
"David Tante."
"Sangat cocok sama wajah kamu ya,"
"Ini Tante rumah aku, di dalem ada banyak saudara aku loh, Tante mau mampir?"
"Enggak sayang, Tante sampai sini aja ya, salam sama saudara kamu ya,"
"Makasih ya, Tante."
Sekilas tentang dirinya dan juga gadis itu melintas begitu saja tanpa sengaja menatap Sanis dari jauh. David harus memastikan bahwa ia adalah sahabat masa kecilnya.
"Kita harus kembali seperti dulu Putu,"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Bersambung..........