Lin Feng, "Tuan Muda Teoris" dari Klan Lin, adalah bahan tertawaan di Akademi Awan Hijau. Dia jenius strategi, tapi bakat bela dirinya nol besar.
Segalanya berubah drastis saat arwah kakek-kakek telanjang mesum merasuki mata kirinya, memberinya kekuatan cheat [Mata Penjiplak] yang bisa meniru dan menyempurnakan jurus apa pun seketika.
Berbekal otak licik, mata copy-paste super, dan panduan kakek mesum di kepalanya, Lin Feng kini siap mengacak-acak dunia Jianghu. Ini adalah kisah di mana dia mempermalukan para jenius, men- trol/ musuh-musuhnya, dan mengejar tujuan utamanya membangun harem terbesar dalam sejarah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ex, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12 bagian 3
Wajah Instruktur Mei Lan berkedut.
Pilihan macam apa itu? Lumpuh, atau... dipermalukan oleh seorang murid cabul?!
"Kau..." desisnya. "Kau... sombong sekali, Lin Feng... Kau pikir... aku..."
GAAAAHK!
Dia tidak bisa menyelesaikan kalimatnya.
Gelombang rasa sakit yang baru, yang jauh lebih menusuk, menghantam dadanya. Vena di lehernya menonjol. Dia mencengkeram jubah tidurnya di bagian dada, meremas kain sutra itu dengan putus asa.
Dia tidak bisa bernapas.
"S-Sakit..." erangnya, matanya terbelalak panik.
"Sembilan menit," kata Lin Feng datar, mengamati penderitaannya dengan ketenangan seorang algojo. "Mungkin delapan. Meridian Anda mulai robek. Saya bisa... mendengarnya."
Itu bohong, tentu saja. Tapi itu kebohongan yang efektif.
"Sialan..." bisik Mei Lan. Air mata kini mengalir di pelipisnya, bukan lagi karena malu, tapi karena rasa sakit dan putus asa yang murni.
Reputasi. Harga diri. Martabat sebagai guru.
Semua itu... tidak ada artinya jika dia menjadi seorang cacat yang lumpuh.
Dia menatap Lin Feng. Pria muda yang menyebalkan, arogan, tampan, dan... satu-satunya harapannya.
"K-Kau..." suaranya pecah. "K-Kau janji... hanya... Untuk mengobatiku kan?"
Lin Feng tersenyum tipis. "Tentu saja, Instruktur. Ini murni... untuk mengobati anda."
Wajah lurus dan tampannya saat mengatakan kata itu entah kenapa terasa jauh lebih mesum daripada jika dia tertawa cabul.
Mei Lan menelan ludah. Dia menarik napas yang gemetar dan menyakitkan.
"...B-Baik."
Satu kata itu keluar seperti pengakuan orang yang sudah kalah.
"YEEEEESSSSSS! KITA DAPAT IZIN!" raung si Kakek di kepalanya. "IZIN TELAH DIBERIKAN! OPERASI 'PEREMASAN DADA PENYELAMAT NYAWA' DIMULAI! HAHAHA!"
Lin Feng mempertahankan ekspresi profesionalnya. "Keputusan yang bijak, Instruktur."
Dia melihat sekeliling ruangan. "Aliran Qi Anda harus lurus. Saya butuh Anda... berbaring."
Dia menunjuk... ke tempat tidur Instruktur Mei Lan yang rapi.
Mata Mei Lan terbelalak ngeri lagi. "D-Di... Di sini... tidak bisakah disini saja?"
"Tidak," kata Lin Feng tegas, seolah sedang memarahi murid yang bodoh. "Titik Jiuwei ada di bawah tulang dada Anda. Saya tidak bisa menekannya dengan benar jika Anda duduk. Anda harus telentang. Kecuali jika Anda ingin saya gagal dan dada Anda meledak. Silakan."
"Kau..."
"Instruktur," potong Lin Feng, nadanya kini tidak sabar. "Tujuh menit."
Mei Lan memejamkan matanya erat-erat. Wajahnya memerah karena malu yang luar biasa.
Dengan sisa kekuatannya, dia mendorong dirinya berdiri. Dia terhuyung-huyung, nyaris jatuh.
"Perlu bantuan?" tawar Lin Feng, suaranya halus seperti sutra.
"Jangan. Sentuh. Aku," desisnya.
Dia tersandung menuju tempat tidurnya dan, dengan gerakan yang kaku karena rasa sakit dan malu, dia berbaring telentang di atas seprainya.
Dia berbaring di sana. Kaku seperti mayat. Matanya menatap lurus ke langit-langit, menolak untuk melihat Lin Feng.
Jubah tidurnya yang tipis kini... benar-benar menempel di tubuhnya yang berkeringat.
Lin Feng berjalan pelan ke sisi tempat tidur.
Dia berdiri di sana, menjulang di atas Instruktur Mei Lan.
Pemandangannya...
"SEBUAH KEILAAHIIAN! INI PEMANDANGAN DARI SURGA KETUJUH!" si Kakek menjerit histeris di kepalanya. "LIHAT ITU, NAK! LEKUKANNYA! BUKIT-BUKIT KEMBAR YANG MENANTANG SURGA! KAU BISA MELIHAT BENTUKNYA DENGAN JELAS! OH! KAKEK BISA MATI BAHAGIA... JANGAN! JANGAN MATI DULU! KITA BELUM MENYENTUHNYA!"
Lin Feng harus berdeham untuk menenangkan jantungnya sendiri.
"Instruktur," katanya, suaranya tetap tenang. "Ini akan sedikit... tidak nyaman. Tapi ini satu-satunya cara. Saya akan mulai dengan titik Shanzhong, tepat di tengah. Ini akan membuka sumbatan utama."
Mei Lan tidak menjawab. Dia hanya memejamkan matanya lebih erat, bibirnya bergetar.
"C-Cepat... selesaikan... Sialan..." bisiknya.
Lin Feng menarik napas dalam-dalam.
Dia mengangkat tangannya. Tangan Tuan Muda yang bersih dan terawat...
...dan perlahan menurunkannya... menuju pusat dada Instruktur Mei Lan.
Tangan Lin Feng turun.
Waktu seakan melambat.
"SENTUUUUUUHHHH ITU!"
Jeritan pikiran si Kakek di kepalanya hampir membuat Lin Feng tuli.
"KITA TELAH MENDARAT! BENDERA TELAH DITANCAPKAN DI ATAS PUNCAK GUNUNG KEMBAR KEMENANGAN! INI ADALAH SATU LANGKAH KECIL BAGI SEORANG BOCAH, TAPI LOMPATAN BESAR BAGI 'KEKAKEKAN'!"
Tepat saat ujung jari telunjuk dan jari tengah Lin Feng menyentuh kain sutra tipis yang menutupi titik Shanzhong...
GASP!
Seluruh tubuh Instruktur Mei Lan tersentak hebat.
ANGHHHH!
Kaku. Seolah-olah dia baru saja disetrum oleh belut listrik.
"K-Kau...!" desisnya, matanya terbelalak ngeri dan... malu yang luar biasa. Dia bisa merasakan sentuhan jari seorang pria... seorang murid... tepat di... di dadanya.
Tangan Lin Feng berhenti.
"Fokus, Instruktur," kata Lin Feng, suaranya tetap tenang, meskipun dia harus berjuang keras menelan ludahnya sendiri.
"Ini... untuk pengobatan," batinnya. "Hanya untuk pengobatan. Sialan... ini... sangat... lembut, nyaman sekali."
Kain sutra itu basah oleh keringat dingin, dan di baliknya, dia bisa merasakan kehangatan kulitnya dan... tekstur yang luar biasa kenyal.
"JANGAN DIAM SAJA, IDIOT!" bentak si Kakek. "KAU INGIN MENYELAMATKANNYA ATAU HANYA 'MEREMASNYA'?! SALURKAN QI-MU! PATAHKAN SUMBATAN ES ITU! TEKAN LEBIH DALAM!"
"Aku tahu!" balas Lin Feng dalam hati.
Dia menutup mata kanannya, memfokuskan segalanya pada panduan yang ada pada mata kirinya.
"Pegang erat-erat," gumamnya.
"Ap..."
Dia tidak menunggu jawaban.
Dia langsung menekannya.
Ujung jarinya menekan titik akupunktur itu. Dan pada saat yang sama, dia menyalurkan gumpalan Qi-nya yang tipis dan menyedihkan ke dalam tubuh Mei Lan.
Bagi Mei Lan, rasanya seperti dunia meledak.
Satu detik... itu adalah sentuhan yang memalukan.
Detik berikutnya...
ZZZRRRTTT!
Sebuah tusukan energi yang panas, tajam, dan sangat asing menembus kain sutra, menembus kulitnya, dan menghantam langsung ke meridiannya yang tersumbat!
"NGHH...!"
Dia mendesah.
Itu sakit. Sangat sakit!
Jauh lebih sakit daripada sumbatan itu sendiri. Rasanya seperti jarum panas yang diputar-putar di dalam dadanya.
"B-Brengsek... k-kau... apa yang kau..." dia tergagap.
"DIAM!" bentak Lin Feng, wajahnya kini berkeringat karena konsentrasi. "Aku sedang memecahkan esnya! TAHAN!"
Dia memutar aliran Qi-nya, mengikuti instruksi si Kakek yang berteriak-teriak di kepalanya.
"BAGUS! DIA SUDAH RETAK! SUMBATANNYA RETAK! TAMBAH TENAGANYA! JANGAN KASIH KENDOR, NAK! BUAT DIA MENJERIT!"
Lin Feng menekan lebih keras.
Qi-nya yang kecil, berkat panduan si Kakek, bertindak seperti mata bor yang sempurna. Qi Mei Lan yang kacau dan dingin itu melawan... tapi Qi Lin Feng menusuk tepat di celah kelemahannya.
KRAK!
Mei Lan merasakannya. Sesuatu yang dingin dan keras di dalam dadanya... pecah.
Rasa sakit yang menusuk itu tiba-tiba lenyap...
...dan digantikan oleh sesuatu yang lain.
Sesuatu yang... hangat.
Qi panas Lin Feng kini mengalir bebas ke dalam meridiannya, menghangatkan "pipa" yang membeku itu.
Rasa sakitnya hilang.
Tapi... sentuhan jari Lin Feng... masih di sana. Menekan. Panas. Memutar pelan.
Mei Lan terbaring di tempat tidurnya, terengah-engah. Wajahnya merah padam.
Dia tidak lagi kesakitan.
Tapi dia juga... tidak menghentikan Lin Feng.
Dia hanya berbaring di sana, membiarkan tangan muridnya tetap di dadanya... dan dari tenggorokannya, keluar suara erangan pelan yang sangat aneh.
Suara yang... sama sekali bukan suara kesakitan.
"...Nnnggh... ah..."
Lin Feng membeku. Tangannya berhenti berputar.
"Kek," batinnya ngeri. "Itu... bukan suara 'kesakitan', kan?"
"HOOOOOO!" Si Kakek terdengar seperti baru saja memenangkan lotre terbesar. "KAKEK TAHU ITU! DIA MENIKMATINYA! DIA SUKA ITU! DIA SEORANG MASOKIS SIALAN! TEKAN LEBIH KERAS, NAK! DIA MINTA LEBIH!"
tapi overall, ini cukup bagus👍
untuk kalimat 'haaaah' ini seperti menghela napas kan? harusnya Hoamm, mungkin?🤭
maaf kak sok tau, tapi aku lebih nyaman begitu🙏