"𝘽𝙧𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. "
𝘼𝙙𝙪𝙝 𝙖𝙬𝙖𝙨... 𝙝𝙚𝙮𝙮𝙮... 𝙢𝙞𝙣𝙜𝙜𝙞𝙧.. 𝘼𝙡𝙖𝙢𝙖𝙠..
𝘽𝙧𝙪𝙠𝙠𝙠...
Thalia putri Dewantara gadis cantik, imut, berhidung mancung, bibir tipis dan mata hazel, harus mengalami kecelakaan tunggal menabrak gerbang, di hari pertamanya masuk sekolah.
Bagaimana kesialan dan kebarbaran Thalia di sekolah barunya, bisakah dia mendapat sahabat, atau kekasih, yuk di simak kisahnya.
karya Triza cancer.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TriZa Cancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TAWURAN
Jam dinding markas Golden Blood menunjukkan pukul 06.30 pagi.
Suasana yang biasanya dipenuhi suara tawa dan obrolan keras kini berubah jadi lebih sibuk, beberapa anggota berseragam SMA, sebagian lagi memakai jaket kampus.
Mereka semua bersiap berangkat, motor dan mobil sudah berjejer rapi di depan halaman.
Di tengah keramaian itu, Thalia berdiri sambil mengikat rambutnya setengah asal. Wajahnya cemberut, apalagi saat melihat Athar sudah bersiap dengan motornya.
Ia menyandarkan tubuh ke dinding, sambil menghela napas panjang.“Gue kan udah bilang gak mau di bonceng ke sekolah,” gerutunya pelan sambil menatap Athar yang memasang helm di kepalanya dengan gaya khas tenang, dingin, tapi entah kenapa keren banget.
“Pasti nanti semua murid heboh deh liat gue di bonceng si tembok,”Gumamnya sambil menghentakan kaki, menatap ke arah motor Athar dengan malas.
Athar melirik sekilas. “Ayo Naik.”
Nada suaranya datar tapi tegas, khas Athar.
Thalia mendengus. “Tembok otoriter.”
Namun akhirnya ia tetap melangkah mendekat, naik ke boncengan dengan ekspresi setengah kesal, setengah pasrah.
Begitu motor melaju keluar dari halaman markas, beberapa anggota Golden Blood yang masih di sana bersiul dan menggoda.
“Ati-ati bos, takut bininya jatuh, tuh!”
“Wah, Queen..nya diantar langsung nih, romantis banget!”
Athar hanya menatap ke depan tanpa menggubris, sementara Thalia ingin sekali menendang satu-satu mereka yang menggoda, tapi ia memilih diam.
Begitu memasuki gerbang sekolah, gerbang langsung heboh. Beberapa murid menoleh, sebagian bahkan berhenti berjalan hanya untuk memastikan mereka tidak salah lihat.
"Tuh kan heboh.. " Desah Thalia.
“Eh, itu Athar kan?”
“Iya, si ketos dingin itu… tapi siapa yang dia bonceng?”
“Seriusan?.."
"Dia kan..gak pernah boncengin siapa-siapa, bahkan sahabatnya aja gak pernah di bonceng.!”
Bisik-bisik itu makin ramai, apalagi ketika motor Athar berhenti dan Thalia membuka helmnya. Rambutnya yang sedikit berantakan tertiup angin, wajahnya segar dengan senyum tipis yang entah kenapa langsung menarik perhatian banyak orang.
Beberapa siswa berdecak kagum,
“Cantik banget, sumpah mereka serasi.”
Namun yang lain langsung mencibir dengan nada tajam,
“Cewek modal wajah gak aneh sih... Kemarin kan mesra banget sama si Andrian, sekarang malah deket sama Athar. Dasar gak tahu diri.”
“Wanita murahan.”
“Gak heran sih..cewek kayak dia, tapi Athar tuh kasian banget kalau beneran baper.”
Tapi bukannya tersinggung atau menunduk, Thalia justru melenggang tenang. Ia melepas helm dan menatap lurus ke depan tanpa peduli ocehan mereka, lalu berjalan menuju kelas dengan langkah mantap dan kepala tegak.
Di belakangnya, Athar masih duduk di motor, tatapannya tajam mengikuti arah langkah Thalia. Dion menghampiri Athar menepuk bahunya pelan. “Bos, mereka barusan ngehina Thalia tuh…” katanya, nadanya sedikit geram.
Athar menarik napas pelan, lalu menjawab datar tapi dalam,“Hem… Biarin yang penting gue tau gimana aslinya dia.”
Senyum tipis muncul di sudut bibirnya, sebuah ekspresi yang Dion tau, kalau ekspresi itu muncul saat Athar benar-benar serius pada seseorang.
Tak lama bel sekolah berbunyi nyaring, menandakan pelajaran pertama dimulai. Suasana sekolah yang tadi riuh karena gosip tentang “si ketos dingin boncengin cewek cantik” perlahan mereda, berganti dengan keheningan khas jam pertama pelajaran.
Di kelas XII IPA 1, guru kimia baru saja datang. Semua siswa duduk rapi, sebagian masih menguap, sebagian lagi sibuk mengeluarkan alat tulis.
Athar, seperti biasa, duduk tegak dengan ekspresi datar, matanya menatap papan tulis, sama sekali tidak terpengaruh oleh bisik-bisik seisi kelas.
Namun Thalia, yang dari tadi menguap kini menatap Athar di sebelahnya lalu mencondongkan tubuh sedikit sambil berbisik pelan,
“Tar, lo tau gak bedanya kimia sama lo?”
Athar menoleh pelan, satu alisnya terangkat, ekspresinya tenang tapi penasaran.
“Gak tau,” jawabnya singkat.
Thalia tersenyum nakal, lalu dengan nada manja tapi penuh percaya diri, ia berbisik lagi,
“Kalau kimia bisa bikin reaksi antara zat… kalau lo, bisa bikin reaksi di jantung gue.”
Athar yang biasanya dingin mendadak terdiam. Wajahnya memanas, telinganya memerah pelan. Ia buru-buru memalingkan wajah ke arah papan tulis, seolah sedang memperhatikan guru, padahal jelas ia sedang menahan senyum.
Dion yang duduk di depan mereka nyaris tersedak tawa, menunduk agar tidak ketahuan.
Sementara Thalia pura-pura serius menulis rumus, tapi sudut bibirnya terangkat penuh kemenangan.
Athar berdeham pelan, lalu menatapnya sekilas sambil berkata datar,“Gue laporin ke guru kimia, lo bikin reaksi berbahaya di kelas.”
Thalia nyengir, “Boleh, tapi efek sampingnya ketagihan, loh.”Ucapnya sambil mengedipkan mata, semakin membuat Athar salting.
Suasana hening kini berganti heboh ketika ada keributan, suara pecahan kaca jendela yang di lempar batu, suara gerbang yang di pukul. Membuat semua murid dan guru ricuh.
Keributan di luar semakin menjadi.
Suara teriakan dari arah gerbang bercampur dengan dentingan kaca pecah dan batu yang menghantam dinding sekolah.
“Heh Aldo! keluar lo!”
“Geng Ater banci! Keluar lo semua!”
Jeritan itu terdengar jelas sampai ke lantai dua. Para murid mulai menunduk, sebagian berlari menjauh dari jendela karena pecahan kaca mulai berjatuhan. Guru pun berusaha menenangkan, namun suasana sudah terlalu ricuh.
Thalia yang duduk di dekat jendela justru memiringkan kepala, matanya memandang ke luar dengan rasa penasaran yang besar.
“Ada apa sih rame banget? Demo sembako apa ya?” gumamnya polos.
Beberapa murid menatapnya tidak percaya.
Thalia masih lanjut ngoceh, “Tapi kok mereka teriak nama Aldo? Si Aldo kelas IPS bukan sih?”
Namun tidak ada yang menjawab. Semua diam, sebagian bahkan sudah bersembunyi di bawah meja.
Thalia mendesah kesal,“Yaelah pada diem semua, kayak liat hantu aja.”
Ketika ia menoleh, kursi Athar dan anggota Osis sudah kosong, pasti mereka turun ke bawah bergerak cepat menuju gerbang untuk mengamankan situasi.
Thalia memicingkan mata,“Wih, kayaknya mau tawuran nih…”Sorot matanya malah berbinar bukan takut, malah penuh semangat.
Ia segera berdiri dari kursinya.“Thalia, lo mau ke mana?!” seru Cia panik sambil menarik lengannya.
“Mau ikut lah! Seru kayaknya,” jawab Thalia santai, menarik lengannya yang di cekal Cia.
“Lo gila? Lihat tuh, di luar rame banget, batu beterbangan!”
“Udah, kalian gak usah khawatir. Gue aman kok,” ucap Thalia dengan senyum yakin.
Sasa sampai geleng-geleng,“Lia, itu tawuran bukan lomba makan kerupuk.”
Tapi Thalia sudah melangkah ke arah pintu, menepuk bahu keduanya,“Tenang aja, kalau mereka niat nyerang sekolah ini, berarti mereka nyerang wilayah gue juga.”Nada suaranya rendah tapi tegas.
Membuat Cia dan Sasa menatapnya heran, seolah baru sadar kalau Thalia bukan sekadar murid biasa.
Langkah Thalia cepat menuruni tangga, rambutnya berkibar, dan dari luar masih terdengar teriakan-teriakan menantang.
Sedangkan suasana di depan gerbang sekolah benar-benar kacau. Aldo, Toni, Edo, Rendy, dan Romi anggota geng Ater, berdiri berhadapan dengan geng motor Tengkorak, yang jumlahnya hampir dua kali lipat. Suara mesin motor yang meraung-raung bercampur dengan teriakan dan ejekan.
“Ngapain lo pada cari gue, hah?!” teriak Aldo dengan nada menantang.
Salah satu dari geng Tengkorak maju, menunjuk kasar ke arah Aldo.“Jangan sok polos lo! Lo sama anak-anak lo udah ngeroyok anggota gue kemarin!”
Aldo mengangkat alis, cengengesan.
“Ngeroyok? Enggak lah, dia cuma lawan si Toni. Lagian dia aja yang lemah!”
Toni nyengir lebar, “Iya tuh, baru kena satu tendangan udah tumbang.”
“Kurang ajar lo!”Teriakan itu langsung diikuti suara gas motor meraung keras.
Beberapa anggota Tengkorak mulai mendorong gerbang, siap menyerbu masuk.
Namun tiba-tiba..
“Eittt! Tunggu dulu, tunggu dulu!”
Sebuah suara lantang memecah ketegangan.
Kerumunan serentak menoleh ke arah sumber suara, dan muncullah Thalia, berjalan santai menyibak barisan siswa dan geng yang berdesakan.
Rambutnya dikuncir tinggi, wajahnya tenang tapi sorot matanya tajam. Seluruh geng Tengkorak langsung melongo. Sebagian besar terdiam terpana, tapi beberapa malah menatapnya dengan pandangan cabul.
Salah satu di antara mereka bersiul,“Heh, minggir lo, Cewek! Gue mau bales dendam sama si Aldo. Kalau mau hadang, nanti aja di ranjang!”
Tawa kasar menggema dari belakangnya.
Thalia berhenti melangkah. Tatapannya berubah dingin. Apalagi Athar sudah mengepalkan tangannya. Langkah Thalia maju perlahan ke arah pria itu.
Suasana langsung hening.
“Heh, gak sopan lo… kudanil!”
Semua yang mendengar langsung menahan tawa. Beberapa murid yang menonton dari jendela bahkan sampai memukul meja menahan cekikikan.
“APA LO BILANG..enak aja wajah tampan gue lo bilang kudanil?!” si ketua geng Tengkorak mendengus kesal.
“Kuping lo juga tebel ya? Gue bilang kudanil! Kepala gede, mulut lebar, otak tipis!”
Toni, Edo, dan Aldo sudah nahan tawa parah di belakang. Bahkan beberapa anggota Osis yang sudah berjaga di sekitar area itu sampai senyum menunduk.
Raka berbisik ke Dion,“Gue kadang kasihan, tapi ya… yang dilawan juga bukan cewek normal.”
Athar yang berdiri tak jauh dari situ cuma menghela napas, matanya tak lepas dari Thalia yang kini menatap geng motor itu dengan percaya diri penuh.
“Kalau lo masih maksa nyerbu,” ucap Thalia dengan nada rendah tapi tegas, “siap-siap aja, nanti lo gak cuma jatuh dari motor, tapi dari harga diri lo juga.”
Keributan makin memuncak.
Ketua geng Tengkorak, yang tadi dihina “kudanil”, kini wajahnya merah padam menahan malu dan emosi.
“Kurang ajar lo, Cewek! Ayo serang dia!!” teriaknya lantang.
Anggota gengnya langsung maju, beberapa mengangkat ranting besi dan kayu, bersiap menghajar siapa pun yang menghalangi.
Namun sebelum sempat satu pun mendekat
“Bentar! Bentar dulu!”Thalia mengangkat tangan seperti seorang guru menghentikan muridnya yang ribut di kelas.
Semua spontan berhenti… karena nada suaranya terdengar terlalu santai untuk situasi sekacau itu.
“Nih, gue bagi roti satu-satu ya..”
Thalia membuka kresek kecil di tangannya, mengeluarkan beberapa potong roti isi selai stroberi. “Biasanya orang marah tuh karena laper… Jadi ayo makan roti dulu.”
Ia tersenyum manis, senyum yang entah kenapa malah bikin semua orang bingung antara mau melawan atau kabur.
Rafi yang menonton dari balik pagar sudah ngakak sambil tepuk paha.“HAHAHA, baru kali ini gue lihat orang mau tawuran..dikasih roti! Gila ini cewek!”
Dion menambah, “Dia emang bukan manusia biasa, Raf!”
Beberapa anggota geng Tengkorak cuma melongo, nge-freeze, bingung harus ngapain.
Salah satu akhirnya sadar, membuang roti itu ke tanah dengan marah.“Ngapain juga gue makan pemberian lo, Cewek gila!”
Ketua mereka berteriak lagi,“Udah cukup bercandanya! SERANG!!!”
Dan kali ini semua langsung bergerak maju.
Namun detik berikutnya..
BYUUUUURRRRR!!!
Sebuah semburan air keras dan deras menabrak tubuh mereka semua hingga terpental mundur. Teriakan panik bercampur suara cipratan air menggema.
“ANJI..NG...INI AIR DARI MANA!!”
Semua menoleh, dan di ujung halaman tampak Pak Maman, penjaga gerbang sekolah, berdiri gagah dengan selang pemadam kebakaran besar di tangannya.
Sementara di sampingnya, Thalia berdiri dengan senyum puas, satu tangan memegang tuas tekanan air.
“Surprise..” katanya santai.
“Gue panggilin bantuan biar kalian gak kepanasan, sekalian menghapus dosa, dan wajah jelek kalian."
Rafi sampai jongkok nahan tawa, Dion hampir jatuh, dan bahkan Athar yang selalu datar pun tak bisa menahan senyum tipis melihat adegan absurd itu.
Ketua geng Tengkorak yang kuyup memekik,
“Sialan lo, Cewek!!”
Thalia menepuk pipinya pelan, pura-pura prihatin.“Ih, basah ya? kasiahan kasihan.. Satu dua burung berlalu.. Eh sungguh terlalu.. "
Raka berbisik ke Athar,“Bos…dia lebih berbahaya ternyata."
Athar hanya menatap Thalia dari kejauhan dengan pandangan campur aduk antara kagum dan pasrah."Hem dia emang luar biasa.."
Namun usaha Thalia gagal total mereka tetap saling serang, Thalia mendesah panjang, memutar matanya ke langit.“Yah, Pak… gak mempan ternyata. Udah disiram, dikasih roti, masih aja bernafsu berantem.”
Pak Maman, yang masih menggenggam selang dengan gaya bak pahlawan super, mengangguk pelan sambil berpikir serius.
“Hmm… kalau air gak mempan, mungkin kita harus pakai cara spiritual nih, Nona Thalia.”
Thalia menatapnya bingung.“Spiritual maksudnya gimana, Pak?”
Pak Maman menepuk dada dengan bangga.
“Saya masih simpen speaker masjid portable di gudang kebersihan. Kita puter aja ceramah Ustadz Rahmat yang durasinya dua jam setengah. Dijamin mereka insaf sebelum jam istirahat!”
Thalia langsung bengong.“Pak… itu bukan nyerang, itu ngebantai psikologis, Pak, iya kalau mereka insyap kalau malah nanya..saha aing..gimana?.”
Pak Maman cengar-cengir.“Kalau masih gak kapok, tinggal saya tambahin murotal Surah Al-Baqarah dari awal sampe akhir, dijamin bubar tuh geng!”
Thalia ngakak sampai pegang perutnya.
“Ampun, Pak, jangan-jangan nanti bukan bubar, tapi tobat massal.”
Namun sebelum tawa Thalia reda, salah satu batu melayang nyaris kena kepala Aldo.
Thalia langsung berubah ekspresinya, kini serius dan tajam.
“Oke, plan B gagal. Plan C, kita pake cara barbar elegan aja, Pak.”
Pak Maman menaikkan alis.“Barbar elegan tuh apaan, Nona Thalia?”
Thalia mengangkat ember cat dari pojokan yang entah kenapa ada di sana, membuka tutupnya, dan tersenyum sinis.“Cat warna ungu metalik, Pak. Kita ubah mereka jadi seni jalanan hidup.”
Sebelum Pak Maman sempat mencegah, Thalia sudah melemparkan ember cat itu ke arah kerumunan geng Tengkorak yang sedang menyerbu.
BYUUUUSSSSHHH!!..
Seketika halaman depan sekolah berubah jadi pameran seni dadakan. Dinding tembok, baju, rambut, bahkan motor mereka kini berwarna ungu cerah menyala.
“Woy cewek gila!!”
teriak salah satu anggota yang kini terlihat seperti Barney versi bengkel.
Thalia menepuk tangan puas.“Nah, gitu dong… udah gak usah berantem, mending kalian ikut lomba fashion cat basah. Tema hari ini, tobat tapi estetik.”
Rafi udah jatuh terduduk nahan tawa, Dion sampai nangis ngakak, dan Athar, yang baru datang dari sisi lapangan, hanya berdiri mematung dengan wajah nyaris meledak menahan senyum.
“Thalia…”
suara datar Athar terdengar.
“Apa?”
Athar hanya menggeleng dan berkata "Dasar biang Onar"
Thalia tersenyum manis, mengangkat dagunya.“Gue sih lebih suka panggilan Queen of Chaos.”
Semua murid sudah di kumpulkan di lapangan. Beberapa osis mendata mereka dari sekolah mana saja, hingga tak lama ketua osis dan guru Bk dari masing-masing sekolah tiba slaah satunya Andrian.
thalia salting yaa gemeshh 🤭😁
semangat 💪💪💪
sangat bikin perut kram, ngakak🤣🤣🤣