NovelToon NovelToon
PEMILIK HATI TUAN MUDA MAFIA

PEMILIK HATI TUAN MUDA MAFIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Gadis nakal / Identitas Tersembunyi / CEO / Mafia / Romansa / Iblis
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: TriZa Cancer

"𝘽𝙧𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. 𝙗𝙚𝙣𝙜.. "
𝘼𝙙𝙪𝙝 𝙖𝙬𝙖𝙨... 𝙝𝙚𝙮𝙮𝙮... 𝙢𝙞𝙣𝙜𝙜𝙞𝙧.. 𝘼𝙡𝙖𝙢𝙖𝙠..

𝘽𝙧𝙪𝙠𝙠𝙠...

Thalia putri Dewantara gadis cantik, imut, berhidung mancung, bibir tipis dan mata hazel, harus mengalami kecelakaan tunggal menabrak gerbang, di hari pertamanya masuk sekolah.

Bagaimana kesialan dan kebarbaran Thalia di sekolah barunya, bisakah dia mendapat sahabat, atau kekasih, yuk di simak kisahnya.

karya Triza cancer.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TriZa Cancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Iblis

Setelah mengantarkan Thalia ke rumah Lily, Athar segera memutar balik dan menjalankan motornya menuju tempat yang di kirimkan anggota Golden blood.

Suasana malam terasa mencekam. Angin berdesir membawa bau besi karat dan darah kering dari bangunan tua yang berdiri di ujung kawasan pelabuhan itu. Cahaya lampu jalan hanya menerangi sebagian kecil gerbang berkarat dengan papan bertuliskan “Dilarang Masuk” yang setengah terlepas.

Athar menghentikan motornya perlahan. Mesin mati, tapi aura membunuh darinya justru menyala. Tatapannya menusuk ke arah gedung tua yang menjadi tempat Luis dan para kaki tangannya bersembunyi.

"Malam bos, menurut data, Big bos di serang oleh sekelompok mafia dan pembunuh bayaran, mereka di sewa oleh salah satu pengusaha yang kalah tender dengan big bos, namanya Luis"Papar Jeck tangan kanan Athar di Golden blood.

Hujan rintik mulai turun, menetes di wajah dinginnya.“Luis…” gumamnya pelan, tapi suaranya mengandung ancaman yang bahkan membuat udara sekitarnya seperti menahan napas.

Di dalam gedung, Luis sedang duduk dengan angkuh di kursi panjang, berhadapan dengan pria berjas hitam, pemimpin kelompok mafia yang pernah bekerja sama dengannya.

“Kalau Manggala Grup tumbang, kita pegang semua proyek besar tahun ini,” kata Luis dengan senyum tipis.

Pria berjas itu mengangguk, menyalakan cerutu. “Tapi kau gagal membunuh Arsen. Anak buahku dan pembunuh bayaran, yang kau sewa mati semua. Siapa yang menjamin kalau putranya gak akan balas dendam?”

Luis tertawa kecil. “Anak muda itu? Athar Putra Manggala? Dia terlalu sibuk bermain dan bersekolah, gak akan sempat urus hal begini.”

Namun sebelum tawa Luis selesai, suara berat dan dingin menggema dari luar ruangan.

“Yakin, kau Luis?”

Semua kepala menoleh ke arah pintu. Dua penjaga yang berdiri di depan sempat hendak mengeluarkan senjata, tapi tiba-tiba pintu besi itu terhempas keras, patah di engselnya. Athar berdiri di ambang pintu dengan pandangan tajam seperti singa yang baru dilepaskan dari kandangnya.

Langkahnya tenang, tapi setiap hentakannya terdengar berat dan berbahaya.

“Berani lo ngusik keluarga gue..!!"

Ia berhenti, menatap Luis dengan mata berkilat merah karena pantulan lampu.

"Terima saja akibatnya.. "

Luis menelan ludah, tapi tetap berusaha tersenyum menantang. “Kau pikir ini tempat mainanmu, bocah?Udah sana pulang nanti di cariin keluargamu.”

Athar hanya mengangkat sebelah alis, dan dalam satu gerakan cepat,

brakk!...

Athar menendang meja kayu di hadapannya hingga terbelah dua. Para anak buah Luis serentak mencabut senjata, tapi Athar melangkah maju tanpa gentar.

Aura dingin yang menyelimuti tubuhnya membuat beberapa orang gemetar tanpa sebab.“Gue kasih pilihan,” ucap Athar datar. “Menyerah… atau tempat ini jadi neraka malam".

Luis tersenyum kaku, tapi tangannya perlahan meraih pistol di balik jasnya. Sayang, sebelum sempat menarik pelatuk, sebuah pisau kecil menancap di tangan kanannya, tepat di antara jari telunjuk dan ibu jari.

Athar menatap tanpa ekspresi. "Ingin bermain hemm.. . "

Hujan kini turun semakin deras, memecah kesunyian malam. Dan di antara suara petir, bayangan Athar tampak seperti siluet iblis yang turun ke bumi, siap menuntut balas untuk setiap darah yang berani menyentuh keluarganya.

Darah menetes dari tangan Luis yang gemetar hebat. Pisau yang menancap di sela jari-jarinya membuat wajahnya memucat, tapi rasa sakit itu belum seberapa dibanding rasa takut yang mulai menghantui seluruh tubuhnya.

Ia berteriak panik, “Tangkap dia! Cepat tangkap bocah itu!”

Namun...

Hening.

Tidak ada langkah kaki. Tidak ada suara senjata dikokang. Hanya suara hujan di luar dan napas berat Luis sendiri.

Athar tersenyum miring, langkahnya tenang menapaki lantai beton yang penuh noda darah dan debu. “Mereka gak akan datang,” ucapnya datar, tanpa sedikit pun emosi.

Luis menatap sekeliling dengan panik. Matanya mencari anak buah yang barusan berdiri di dekat pintu. Tidak ada siapa pun.

Hanya pria berjas hitam, pemimpin mafia yang tadi bernegosiasi dengannya, masih duduk di kursinya.

Tapi… kepalanya menunduk aneh.

Luis menatap lebih dekat, dan baru menyadari tubuh pria itu sudah membeku kaku. Lehernya sobek halus seperti digores benang kawat.

Nafas Luis memburu. “Kau… kau gila…Kau iblis”Teriak Luis di sela-sela ketakutannya

Athar hanya mengangkat wajahnya, pandangan tajam berkilat dingin di bawah remang lampu.

"Hemm gue iblis dari neraka, bagi mereka yang mengusik Manggala,” bisiknya pelan.

Luis mundur beberapa langkah, tapi sebelum sempat berpaling,

brakk!...

Athar menendang meja logam di depannya, lalu dalam satu gerakan cepat belati lain menancap tepat di betis Luis. " Aaaaa.....!"Luis berteriak keras, tubuhnya terjatuh ke lantai, darah mulai membasahi sepatunya.

Athar berjongkok di depannya, ekspresinya dingin tanpa ampun. “Gimana?” suaranya pelan tapi menggetarkan. “Masih mau main..?”

Luis hanya menggigil, matanya mulai basah oleh air mata bercampur hujan yang menetes dari atap berlubang. “A… ampuni aku..aku...”

Dor!..

Satu tembakan singkat memecah keheningan. Peluru menembus dada Luis. Tubuhnya jatuh lemas, darah mengalir di lantai dingin.

Athar berdiri perlahan, memutar pistol di tangannya lalu menyelipkannya kembali ke pinggang. Pandangannya kosong, tapi auranya masih begitu menakutkan, tenang, tapi berbahaya.

Ia melangkah keluar dari bangunan itu tanpa menoleh ke belakang. Hujan membasahi rambut dan jaket hitamnya, menutupi jejak darah yang menetes di lantai.

Di luar, beberapa mobil hitam berjejer menunggunya. Salah satu pria membungkuk hormat ketika Athar berjalan mendekat.

“Sudah selesai, Tuan Muda?”

Athar hanya menjawab singkat, tanpa ekspresi.“Hemmm.... Bersihkan.”

Jeck tangan kanan nya mengangguk dan segera bergerak, membereskan sisa kekacauan Tuan Muda Manggala.

Lalu ia melangkah pergi, meninggalkan tempat itu dengan tatapan kosong yang hanya menyisakan satu hal di benaknya, tidak ada ampun bagi siapa pun yang berani menyentuh keluarga Manggala.

Athar tidak kembali ke markas ataupun ke Masion Manggala malam itu. Ia melajukan motornya ke arah yang paling dekat dari pelabuhan, sebuah apartemen mewah yang menghadap laut, tempat ia menyimpan sedikit jarak dari hiruk-pikuk kota dan organisasi.

Di dalam unit berjendela besar itu, lampu kota memantul di kaca, ombak malam berbisik pelan jauh di bawahnya.Ia berdiri lama menatap cermin besar di hadapan sofa.

Bayangan dirinya tercermin tumpang tindih dengan lampu kota, tapi di pikirannya yang paling nyata adalah satu memori, cubitan Thalia tadi di pinggangnya panas, tiba-tiba, dan meninggalkan jejak kegesitan yang membuat ototnya melemas sedikit.

Sebuah senyum tipis terukir di bibirnya. “Gadis nakal,” gumamnya lirih, tangannya mengusap pinggang seperti mengingat jejak cubitan itu.

Lalu ingatan lain menyusup, wajah Thalia yang manja bersama Andrian, tawa riangnya saat Andrian sang ketua osis yang sifatnya tidak beda jauh dengan dirinya, begitu lembut pada Thalia.

Dadanya memanas sampai terasa sesak, sesuatu yang mirip cemburu merayap ke ujung tulang rusuknya. Athar mengepalkan tangan sampai kuku menekuk kulit. “Tidak ada yang boleh memilikinya selain aku,” ucapnya pelan, suaranya hampir lenyap tertelan angin malam lewat jendela.

Namun dia bukan orang yang bertindak gegabah. Pikiran dinginnya menghitung, kekuatan lawan, risiko, cara yang rapi. Ia menelan napas, menenangkan denyut di lehernya, lalu menghembuskan napas panjang.

“Kau harus mundur..” pikirnya. “Kalau tidak, biarkan iblis ini yang bergerak, tapi biarkan aku yang menentukan medan pergerakannya.” Matanya menatap kosong ke laut, dan keputusan tersembunyi di balik tatapan itu, Athar akan bertindak. Halus, terukur, dan tak memberi ruang bagi siapa pun untuk merebut apa yang jadi miliknya.

.....

Pagi itu menyambut kota dengan sinar matahari yang lembut menembus tirai jendela Rumah sederhana milik Lily asisten Thalia, Thalia sudah berdiri di depan cermin, mengenakan seragam Manggala High School (MHS) lengkap dengan dasi rapi dan rambut yang dikuncir setengah.

Wajahnya yang cantik tampak segar, meski sorot matanya tetap cerah seperti biasa, menggambarkan gadis ceria, absurd dan tengil tanpa seorangpun tau jiwa berbahayanya Thalia selain orang yang mengenalnya.

“Selamat pagi, Nona. Ayo sarapan dulu,” sapa Lily sambil membawa nampan berisi roti panggang, omelet, dan segelas susu.

Thalia menoleh sebentar dan mengangguk kecil. “Pagi, Kak Lily.”

“Oh iya, Kak,” lanjut Thalia sambil menatap tablet di meja. “Berkas yang kemarin kakak bilang gak bisa diwakilkan mana? Biar aku baca sebelum berangkat.”

Lily segera menyerahkan map hitam. “Ini, Nona. Berkas dari asisten Tuan Max, pemilik MM Group. Saya sudah cek semua data dan transaksi, gak ada yang aneh. Tapi…”

Lily menatap Thalia dengan raut bingung.

“Tapi apa?” tanya Thalia tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen.

“...aneh aja. Data perusahaannya mudah banget diretas. Padahal, untuk level pengusaha besar sekelas dia, seharusnya sistemnya jauh lebih kuat. Dan anehnya lagi, cuma kemampuan saya yang masih pemula ini sudah bisa tembus.”

Thalia menutup berkas perlahan dan menatap Lily dengan ekspresi datar. “Hem, sepertinya ada yang janggal kak. Mungkin dia sengaja memancing aku agar keluar. Tapi apa dia tahu kalau aku pemilik L Group?”

Lily menggeleng cepat. “Tidak, Nona. Mereka hanya tahu rumor bahwa pemilik L Group adalah seorang gadis muda…yang masih duduk di bangku SMA.”

Thalia menyandarkan tubuhnya ke meja, tersenyum tipis. “Bagus. Biarkan mereka tetap menebak. Aku gak suka jadi pusat perhatian di dunia bisnis.”

Sebelum Lily sempat menanggapi, ia kembali menatap Thalia sambil mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya. “Oh iya, ini titipan dari Tuan Muda.”

Thalia mengernyit. “Tuan muda?”

Lily tersenyum tipis. “Tuan muda Athar.”

Dan di tangannya terlihat kunci motor vespa kesayangan Thalia.

Sekejap mata Thalia berbinar. “COKI!” serunya girang. Tanpa menunggu apa pun, ia segera berlari keluar rumah, membuka pintu menuju halaman, dan di sanalah vespa kesayangannya berdiri dengan body yang sudah kembali berkilau.

Thalia langsung memeluk motornya sambil tersenyum lebar. “Coki... Aku kangen banget sama kamu.. "

Lily yang berdiri di belakang hanya menggeleng pelan, tersenyum melihat tingkah gadis yang dikenal banyak orang sebagai “gadis misterius L Group” tapi bagi keluarganya cuma gadis SMA yang manja, ceria dan absurd.

Thalia mengusap motornya penuh kasih sayang, meneliti setiap stiker yang menempel takutnya ada yang hilang."Dasar iblis ngeselin, tapi dia nepatin janji, balikin si coki hari ini "gumam Thalia pelan.

1
Nagisa Furukawa
Gak sabar nih nungguin kelanjutannya, update cepat ya thor!
TriZa Cancer: siap kak di tunggu ya😍
total 1 replies
🌻🍪"Galletita"🍪🌻
Nggak sabar buat lanjut ceritanya!
TriZa Cancer: makasih kak sudah mampir di tunggu ya😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!