Queen Li tumbuh dalam kekacauan—dikejar rentenir, hidup dari perkelahian, dan dikenal sebagai gadis barbar yang tidak takut siapa pun. Tapi di balik keberaniannya, tersimpan rahasia masa kecil yang bisa menghancurkan segalanya.
Jason Shu, CEO dingin yang menyelesaikan masalah dengan kekerasan, diam-diam telah mengawasinya sejak lama. Ia satu-satunya yang tahu sisi rapuh Queen… dan lelaki yang paling ingin memilikinya.
Ketika rahasia itu terungkap, hidup Queen terancam.
Dan hanya Jason yang berdiri di sisinya—siap menghancurkan dunia demi gadis barbar tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Queen berdiri di depan cermin wastafel toilet. Pantulan wajahnya tampak pucat, matanya merah dan kosong seolah menatap seseorang yang asing.
Lampu neon di atas kepalanya berkedip pelan, menambah kesan dingin pada ruangan sempit itu.
Kedua tangannya mengenggam erat tepi wastafel, jemarinya memutih, seakan seluruh emosinya tertahan di sana. Dadanya naik turun tidak teratur.
Ia menunduk.
Air mata jatuh satu per satu, membentur permukaan wastafel dan mengalir bersama air yang menetes dari keran yang tak tertutup rapat.
Tiba-tiba—
Bruk!
Queen meninju cermin dengan keras. Retakan menjalar seperti jaring laba-laba, memantulkan wajahnya yang terdistorsi. Darah mengalir dari punggung tangannya, menetes perlahan ke lantai putih.
Namun Queen tidak bereaksi. Rasa sakit itu tak berarti apa-apa dibandingkan perih di dadanya.
Dengan suara bergetar dan hampir tak terdengar, ia bergumam,
“Pa… maafkan aku. Aku telah melupakanmu selama ini…”
Matanya terpejam, air mata kembali luruh.
“Kini ingatanku telah kembali. Kak Jason adalah orang yang melindungiku selama ini. Dia telah menjalankan permintaanmu…”
Napasnya tersengal.
Kenangan itu kembali menghantamnya tanpa ampun.
Flashback on
Sepuluh tahun lalu.
Hujan deras mengguyur malam itu. Bau darah dan tanah basah memenuhi udara.
Queen kecil berlutut di tanah, memeluk erat tubuh ayahnya yang bersimbah darah. Sebuah tikaman menganga di dada pria itu, napasnya terengah, matanya mulai kehilangan fokus.
“Papa… jangan tinggalkan aku…” isak Queen, tangisnya pecah dan histeris. Tubuh kecilnya gemetar hebat.
Di samping mereka, Jason muda menopang tubuh pria itu dengan wajah panik, tangannya berlumuran darah.
“Jason…” suara pria itu lirih namun penuh tekad. “Aku… serahkan Queen padamu. Hanya kau yang bisa aku percaya…”
“Paman, tolong bertahan,” ucap Jason dengan suara gemetar, berusaha menahan air matanya. “Ambulans sudah dalam perjalanan.”
Namun Lin Fan menggeleng lemah. Tatapannya beralih pada putrinya yang menangis dalam pelukannya.
“Jadikan dia sebagai pasangan hidupmu…” katanya terputus-putus. “Lindungi dia dengan segenap hatimu. Jangan biarkan dia ikut dengan ibunya…”
“Papa!” Queen menjerit, mencengkeram baju ayahnya seakan bisa menahan waktu.
Lin Fan mengangkat tangannya dengan susah payah, menyentuh pipi Queen yang basah oleh air mata.
“Queen…” senyum tipis terukir di wajahnya. “Maaf… Papa tidak bisa lagi menemanimu…”
Matanya beralih pada Jason untuk terakhir kali.
“Patuhlah pada Kak Jason…”
Kalimat itu menjadi hembusan terakhirnya.
Kepala Lin Fan terkulai. Napasnya berhenti.
Jeritan Queen menggema di tengah hujan malam itu, menandai runtuhnya dunia seorang anak kecil.
“Papa… Papa…” suara tangisan Queen pecah, penuh keputusasaan, sambil mengguncang tubuh ayahnya yang sudah tak lagi berdaya.
Tubuh kecilnya gemetar hebat, tangannya mencengkeram baju Lin Fan seolah berharap pria itu kembali membuka mata.
Namun tubuh itu tetap dingin dan tak bergerak.
Jason akhirnya menyerah pada kenyataan pahit itu. Ia meraih Queen dan Lin Fan sekaligus ke dalam pelukannya. Bahunya bergetar, air mata jatuh tanpa bisa ditahan, bercampur dengan hujan dan darah yang masih membasahi mereka.
Dengan suara berat dan tercekik oleh isak, Jason berkata,
“Paman… aku berjanji padamu,” ucapnya lirih namun penuh tekad. “Aku akan melindungi Queen selama hidupku. Apa pun yang terjadi, aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitinya.”
Pelukan Jason mengerat, seolah sumpah itu bukan hanya janji, melainkan ikatan yang akan mengikat hidup mereka selamanya.
Flashback off
Queen kembali ke ranjangnya dengan langkah gontai. Tangan kanannya berlumuran darah, menodai seprai putih yang tampak kontras dengan pucat wajahnya. Ia duduk di tepi ranjang, menunduk, pikirannya masih terperangkap dalam kenangan kelam yang baru saja menghantamnya.
Di saat yang sama, pintu kamar terbuka perlahan.
Seorang suster masuk sambil membawa peralatan medis. Langkahnya terhenti begitu melihat kondisi Queen.
“Nona… tangan Anda terluka,” ucap suster itu dengan nada panik dan cemas. Ia segera mendekat, meraih tangan Queen dengan hati-hati, lalu mulai membersihkan darah yang mengalir.
Queen tidak bereaksi. Pandangannya kosong, seolah jiwanya belum sepenuhnya kembali.
“Nona, apakah Anda baik-baik saja?” tanya suster itu lagi, lembut namun penuh kekhawatiran. “Kenapa Anda menangis?”
Queen menarik tangannya perlahan, lalu menggeleng kecil.
“Tidak ada apa-apa,” jawabnya lirih. Suaranya serak, nyaris tak terdengar. “Aku hanya… mengingat sesuatu.”
Suster itu menatapnya beberapa detik, jelas tidak sepenuhnya percaya, namun tetap melanjutkan perawatannya dengan hati-hati hingga luka Queen terbalut rapi.
Beberapa saat kemudian.
Suster itu meninggalkan kamar Queen dengan langkah tergesa. Begitu pintu tertutup, ia berhenti di ujung koridor, mengeluarkan ponselnya, lalu menekan sebuah nomor yang sudah tersimpan.
Tak lama, sambungan terjawab.
“Halo,” suara Rey terdengar dari seberang sana.
“Tuan,” kata suster itu dengan suara rendah namun serius, “Nona Lin tiba-tiba menangis dan melukai tangannya sendiri. Dia memecahkan cermin di kamar mandi.”
Di ujung sana, Rey terdiam sesaat sebelum menjawab dengan nada tegas.
“Baiklah. Tolong rawat lukanya dengan benar,” katanya. “Kami akan segera ke sana.”
Sambungan terputus.
Queen mengganti pakaiannya dengan cepat. Perban di kepalanya ia lepaskan begitu saja, seolah tak peduli dengan rasa nyeri yang seharusnya masih ia rasakan. Ia meraih jaketnya, mengenakannya dengan gerakan tegas, lalu menatap bayangannya di cermin untuk sesaat.
Tak ada lagi air mata.
Hanya tekad dingin.
Tanpa ragu, Queen meninggalkan kamar dan keluar dari rumah sakit, langkahnya cepat dan pasti. Raut wajahnya serius, rahangnya mengeras. Di balik matanya, kebencian yang terpendam selama bertahun-tahun kini bangkit sepenuhnya.
Begitu tiba di depan gedung rumah sakit, Queen menghentikan sebuah taksi yang melintas dan langsung masuk ke dalamnya.
Di sisi lain, sebuah mobil hitam melaju pelan mendekati area parkir. Di dalamnya, Rey yang duduk di kursi pengemudi langsung menyadari sosok yang dikenalnya.
Ia menajamkan pandangan.
“Bos,” kata Rey dengan nada terkejut dan khawatir, “Nona keluar naik taksi. Ke mana dia mau pergi? Lukanya bahkan belum sembuh.”
Jason yang duduk di kursi belakang menoleh ke arah taksi yang mulai melaju menjauh. Wajahnya mengeras, firasat buruk menyergap dadanya.
“Ikuti taksi itu,” perintah Jason tegas. “Jangan sampai dia sadar kalau kita mengikutinya.”
hai teman teman .... ayo ramaikan karya ini dgn follow tiap hari dan juga like, komen dan jangan ketinggalan beri hadiah yaaaaaaa
sungguh, kalian gak bakalan menyesal, membaca karya ini.
bagus banget👍👍👍👍
top markotop pokoknya
hapus donh🤭🤭
kau jangan pernah meragukan dia, queen
👍👍👌 Jason lindungi terus Queen jangan biarkan orang2 jahat mengincar Queen
.
ayoooooo tambah up nya.
jangan bikin reader setiamu ini penasaran menunggu kelanjutan ceritanya
ayo thor, up yg banyak dan kalau bisa up nya pagi, siang, sore dan malam😅❤️❤️❤️❤️❤️❤️💪💪💪💪💪🙏🙏🙏🙏🙏
kereeeeennn.......💪
di tunggu update nya....💪