NovelToon NovelToon
Rempah Sang Waktu

Rempah Sang Waktu

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Cinta Istana/Kuno / Reinkarnasi / Cinta Beda Dunia / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author:

Seorang Food Vlogger modern yang cerewet dan gila pedas, Kirana, tiba-tiba terlempar ke era kerajaan kuno setelah menyentuh lesung batu di sebuah museum. Di sana, ia harus bertahan hidup dengan menjadi juru masak istana, memperkenalkan cita rasa modern, sambil menghindari hukuman mati dari Panglima Perang yang dingin, Raden Arya.

6. Pangeran Kutu Buku dan Panglima Pencemburu

Siang itu, matahari bersinar terik, tapi angin sepoi-sepoi membuat suasana istana terasa nyaman. Kirana baru saja selesai “bertarung” di dapur menyiapkan makan siang (sup iga asam pedas yang lagi-lagi membuat Ki Gedeng geleng-geleng kepala karena Kirana memasukkan nanas).

Saat sedang mengelap keringat di teras dapur, Laras berlari kecil menghampirinya.

“Nyai Key! Ada tamu!”bisik Laras antusias, matanya berbinar-binar.

“Siapa? Penagih hutang? Perasaan gue belum ngutang di warung.”sahut Kirana sambil membetulkan kembennya.

“Bukan, Nyai! Pangeran Dipa! Beliau menunggu di Taman Sari.”

Kirana mengangkat alis. Si kutu buku ganteng? Batinnya. Lumayanlah buat cuci mata daripada liat panci gosong mulu.

Kirana merapikan rambutnya sedikit, lalu berjalan menuju Taman Sari. Di sana, di bawah pohon rindang di pinggir kolam teratai, Pangeran Dipa duduk dengan anggun. Di hadapannya ada meja kecil berisi teko keramik cantik dan beberapa gulungan lontar.

“Siang, Mas Dipa.” Sapa Kirana santai.

Dipa menoleh, senyum manis langsung merekah. Berbeda dengan Arya yang senyumnya semahal berlian, Dipa sangat murah senyum.

“Ah, Kirana. Silakan duduk.” Dipa menepuk bangku batu di sebelahnya. “Aku dengar kau berhasil selamat dari amukan Dyah Ayu kemarin. Kau wanita tangguh.”

Kirana duduk, sedikit canggung. “Ya…modal nekat aja sih, Mas. Kalau nggak ngelawan, saya udah jadi peyek.”

Dipa tertawa renyah. “Bahasa negerimu sungguh unik. ‘Peyek’…aku harus mencatatnya nanti. Oh ya, aku mengundangmu karena penasaran. Kau bilang kau berasal dari masa depan. Apakah di masa depan…manusia sudah bisa terbang?”

“Bisa banget.”jawab Kirana semangat. “Kita naik burung besi raksasa. Namanya pesawat. Di dalemnya bisa makan, tidur, bahkan nonton topeng monyet digital.”

Mata Dipa membulat kagum. Ia menuangkan teh dari teko keramik ke cangkir kecil.

Warnanya merah muda cantik.

“Minumlah. Ini teh bunga Rosella. Sangat segar di hari panas.” Tawar Dipa.

Kirana menatap cangkir itu. Aromanya wangi. Tenggorokannya memang kering. Tapi, suara Arya terngiang di kepalanya: “Gunakan sendok itu setiap kali mencicipi.”

Kirana ragu sejenak. Dipa terlihat sangat baik. Masa iya pangeran sehalus ini mau meracuninya? Tapi…Dyah Ayu bilang musuh ada dimana-mana.

Pelan-pelan, Kirana merogoh saku kainnya. Ia mengeluarkan sendok perak pemberian Arya.

“Maaf ya, Mas Dipa. Bukan suudzon, tapi ini SOP kerja.” Gumam Kirana.

Ia mencelupkan ujung sendok perak itu ke dalam cangkir teh. Ia menunggu tiga detik.

Warna sendoknya tetap putih berkilau. Tidak menghitam.

Kirana menghela napas lega. “Oke, aman.”

Pangeran Dipa memperhatikan tingkah laku Kirana dengan tatapan sedih yang tersamar.

“Kakakku memberikannya padamu?” Tanya Dipa pelan.

Kirana kaget. “Eh? Mas Dipa tau?”

“Itu sendok perak murni dari gudang senjata Kakang Arya. Dia tidak pernah memberikan barang pribadinya pada siapa pun.” Dipa tersenyum tipis, ada nada getir di sana. “Ternyata Kakang Arya sangat peduli padamu. Dia benar…istana ini bukan tempat yang aman untuk minum teh dengan tenang.”

Kirana jadi merasa bersalah. “Bukan gitu, Mas. Gue cuma…”

“Tidak apa-apa”potong Dipa lembut. “Kewaspadaan adalah kunci umur panjang di sini. Ayo, minum.”

Kirana akhirnya menyeruput teh itu. Rasanya asam manis menyegarkan.

Mereka pun larut dalam obrolan seru. Kirana menceritakan Smartphone (yang Dipa sebut ‘kotak sihir’), internet (jaring laba-laba pengetahuan), dan K-Pop. Dipa mendengarkan dengan antusiasme tinggi, sesekali mencatat di lontarnya.

Kirana merasa nyaman. Mengobrol dengan Dipa rasanya seperti nongkrong di kafe bareng teman akrab. Tidak ada ketegangan, tidak ada ancaman buaya.

Sampai tiba-tiba…

“KIRANA!”

Suara bentakan yang familiar yang menggelegar.

Kirana tersedak tehnya. Ia menoleh.

Di jalan setapak taman, Raden Arya berdiri tegak. Ia masih mengenakan zirah latihan perangnya yang penuh debu. Keringat membasahi pelipis dan lehernya, membuat aura maskulinnya tumpah-tumpah. Tapi wajahnya…wajahnya seperti badai petir yang siap menyambar.

Arya berjalan cepat menghampiri mereka. Langkah kakinya berat dan mengintimidasi.

“Kakang Arya.”sapa Dipa tenang, tidak berdiri. “Baru selesai latihan?”

Arya tidak menjawab adiknya. Matanya terkunci pada Kirana yang duduk santai di sebelah Dipa. Jarak mereka terlalu dekat menurut standar Arya.

“Apa yang kau lakukan di sini?”tanya Arya dingin pada Kirana.

“Ngopi…eh, ngeteh cantik, Mas. Kenapa? Mau gabung?” Jawab Kirana polos.

“Kau seharusnya ada di paviliun.”geram Arya. Tangan kanannya mencengkeram hulu kerisnya erat-erat, meski tidak ditarik. “Siapa yang mengizinkanmu keluar?”

“Aku yang mengundangnya, Kakang.” Sela Dipa, berdiri dan menatap kakaknya. Meski Dipa lebih pendek sedikit dan tidak berotot, ia tidak gentar. “Dia sedang istirahat. Tidak ada salahnya kan?”

“Dia tahanan rumah, Dipa. Bukan tamu undangan.”balas Arya tajam. “Dan tugasmu sebagai Pangeran adalah belajar tata negara, bukan mendengarkan dongeng bualan dari wanita gila ini.”

“Dongeng bualannya lebih menarik daripada politik istana yang busuk, Kakang.” Balas Dipa tenang tapi menohok.

Rahang Arya mengeras. Atmosfer diantara kedua saudara itu memanas. Kirana bisa merasakan listrik statis ketegangan di udara.

Tiba-tiba, Arya mencengkeram pergelangan Kirana. “Kita pulang.”

“Eh, sakit Mas! Santai dong!” Kirana meringis, kaget ditarik paksa.

“Lepaskan dia, Kakang. Kau menyakitinya.” Ujar Dipa, langkahnya maju satu tapak.

Arya menoleh pada Dipa, tatapannya mematikan. “Jangan ikut campur, Dipa. Urus saja buku-bukumu. Biar aku yang mengurus keamanan kerajaan…dan potensi bahaya yang dibawa wanita ini.”

Di jalan menuju Paviliun

Kirana terseok-seok mengikuti langkah lebar Arya. Cengkeraman di tangannya sudah melonggar, tapi Arya masih menggenggamnya erat, seolah takut Kirana hilang jika dilepas.

“Mas Arya! Pelan dikit napa sih?! Kaki gue pendek!” Protes Kirana.

Arya berhenti mendadak di bawah pohon kamboja yang sepi. Ia berbalik, menatap Kirana dengan napas memburu.

“Kenapa kau bodoh sekali?” Bentak Arya.

Kirana melongo. “Hah? Kok gue yang dikatain bodoh? Gue cuma minum teh.”

“Kau pikir Dipa bisa melindungimu jika tiba-tiba ada panah melesat dari semak-semak?!” Arya menunjuk ke arah taman yang baru mereka tinggalkan. “Dipa itu target empuk! Musuh-musuh politiknya banyak! Jika kau dekat dengannya, kau juga jadi target!”

Kirana terdiam. Ia melihat kekhawatiran yang nyata di mata Arya, di balik kemarahannya yang meledak-ledak.

“Tapi Mas Dipa baik…”cicit Kirana.

“Baik saja tidak cukup untuk tetap hidup disini!” Potong Arya frustasi. Ia mengacak rambutnya kasar. “Kau…kau membuatku gila, tahu tidak? Aku setengah mati mengawasi makananmu, memastikan tidak ada yang meracunimu, tapi kau malah asik tertawa-tawa di tempat terbuka tanpa pengawalan.!”

Hening.

Kirana menatap tangan Arya yang masih menggenggam pergelangan tangannya.

“Mas Arya…”panggil Kirana pelan. “Lo…cemburu ya?”

Arya membeku. Wajahnya yang tadi merah karena marah, kini berubah menjadi ekspresi kaget yang lucu.

“Apa? Ti-tidak!” Elak Arya cepat, melepaskan tangan Kirana seperti tersengat listrik. “Siapa yang cemburu? Aku cuma…aku cuma tidak mau kehilangan koki! Susah cari orang yang bisa bikin sambal sepedas buatanmu!”

Kirana menahan tawa. Alasan itu lagi.

“Masa sih? Kok tadi pas liat gue sama Mas Dipa, muka Mas Arya kayak mau makan orang?” Goda Kirana, menjawil lengan kekar Arya.

“Diam kau.” Arya membuang muka, tapi telinganya memerah padam. “Cepat jalan. Sebentar lagi malam. Awas kalau makan malamku tidak enak.”

Arya berjalan cepat mendahului Kirana, langkahnya terlihat salah tingkah.

Kirana tersenyum lebar melihat punggung lebar itu.

Fix, Panglima Galak ini, naksir gue, batin Kirana girang. Tapi gengsinya setinggi gunung Semeru.

Namun, senyum Kirana perlahan pudar saat ia meraba saku kainnya. Sendok perak itu masih ada di sana.

Arya benar. Kedekatannya dengan Dipa mungkin aman, tapi situasi politik di sini tidak. Dan Kirana punya firasat buruk, bahwa ‘ujian’ sendok perak yang sesungguhnya akan segera datang.

Kirana masuk ke dapur kecil paviliunnya sambil bersenandung kecil. Senyum geli masih tersungging di bibirnya setiap kali mengingat wajah merah padam Arya tadi.

“Dasar gengsian.”gumam Kirana sambil menyalakan api tungku. “Bilang suka aja susah banget, harus pake acara ngamuk dulu.”

Di atas meja dapur, Kirana melihat sebuah keranjang anyaman bambu mungil yang cantik. Di dalamnya, tertata rapi manisan mangga berwarna kuning keemasan yang menggoda selera.

Tidak ada surat, hanya setangkai bunga melati terselip di sana.

“Wah? Dari siapa nih?” Kirana mengambil keranjang itu. Aromanya manis dan asam, membuat air liurnya menetes.

Pikirannya langsung tertuju pada Pangeran Dipa. Tadi di taman, mereka sempat membahas soal Kirana yang kangen manisan mangga muda.

“Mas Dipa gercep (gerak cepat) juga ya. Baru aja diomongin, udah dikirim. Beda banget sama Kakaknya yang cuma bisa ngasih omelan.” Kekeh Kirana.

Perutnya memang sedang lapar karena acara minum teh cantiknya tadi dibubarkan paksa. Tangannya terulur mengambil sepotong manisan yang paling besar.

Saat manisan itu sudah hampir menyentuh bibirnya, suara Arya kembali terngiang di kepalanya, kali ini nadanya lebih tajam.

“Dipa itu target empuk! Musuh-musuh politiknya banyak! Jika kau dekat dengannya, kau juga jadi target!”

Kirana berhenti. Ia menatap manisan itu.

“Ah, nggak mungkin lah.” Bantahnya pada diri sendiri. “Masa iya di dalem komplek rumah Panglima ada yang berani nyusup?”

Tapi tangan kanannya bergerak sendiri merogoh saku, mengeluarkan sendok perak pemberian Arya.

“Cek dikit deh. Buat syarat doang. Biar kalo Mas Arya nanya, gue bisa jawab udah dicek.”

Kirana menusukkan ujung sendok perak yang berkilau itu ke daging manisan mangga yang basah. Ia membiarkannya selama lima detik sambil menghitung mundur.”

“Lima…empat…tiga…dua…satu…”

Kirana menarik sendok itu.

“Tuh kan, ama—“

Ucapan Kirana tercekat di tenggorokan. Matanya membelalak lebar, nyaris keluar.

Ujung sendok perak yang tadi putih bersih berkilau, kini berubah warna.

Hitam legam.

Warnanya pekat seperti arang, kontras sekali dengan gagangnya yang masih putih.

Kirana menjatuhkan manisan itu ke lantai.

PLUK.

Seekor lalat hijau yang kebetulan hinggap di manisan yang jatuh itu, terbang sebentar, lalu jatuh terkapar mati hanya dalam hitungan detik.

Napas Kirana memburu. Keringat dingin sebesar biji jagung langsung membasahi tengkuknya. Kakinya lemas, membuatnya harus berpegangan pada pinggiran meja agar tidak ambruk.

Ini bukan lelucon. Ini bukan konten prank.

Seseorang benar-benar baru saja mencoba membunuhnya. Dan orang itu tahu persis kelemahannya (makanan), serta memanfaatkan kedekatannya dengan Dipa (mengirim manisan yang disukainya) untuk menjebaknya.

Kalau saja dia memakan manisan itu tanpa mengeceknya…dia pasti sudah mati berbusa di lantai dapur sekarang.

Kirana menatap pintu dapur yang terbuka gelap. Angin malam berhembus masuk, kali ini tidak terasa sejuk, tapi terasa seperti napas kematian yang mengintip.

“Mas Arya…”bisik Kirana gemetar, menggenggam sendok hitam itu erat-erat sampai tangannya memutih. “Lo bener. Gue bego banget.”

Di kejauhan, terdengar suara kentongan penjaga malam. Tapi bagi Kirana,itu terdengar seperti lonceng peringatan perang. Perang yang sesungguhnya baru saja dimulai.

1
Roro
yeee ketemu lagi arya sama kirana
Roro
keren sumpah
NP
Makasih banyak ya kak 🥰🔥
Roro
wahhh ternyata nanti berjodoh di masa depan 😍😍😍
NP: 🤣🤣 tadinya mau stay di masa lampau kirana nya galau 🤭
total 1 replies
Gedang Raja
tambah semangat lagi ya Thor hehehe semangat semangat semangat
Roro
akan kah kirana tinggal
Roro
ayo thor aky tungu update nya
Roro
gimana yah jadinya, apa kita akan bakal pulang atau bertahan di era masa lalu.
NP: Hayoo tebak, kira kira Kirana pilih tinggal di masa lalu atau masa depan?
total 1 replies
Roro
Arya so sweet
Roro
panglima dingin.. mancair yah
NP
Ditunggu ya kak hehehe.. makasih udah suka cerita nya😍
Roro
aku suka banget ceritanya nya Thor, aku tunggu lanjutan nya
Roro
lanjut thor
Roro
kok aku suka yah sama karakter Kirana ini
Roro
ahhhsetuju Kirana
Roro
bagus ceritanya aku suka
Roro
keren thor
Roro
keren jadi semngat aku bacanya, kayak nya tertular semangat nya Kirana deh
NP: Makasih banyak kak Roro😍🙏
total 1 replies
Roro
fix Kirana berada di abad ke 14
Roro
jangan jangan Kirana sampai ke abad 14
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!