Evelyn, penulis webtoon yang tertutup dan kesepian, tiba-tiba terjebak dalam dunia ciptaannya sendiri yang berjudul Kesatria Cinta. Tapi alih-alih menjadi tokoh utama yang memesona, ia justru bangun sebagai Olivia, karakter pendukung yang dilupakan: gadis gemuk berbobot 90kg, berkacamata bulat, dan wajah penuh bintik.
Saat membuka mata, Olivia berdiri di atas atap sekolah dengan wajah berantakan, baju basah oleh susu, dan tatapan penuh ejekan dari siswa di bawah. Evelyn kini harus bertahan dalam naskahnya sendiri, menghindari tragedi yang ia tulis, dan mungkin… menemukan cinta yang bahkan tak pernah ia harapkan.
Apakah ia bisa mengubah akhir cerita sebagai Olivia? Atau justru terjebak dalam kisah yang ia ciptakan sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 34.Rencana.
Kara berdiri di seberang jalan dengan segelas kopi dingin di tangannya, menunggu mobil jemputan tak kunjung datang. Dari kejauhan, matanya menangkap sosok yang sangat ia kenal dia adalah Oliv yang keluar dari pintu kaca besar Aura Talent Agency, diikuti seorang pria berpenampilan… aneh.
"Itu kan Oliv, dengan cowok cupu keluar dari gedung agensi terkenal?. "
Kara memicingkan mata. Itu kan agensi model terkenal? pikirnya. Ia menatap lebih lama, memastikan. Oliv terlihat rapi dan elegan, jelas bukan gaya yang biasa ia pakai ke sekolah. Pria di sebelahnya, meski tampak seperti “sekretaris cupu” yang kebingungan, berjalan terlalu dekat dengan Oliv. Mereka berdua tampak berbicara santai, bahkan sesekali tertawa.
Kara mengangkat alis. Menarik… sangat menarik.
Mobil Kara akhirnya datang, tapi pikiran tentang apa yang baru saja ia lihat terus berputar. Ia tahu satu orang yang pasti akan tertarik mendengarnya yaitu Melisa.
"Besok aku tidak sabar untuk mengatakan siapa yang aku temui barusan kepada Melisa, aku ingin tahu reaksi seperti apa yang Melisa tunjukkan?. "
Keesokan harinya di sekolah, suasana kantin ramai seperti biasa. Melisa duduk di meja favoritnya bersama beberapa temannya, menatap layar ponselnya sambil sesekali memutar sedotan di gelas jus stroberi.
Kara mendekat dengan senyum penuh rahasia. “Mel, aku punya cerita…” katanya sambil duduk tanpa izin.
Melisa mengangkat kepala, menatap Kara malas. “Tentang apa? Kalau soal gosip basi anak kelas 10, skip aja.”
Kara menyandarkan tubuh ke kursi, mencondongkan wajahnya. “Aku lihat Oliv… keluar dari Aura Talent Agency kemarin pagi.”
Melisa langsung berhenti mengaduk jusnya. “Apa?”
“Ya. Dia keluar dari sana… sama seorang cowok aneh yang kayaknya bukan dari sekolah kita. Gayanya cupu banget, tapi… mereka terlihat dekat.”
"Pasti itu pacarnya, tapi untuk apa Oliv kesana?. "Lalu Melisa mengerutkan dahi. “Aura Talent Agency itu bukan agensi model terkenal di pusat kota?”
Kara mengangguk, pura-pura tak acuh sambil menyesap minuman. “Makanya aku heran. Oliv apakah model disana?,atau bekerja disana?.aku juga tidak tahu. ”
Melisa terdiam beberapa detik, matanya menyipit. Ada rasa tidak suka yang muncul,bagi Melisa ia tidak mau Oliv selevel dengan dirinya, tapi karena jika benar Oliv jadi model ide bahwa Oliv bisa menjadi model membuatnya merasa tersaingi.
“Menarik,” gumam Melisa pelan. “Sangat menarik.”
Lalu, bibirnya membentuk senyum tipis yang penuh arti. “Kalau begitu… kita lihat saja, gadis seperti itu harus di tunjukkan tempat nya.”
Melisa lalu berbisik kepada Kara, ia merencanakan sesuatu yang membuat Oliv.
Jam istirahat kedua, Melisa berdiri di depan cermin kecil di toilet perempuan, merapikan rambutnya sambil memikirkan ucapan Kara. Wajahnya terlihat tenang, tapi pikirannya sibuk merangkai rencana.
Oliv… model? Memangnya ia pantas?
Itu bukan sekadar rahasia kecil bagi Melisa, ini seperti tantangan langsung.
Ia keluar dari toilet dengan langkah pasti. Di lorong, ia melihat dua siswi kelas 10 yang terkenal cerewet sedang berbicara. Melisa menghampiri mereka dengan senyum ramah.
“Kalian tahu nggak? Katanya kemarin ada yang lihat Olivia Morgan keluar dari gedung Aura Talent Agency.”
Nada suaranya dibuat seolah-olah ia hanya iseng bercerita, padahal setiap kata dipilih dengan hati-hati.
Dua siswi itu langsung bereaksi. “Hah? Serius? Jadi dia mau jadi model?”
Melisa pura-pura mengangkat bahu. “Aku nggak tahu, sih… tapi dia keluar sama cowok aneh, dan nggak ada yang tahu siapa dia. Mungkin… dia punya hubungan khusus sama orang dalam agensi itu?”
Kalimat terakhir diucapkan dengan nada pelan tapi cukup jelas untuk memancing rasa penasaran.
Tak butuh waktu lama, gosip itu mulai menyebar. Siswa-siswa mulai saling berbisik ketika Oliv lewat di lorong, beberapa bahkan menatapnya dari ujung kepala sampai kaki seakan mencoba menebak apakah ia pantas menjadi model.
Sementara itu, Melisa duduk di kelasnya, memainkan ponselnya. Ia membuka media sosial dan mengetik pesan singkat pada seorang kenalannya,seorang kakak kelas alumni yang kini bekerja di bagian administrasi salah satu agensi modeling kecil.
Melisa: “Kamu kenal nggak orang dalam Aura Talent Agency? Aku mau tanya soal calon model baru, namanya Olivia Morgan.”
Beberapa menit kemudian, balasan masuk.
Kontak: “Bentar, aku tanyain temen gue di sana.”
Melisa tersenyum tipis. Kalau aku dapat salinan kontraknya, atau minimal tahu jadwal dan pekerjaannya, akan jauh lebih mudah untuk menekan dia.
Di meja sebelah, Kara yang duduk diam memerhatikan Melisa dengan sedikit bingung. “Mel, kamu beneran mau—”
Melisa memotong cepat, suaranya dingin tapi terkontrol. “Kara, di dunia ini cuma ada dua pilihan,jadi yang mengendalikan, atau yang dikendalikan. Dan aku nggak akan biarkan Oliv mengendalikan apapun… bahkan nasibnya sendiri.”
Oliv yang mulai curiga dengan para siswa yang memandangnya dengan tatapan aneh, ia mencurigai kalau Melisa di balik ini semua. Tapi Oliv tidak mau memicu pertengkaran, untuk sementara karena ia merasa senang karena sebentar lagi uangnya cukup untuk membebaskan ayahnya.
Sore itu, kantin sekolah mulai sepi karena sebagian besar siswa sudah pulang. Owen duduk sendirian di pojok,yang sedang menunggu kedua temannya.Tanpa sengaja ia menangkap percakapan orang tentang Oliv.
Dari meja tak jauh, dua siswa laki-laki sedang bercakap pelan namun cukup jelas untuk didengar.
“Eh, denger-denger si Olivia Morgan itu sekarang jadi model, ya?” kata yang satu sambil membuka bungkus snack.
“Iya, katanya ketauan keluar dari Aura Talent Agency sama cowok aneh. Mungkin cowoknya atau sugar daddynya,” balas yang lain sambil tertawa kecil.
Owen menghentikan gerakan tangannya. Matanya langsung menyipit. Sugar daddy? Cowok aneh? Jelas itu gosip yang diarahkan.
Ia berdiri, dan berjalan melewati mereka dengan santai. “Eh, kalian ngomongin apa tadi?” tanyanya, nadanya datar tapi sorot matanya tajam.
Kedua anak itu langsung terdiam. Salah satunya mencoba nyengir. “Nggak, cuma… ada yang ngomong gitu di lorong.”
“Siapa yang ngomong?” Owen menatap tanpa berkedip.
“E-eh… ya nggak tahu, sih… mungkin dari Kara atau temen-temennya…” jawab yang lain, jelas gugup.
Owen lalu mencengkram kerah baju siswa itu dengan erat. "Jaga mulutmu tentang Oliv!, kalau tidak mau aku hajar kalian. " Ancam Owen dengan tegas.
Leo dan Damian melihat Owen membuat masalah, segera menghentikan nya.
"Owen, hentikan!. Jangan buat masalah. "
"Iya Wen, kamu tidak mau kepala sekolah lapor ke ayahmu. "
Owen mencoba tenang, walaupun tangannya masih mencengkram kerah baju anak itu. Ia mendengarkan nasehat kedua teman nya itu, jika ayahnya tahu ia membuat masalah lagi maka ia tidak bisa tinggal di rumah Oliv.
"Kali ini aku lepaskan kalian!. " Serunya dengan melepaskan kerah baju siswa itu.
Owen lalu pergi bersama kedua temannya itu, Damian yang cerewet terus bertanya pada Owen. Tapi Owen malah diam saja, dengan wajah yang garang.
Di kelas Oliv di keliling oleh teman Melisa, Oliv hanya duduk diam seakan tidak perduli dengan yang dilakukan mereka.
Hinaan dan hujatan terus diserang mereka pada Oliv.
"Liv, kamu gak ngaca?, apa kamu pantas menyaingi Melisa?. "
"Cewek miskin kayak kamu mau jadi model. Pikir dong!, lebih baik pikirin keluarin bokapmu dari penjara. Anak koruptor!. "
"Benarkan Mel, anak koruptor ini mau saingi dirimu. Mana pantas?. "
Ha...
Tawa mereka dengan keras, sedangkan Melisa tersenyum bahagia mendengar ejekan teman-temannya pada Oliv.
Sedangkan Oliv mengambil bukunya yang terjatuh ke lantai, ia berusaha tenang tidak seperti biasanya.
Tak beberapa lama Owen masuk kedalam kelas nya, melihat mereka menghina Oliv.
"Hentikan!. " Teriak Owen.
Owen berjalan kearah Oliv, yang membungkuk didepan mereka. Owen mengira kalau Oliv disuruh seperti itu oleh kelompok Melisa.
"Oliv berdiri!. " Perintah Owen tegas sambil memegang tangan Oliv.
Oliv pun terdiam, ia hanya menatap Owen yang bersikap melindungi dirinya. Sedangkan Melisa seperti kebakaran jenggot, melihat Owen bersikap lembut dengan Oliv.