TEROR SUANGGI

"Gaba' Rama. Bagaiamana ini? Gaba' diangkat sebagai pemangku adat, tetapi kejadian seperti ini terus saja terjadi, dan bahkan istri Gaba' sendiri saja mati dimakan Suanggi, itu artinya, Gaba' harus digantikan," seorang pria bertubuh kurus ikut menimpali.

Ucapan-ucapan menyakitkan terus dilontarkan. Ia dipertanyakan kemampuannya, dan hal itu membuatnya semakin terpojok.

"Malam nanti, kita kumpulkan para warga, didepan rumah saya. Jangan ada yang tidak datang, tanpa terkecuali. Kita akan menemukan siapa pelakunya," jawab Gaba' Rama, meskipun ia sendiri ragu untuk kemampuannya.

Warga yang hadir menyetujui. Mereka akan mengabarkan berita ini kepada warga lainnya, dan siapapun yang menjadi pelaku teror tersebut, maka akan mendapatkan penghakimannya malam nanti.

Setelah pemakaman Lennusa berakhir, warga mulai membubarkan diri. Mereka kembali ke rumah masing-masing, dan sebagian lagi ada yang kembali lanjut bekerja.

Hera masih bersedih. Ia merasa sangat kehilangan sosok Bapa yang sangat menyayanginya. Ia pria yang bertanggungjawab, bahkan kematiannya, hanya demi ingin membalas babirusa yang sudah membuat betisnya terluka.

Seorang pria tampan berusia empat puluan tahun sedang mengendarai motor dinasnya. Ia baru mendapatkan kabar tentang kematian Lennusa, yang merupakan ayah dari gadis manis tersebut.

Ia turun dari motor. Terlihat Gaba' Rama keluar dari rumah Hera, dengan wajah muram, sepertinya ada banyak hal yang difikirkannya.

"Salam, Bapa." sap Tommy dengan ramah.

Gaba' Rama hanya membalas dengan mengulas senyum setipis tisu.

Tommy menghampirinya. Lalu mengulurkan tangannya, untuk berjabatan.

"Malam nanti, berkumpul didepan rumah beta. Dokter jangan sampai tidak hadir" pesannya, sembari menyambut jabat tangan dari pria tersebut.

Pria tampan itu menganggukkan kepalanya. "Saya akan datang malam nanti. Terimakasih atas undangannya,"

"Baiklah, saya pulang lebih dulu," pria itu berpamitan, dan berjalan pulang, sedangkan Tommy menuju ke rumah duka.

Langkahnya dipercepat. Ia menenteng tas berisi obat-obatan. Sebab kabar yang sampai ditelinganya, gadis itu mengalami musibah diseruduk babi rusa, hingga membuat kakinya cidera parah.

Ia memasuki rumah yang sudah mulai sepi. Terlihat Hera yang masih menangis sesenggukkan, dan matanya cukup sembab.

Pria memberi salam, lalu menghampiri sang gadis. Milea memang cantik dan menawan, bahkan tubuhnya memancarkan kemolekan yang tak dapat ditolak oleh para lelaki.

Namun, Hera terlihat sangat menarik baginya. Ia merasakan sesuatu yang telah lama mati, kini seolah menemukan harapan yang baru. Gadis manis itu seolah telah menawan hatinya.

"Turut berduka cita, Nona. Semoga Bapa ditempatkan disurga, bersama orang-orang yang baik lainnya," Tommy menyampaikan bela sungkawa pada sang gadis.

Hera mengusap bulir bening disudut matanya. Sesekali ia menghirup kembali ingusnya yang hampir meluncur kebawah. Ia masih sesenggukkan, belum dapat menjawab pertanyaan pria tampan tersebut.

Tommy melirik betis sang gadis. Terlihat membengkak, sepertinya luka itu cukup dalam. Ia membuka tasnya, lalu mengeluarkan paracetamol dan juga antibiotik untuk menghilangkan rasa denyutan, serta mencegah infeksi.

"Nanti setelah makan, jangan lupa minum obatnya. Semoga Nona lekas sembuh." ia menuliskan cara minumnya, lalu memasukkannya dalam kantong obat berwarna biru.

Pria itu menyerahkannya pada Hera, dan ia tidak dapat berlama-lama, sebab wanita tua yang waktu ia tolong karena kadar gula dalam tubuhnya terlalu rendah, sedang mengalami drop.

"Apakah aku boleh mengobati luka dikakimu?"ucapnya dengan sangat hati-hati. Mencoba menawarkan dirinya untuk merawat luka tersebut. Ia takut jika lalat menghinggapi, dan meninggalkan bakteri disana.

Hera hanya mengangguk lemah. Lalu menjulurkan kakinya. Rasa nyeri dan denyutan yang cukup menyiksa, membuatnya tidak dapat bergerak terlalu lama.

Tommy mengambil kapas, lalu membersihkan lukanya menggunakan revanol, agar tidak infeksi. Kemudian memberikan cutimed-gel yang dioleskan pada lukanya, dan membalutnya dengan kain kasa.

Ia sedikit grogi saat kulitnya bersentuhan dengan sang gadis. Ia meraskan deguban jantungnya begitu memburu, ada rasa yang tak biasa.

Diatas galangan rumah, sesuatu bermata merah sedang memperhatikan semuanya. Hatinya sangat terbakar, dan ia tidak dapat menerima semua ini begitu saja.

Setelah menyelesaikan tugasnya. Tommy berpamitan. Sejujurnya ia ingin berlama dirumah ini, tetapi waktunya tidak tepat.

"Jangan lupa minum obatnya," pesannya sekali lagi, sebelum ia benar pergi meninggalkan rumah tersebut.

"Terimaksih, Dokter. Kamu su baik sama beta," ucapnya dengan nada lirih. Rasa sedih masih mengusai hatinya.

"Sama-sama. Saya pamit dulu, ada hal yang masih harus saya kerjakan," ucapnya dengan lembut. Entah perasaan apa yang saat ini sedang menjalar dihatinya.

Tommy beranjak pergi meninggalkan rumah Hera, lalu kembali pulang, untuk menuju pasien berikutnya.

*****

Rumah kediaman Gaba' Rama mulai ramai. Warga berkumpul didepannya. Tak lupa pria itu mengundang Milea yang merupakan warga baru yang mana kehebatannya sedang dielukkan, bahkan mengalahkan ilmu medis yang canggih.

Sebuah terpal dibentangkan dihalaman, sebagai alas untuk mereka duduk. Meskipun rasa takut akan teror Suanggi yang merebak didesa mereka, tak menyurutkan langkah warga untuk memenuhi undangan Gaba' Rama.

Diantara warga yang hadir. Terlihat seorang gadis cantik yang penuh pesona. Ia datang menggunakan kain Salele yang dipakai sebatas lutut, sedangkan atasannya menggunakan kain seperti kemben saja.

Rambutnya tergerai dengan indah, lurus dan hitam legam.

Ia menjadi pusat perhatian. Selain cantik, kemampuan ilmu yang dimilikinya, kini membuat warga mulai memujanya.

Ma-Lek yang melihat kehadiran wanita itu terlihat ketakutan. Meskipun warga mengagungkannya, namun tidak untuknya.

Ia masih memperhatikan dari dalam rumah, sebab rumahnya berdampingan dengan rumah Gaba' Rama. Ia dapat melihat jelas sang gadis, yang baginya hanya sosok iblis berwujud wanita cantik.

Ma-Lek masih duduk dikursi yang terbuat dari bambu. Ia sangat kesulitan untuk bergerak. Selain tangannya yang terasa pegal, ia juga merasa kakinyanya sangat berat, seolah ada yang mencengkramnya dan bergelantungan pada pergelangan kaki.

Tommy datang terlambat. Ia mengambil tempat dipaling sudut. Diperkirakan dua ratus orang warga yang datang, sebagian lagi terhalang oleh hal yang tak dapat dielakkan.

Terlihat Gaba' Rama keluar dari rumah. Tatapannya masih tenang, hanya saja hatinya masih gelisah, ingin membuktikan siapa diantara warga yang benar-benar sebagai pelaku.

Milea yang melihat Tommy, berusaha bergeser tempat. Ia merasa berhasrat, setiap kali melihat pria itu. Ia tau, jika Hera tidak akan pernah datang, karena kakinya yang terluka parah.

Sebelum kita memulai acaranya. Saya ingin membagikan sajian sebagai penghormatan saya kepada para warga yang sudah bersedia hadir dan memenuhi undangan. Ucapnya dengan dengan setenang mungkin, sembari melemparkan senyum tipis.

Ahmed, Fentje, Yosua, dan para istri mereka keluar membawa hidangan berupa papeda yang terbuat dari tepung sagu. Dimana makanan itu disajikan bersama dengan ikan tongkol bumbu kuning, dengan aroma khas dan kaya rempah.

Setiap warga mendapatkan satu mangkuk papeda. Begitu juga dengan Tommy dan Milea. Pria berkulit putih itu baru pertama kalinya menyantap masakan tersebut, sehingga tidak menyadari jika Milea sudah berada dibelakangnya.

Semua warga begitu menikmatinya. Namun tidak bagi Milea. Ia merasakan sangat takut dengan masakan tersebut, ada sesuatu bahan yang sengaja dicampurkan didalamnya, hal itu membuat ia gelisah, dan ingin melemparkan wadah tersebut.

Akan tetapi, jika ia sampai melakukannya, maka Gaba' Rama akan mengetahui siapa dirinya.