Menikahi Mantan Pacar Bayaran

Sesaat Ardi terdiam mendengar pertanyaan Ayasha.

"Maaf, tidak, Nona," elak Ardi.

"Nggak mungkin kamu nggak mengenalku. Kita pernah sekolah di tempat yang sama. Kamu Ardi teman SMA-ku, kan?" tanya Ayasha lagi.

"Maaf, bukan, Nona," elak Ardi lagi.

Ayasha menggeleng.

"Bohong! Kamu Ardi Setiawan, kapten basket SMA Merdeka. Kamu juara kelas di sekolah, kamu juga pemenang lomba memasak."

Ardi menatap Ayasha tak percaya bila gadis di hadapannya masih mengingat dirinya.

"Maaf, saya ada pekerjaan."

Ardi hendak melangkah pergi namun perkataan Ayasha menghentikannya.

"Apa kamu menghidariku, sehingga pura-pura tidak mengenalku?" tanya Ayasha.

"Tidak ada yang perlu saya hindari. Saya hanya berusaha profesional," jawab Ardi.

"Apa menyapa teman lama itu prilaku tidak profesional?" tanya Ayasha.

"Ya," jawab Ardi singkat.

"Kenapa? Apa karena teman lamamu itu mantan pacar bayaranmu?" tanya Ayasha.

Kini Ardi diam tak menjawab menatap Ayasha yang menanti jawaban darinya.

"Kenapa diam? Benarkan apa yang aku katakan?" desak Ayasha agar Ardi segera menjawab.

"Saya berhak untuk tidak menjawab," jawab Ardi membuat Ayasha menggeleng.

Sebelum Ayasha menanyakan hal lain Ardi segera pamit.

"Maaf saya benar-benar ada pekerjaan," ucap Ardi lalu melangkah pergi meninggalkan Ayasha.

"Kamu memang menghindariku, Ardi."

Ayasha menghembuskan nafas pelan lalu melangkah menuju kursi sang ayah dan duduk disana.

Rasa penasaran Ayasha terhadap Ardi semakin bertambah terlebih Ardi menghindarinya.

Ayasha jadi berfikir bahwa Ardi tengah menjaga hati seseorang sehingga menjaga jarak dengan wanita dan pura-pura tidak mengenalnya.

Mengangkat gagang telepon Ayasha lalu menghubungi seseorang.

"Selamat pagi, pak," ucap seseorang disebrang telepon.

"Saya bukan pak Brian, tapi putrinya," ucap Ayasha.

"Maaf, Nona, ada yang bisa saya bantu?" tanya seseorang itu.

"Saya ingin melihat CV Ardi Setiawan, tolong antarkan keruang pak Brian," titah Ayasha.

"Baik, Nona."

Ayasha mengakhiri panggil dan kembali menghembuskan nafas pelan. Inilah salah satu tujuan dirinya ikut sang ayah kekantor yaitu untuk mencari tahu tentang Ardi.

Tidak butuh waktu lama Ayasha menunggu, seseorang yang tadi Ia telpon datang membawa CV milik Ardi.

"Ini CV Ardi yang Anda minta," ucapnya meletakkan map di hadapan Ayasha.

Ayasha mengangguk lalu menyuruhnya pergi dan menatap map berisi CV milik Ardi di hadapannya dan membukanya.

Dibacalah oleh Ayasha CV milik Ardi itu.

"Jadi setelah lulus SMA Ardi kuliah di Jerman." Ayasha menatap kagum pada Ijazah Ardi yang Ia pegang.

Meski dirinya pernah menjadi pacar Ardi dan tahu sang kekasih berprestasi tapi Ayasha tidak tahu Ardi akan kuliah di Jerman setelah lulus SMA.

Status pacar bayaran membuat Ayasha bersama Ardi hanya saat dibutuhkan.

Baris demi baris, lembar demi lembar Ayasha membaca CV Ardi hingga lembar terakhir Ayasha lalu menutupnya.

Tak lupa Ayasha memfoto alamat rumah Ardi dan berniat berkunjung suatu hari nanti.

Setelah selesai Ayasha meletakkan CV Ardi di tumpukan berkas sang ayah.

Tok tok tok.

"Masuk," ucap Ayasha.

Seorang OG membawa makanan dan minuman untuk Ayasha dan meletakkan di meja.

Ayasha menghampiri meja untuk menikmatinya namun Ia terkagum melihat hidangan yang tersaji adalah kesukaannya.

"Siapa yang pesankan semua ini?" tanya Ayasha pada OG itu.

"Yang pesan pak Ardi, Nona," jawab OG itu.

"Ardi?" tanya Ayasha memastikan dirinya tidak salah mendengar.

"Iya, Nona, pak Ardi yang pesankan untuk Nona. Silahkan dinikmati."

Ayasha yang sibuk dengan pikirannya hanya diam.

Memesankan makanan kesukaan apakah bentuk profesional atau perhatian?

'Aku kira dia nggak tahu kesukaanku,' batin Ayasha.

Ayasha mulai menikmati hidangan setelah OG pergi namun baru beberapa suap Ardi datang.

Ardi masuk keruangan Brian bukan untuk menemui Ayasha melainkan untuk mengambil berkas yang tertinggal.

Sikap acuh Ardi membuat Ayasha segan untuk menyapanya dan memilih diam.

Ardi yang mengambil berkas tidak sengaja membawa CV miliknya bersama berkas yang ia ambil.

Begitu tiba di ruang meeting Ardi memberikannya pada Brian.

Kening Brian mengkerut melihat CV milik Ardi ada di hadapannya.

"Bukankah ini CV kamu, Ardi?" tanya Brian membuat Ardi mendekat padanya.

Ardi melihat berkas di hadapan Brian dan terkejut melihat CV miliknya ada disana.

"Benar, Pak, ini CV saya," jawab Ardi.

Meski merasa heran namun Brian tetap mengangguk dan menyerahkan CV Ardi pada pemiliknya.

Brian melanjutkan membuka berkas yang lain dan kembali berdiskusi dengan klien.

Setelah berfikir keras siapa yang membawa CV miliknya keruangan Brian, Ardi bisa menebak bahwa semua itu Ayasha yang melakukannya.

'Apa yang sedang kamu cari tahu dari aku, Ayasha?' batin Ardi.

...***...

"Aku tahu kamu ke Jakarta, Ayasha. Tapi baguslah aku bisa menyusul dan membicarakan pertunangan kita dengan orang tuamu."

Isi pesan yang Barra kirim membuat Ayasha khawatir Barra benar-benar menyusul dirinya dan membicarakan pertunangan dengan orang tuanya.

Setelah beberapa hari menolak panggilan telepon dan mengabaikan pesan yang Barra kirim, akhirnya dengan terpaksa Ayasha menghubungi Barra lebih dulu.

"Hallo, Sayang. Bagaimana kabarmu?" ucap Barra menjawab telpon Ayasha.

"Barra, aku mohon berhenti menghubungiku dan menggangguku. Kita sudah putus dan pertunangan kita batal!" tegas Ayasha membuat senyum Barra di sebrang telpon menghilang.

"Selama aku tidak menerima putus, hubungan kita masih berlanjut dan pertunangan kita tetap akan terjadi," ucap Barra.

Ayasha memejamkan mata lelah dengan Barra yang keras kepala.

"Maaf, Barra, semua itu nggak akan terjadi. Kamu menghianatiku dan aku nggak bisa percaya lagi sama kamu," ucap Ayasha.

"Sudah aku katakan, Ayasha, aku nggak menghianati kamu. Wanita yang kamu lihat di kantor waktu itu adalah sekretarisku dan kami nggak melakukan apa-apa seperti yang kamu pikirkan," jelas Barra namun Ayasha menggeleng.

Barra pernah menjelaskan pada Ayasha saat masih di Luar Negeri namun Ayasha tetap tidak mempercayainya.

Ayasha hanya akan percaya pada apa yang Ia lihat, bukan apa yang Ia dengar.

"Cukup, Barra! Penjelasanmu nggak akan merubah keputusanku. Pertunangan kita tetap batal!"

Ayasha mematikan lebih dulu panggilan telpon dan berjalan menuju balkon.

Malam yang dingin menjadi saksi bahwa Ia lelah dengan apa yang terjadi.

Hubungan dengan Barra adalah kesalahan dan Ayasha sangat yakin untuk tidak melanjutkan. Namun Ayasha khawatir Barra benar-benar menyusulnya dan menemui orang tuanya untuk membahas pertunangan.

Ayasha menggeleng.

"Ini nggak boleh terjadi. Aku harus bisa menghentikan Barra. Tapi bagaimana caranya?"

Ayasha menghempaskan tubuhnya di kursi sambil berfikir keras.

Namun cukup lama berfikir Ayasha tidak menemukan jalan keluar.

Ayah dan ibu Ayasha cukup mengenal Barra sehingga Ayasha khawatir bila Barra menemui orang tuanya untuk melamar dan membahas pertunangan maka akan diterima.

"Ya Allah, tolong hambamu ini," lirih Ayasha.