Tangan kanan kelvin kemudian masuk ke dalam Dress ,dan mulai membelai lembut.
"Mhhh," Tubuh brianna menggeliat ke kanan kiri, tiap kali merasakan tekanan pada area sensitif nya .
"Heh, apa itu nikmat," Ledek kelvin sembari menghentikan permainan tangan nya, membuat Brianna benar benar malu sekaligus Geram .
"Fuck you bastard," Umpat nya .
Kelvin hanya tersenyum kemudian bangkit dan mencuci tangan nya di westafel.
Membuat Brianna benar benar tersiksa antara ingin dan malu .
Kelvin kemudian menghampiri brianna yang kacau di sofa.
"Kamu butuh aku Marya,"
"Cih jangan merasa bangga bung, aku bahkan bisa melakukan nya sendiri untuk ku,"
"Oh ya,"
"Ya,"
"Baiklah ...kalau begitu lakukan sendiri sisanya," Kelvin kemudian bangkit dan keluar dari hotel Brianna,
Brianna benar benar geram dan mengutuk nya dengan sumpah serapah. Kemudian ia bangkit mengunci pintu nya dan masuk ke kamar menuntaskan hasrat nya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nickname_12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Demam
Renata terpejam lelap oleh buaian obat tidur berdosis tinggi, Pada pukul 11 malam, saat hening menyelimuti rumah, Felix melangkah keluar kamar kemudian ia kembali dengan memasukkan pembantu ke dalam kamar dimana Renata terlelap dalam genggaman obat bius. Di sana, di tepian ranjang tempat Renata terbaring tak berdaya, Felix dan pembantu itu, Tari, memulai tarian nafsu yang terlarang. Dengan tega, mereka membiarkan keringat dan desahan memenuhi ruang, mengabaikan kehadiran Renata yang tidak sadar.
"ouh Tuan ah," lenguhnya sambil terus menari diatas tubuh Felix. Tari, semakin menunjukan keberanian dan dorongan hasrat, semakin liar dalam beraksi memuaskan Felix dan mulai terobsesi dengan ide untuk merebut hati kekasih majikannya itu. Seolah tak ada rasa kasihan terhadap hati Renata, permainan dosa mereka berlangsung di samping sosok yang tak berdaya, meninggalkan jejak pengkhianatan yang tak termaafkan.
Tari merasakan desakan yang kuat dari Felix yang tengah memeluknya dengan erat. Felix, dengan nafas yang berat, tampak tenggelam dalam sensasi yang mereka ciptakan bersama. Setelah beberapa saat, Felix meraih dua butir pil dan memberikannya pada Tari untuk diminum. Tari segera menelan pil tersebut dan kemudian berjalan turun dari ranjang. Dalam hatinya, Tari berharap bisa terus membuat Felix tergila-gila padanya, hingga suatu hari nanti dia bisa menikah dengan Felix dan menjadi wanita yang berkecukupan.
"cepat bereskan pakaianmu dan keluar," ucap Felix dengan terengah.
"baik tuan," jawab Tari Sambil tersenyum sendiri, dan segera keluar dari kamar Renata, ia mengendap endap memastikan jika langkahnya aman. Tari memasuki kamarnya, dan segera merebahkan tubuhnya sambil terus berandai andai. Felix, dengan napas yang masih terengah-engah, memandang ke bawah sambil merasakan kelelahan yang mendalam.
"Gadis kampungan dan bodoh itu cukup membuatku puas," ucapnya sambil tersenyum smirk.
Felix kemudian mengganti pakaian nya dan segera mengambil laptop kemudian turun untuk pulang kerumah.
Sandi membuka kan pintu Gerbang untuk Felix.
"Mau pulang Tuan," Sapa Sandi.
"Iya pak,besok tolong sampaikan ke Renata saya ada meeting dan musti berangkat pagi,"
"Baik Tuan,"
Felix pun kemudian melajukan mobil nya menembus jalanan kota yang lengang.
Sesampai nya di rumah ia pun segera masuk ke dalam, namun kondisi rumah begitu sepi.
"Sudah pulang Tuan," Tanya salah satu pelayan rumah Felix.
"Iya, apa kedua orang tuaku sudah tidur,"
"Sudah, baru saja Nyonya dan Tuan masuk ke dalam kamar,"
"Oh baiklah jika begitu," jawab Felix singkat dan segera masuk kedalam kamarnya.
Sesampai nya di kamar Felix segera merebahkan badan nya dan tertidur dengan lelap lantaran ia merasa begitu lelah setelah mendaki puncak kenikmatan dengan pembantu Renata.
***
Pagi menyingsing dengan gemerlap sinar mentari yang menyelinap masuk lewat sela-sela jendela, disertai kokokan ayam yang membawa pesan hari baru telah tiba. Brianna terbangun dari mimpi malamnya dengan rasa sesak menggelayuti perutnya, seolah ada beban berat yang menghimpit napasnya. Dengan mata yang masih berkabut, ia mengucek matanya berkali-kali, berusaha meraih kenyataan. Kemudian, tatapannya teralihkan pada sosok yang berbaring di sampingnya—Kelvin. Dengan suara serak, ia memanggil, "Vin," Tangannya perlahan menggapai lengan Kelvin, namun terkejut seketika menemukan kulitnya terasa bak bara panas. Brianna menempelkan telapak tangannya ke dahi Kelvin, dan benar saja, demam telah menguasai tubuhnya. Nafasnya menjadi semakin cepat, suhu panasnya terasa menyengat hingga ke jiwa. "Vin," suara Brianna bergetar, penuh kecemasan melihat wajah pucat pasi Kelvin yang terbaring tak berdaya, terkurung dalam pelukan demam yang menggigilkan tubuh.
"Vin, are you okay," suara Brianna gemetar sambil tangannya terus menggoyangkan tubuh Kelvin yang kedinginan. "Dingin," bisik Kelvin lemah. Dengan gerakan cepat namun penuh kelembutan, Brianna meraih remote AC dan segera menurunkan suhunya, lalu dengan hati-hati ia menyelimuti Kelvin dengan selimut tebal yang hangat. Setelah memastikan Kelvin nyaman, Brianna mengambil ponselnya dan segera menelpon Mba Tuti, "Mba, tolong bawakan air hangat untuk kompres dan kotak obat, Kelvin demam," pinta Brianna dengan suara sopan. "Baik, Non," jawab Mba Tuti dari seberang, sebelum bergegas menyediakan segala yang diminta. Tak lama, suara ketukan terdengar di pintu. Brianna bergegas membuka dan di sana sudah berdiri Mba Tuti dengan segala perbekalan. "Untuk siapa, Non?" tanya Mbak Tuti dengan rasa ingin tahu. "Untuk Kelvin, Mba. Sepertinya dia demam tinggi," jawab Brianna sembari mulai mengompres Kelvin dengan sabar. Mba Tuti tersenyum senyum sendiri, "Aduh, romantisnya non anna,"
"Hahaha apa sih mbak gak jelas banget, udah sana masak buat Anna,"
"Ih non anna gitu ih, mbak tuti kan pengen lihat Tuan Tampan dulu,"
"Eh mulai ganjen ya," "udah sana ke dapur jangan lirik lirik pacar anna,"
Balas Brianna seraya mencubit pipi mbak Tuti
"Hehe ganjen sedikit tidak papa dong non, siapa tau Tuan Kelvin mau sama mbak tuti,"
"Hahahaha dia maunya yang masih kenceng gini dong mbak," ledek Brianna sambil memajukan bagian dadanya membuat Kelvin melotot. "Lho jangan salah justru yang peot begini itu sudah berpengalaman,"
"Hahaha itu sudah expired mbak sudah tidak layak konsumsi, dah ih sana," usir Brianna sambil terus tertawa karena tingkah pembantunya itu, tuti pun segera kembali ke dapur sambil terus cengengesan.
Di dapur, Tuti sibuk dengan urusannya sendiri, sementara Brianna dengan telaten mengusap dahi Kelvin yang hangat dengan kompres dingin, tanda kasih yang tak terukur. Dengan lembut ia menggenggam tangan Kelvin, yang tubuhnya menggigil kedinginan, dan dengan lembut pula mencium bibirnya. "Marya," suara Kelvin bergetar lemah. "Iya Vin, kamu mau susu mbak tuti," bisik Brianna meledek.
"Jangan beri aku susu pembantumu, aku bisa mati keracunan baby,"
"jika begitu jangan pernah berfikir mencari susu lain, jika tak ingin aku meracunimu," jawab Brianna kemudian mengecup kening Kelvin dan memeluknya. Kelvin yang merasa begitu pusing memilih diam dan memejamkan matanya. Setelah itu Brianna pun meninggalkannya untuk mandi.
Ketika Brianna kembali dari kamar mandi, suhu tubuh Kelvin tidak kunjung turun, kecemasan menggelayuti Brianna. Dia buru-buru menelepon Dokter Dino, dokter kepercayaan keluarga yang selalu ada saat dibutuhkan. “Tolong, Dok, datang segera,” ucapnya sambil suaranya bergetar, karena panik. "Bagaimana bisa pria menyebalkan sepertinya demam," ucap Brianna sambil terus mengompres, tak lama setelah itu ketukan terdengar di pintu, “Masuk,” Brianna menyahut dengan suara serak. “Dokter Dino sudah datang, Non,” kata Tuti seraya mempersilakan. Brianna mengangguk, dan mempersilakan dokter masuk dengan harapan yang tergantung pada setiap gerak cepat dokter itu menangani Kelvin.
"Hallo anna apa kabar," sapa dokter Dino,
"Baik dok bagaimana dengan dokter,"
"Tentu baik,kamu sudah semakin dewasa ya,"
"Kalau kecil terus namanya stunting dok, seperti dokter hehehe,"
Balas Brianna meledek Dokter Dino yang lebih pendek dibanding dirinya.
"Hahaha bisa saja kamu ya, oh ya siapa ini yang sakit,"
"Em itu Dok, pacar Anna,"
"Duh tampan ya, selain sudah besar kamu juga pintar cari pacar,"Ucap dokter seraya mengecek suhu tubuh Kelvin.
Kelvin memejamkan mata nya karena kepala nya terasa begitu pusing,
namun telinga nya mendengar apa saja yang tengah orang orang perbincang kan.
"Hahaha dia yang mencari saya dok, bukan saya mencari dia,"
Brianna menggenggam tangan Kelvin.
"Wah bagus itu, wanita memang seharusnya dikejar bukan mengejar,"
"Oh ya bagaimana dok kondisi nya,"
"Tidak ada yang perlu di khawatirkan, dia hanya kelelahan butuh istirahat," "nanti saya buatkan resep obatnya seperti biasa,"
"Baik dok terima kasih banyak,"
Brianna berterima kasih dengan begitu manis
"Sama sama cantik, kalau begitu saya pamit dulu semoga lekas sembuh bilangin jangan terlalu di porsir,"
"Maklum dok dia sedang kejar target biaya pernikahan," Kali ini celoteh Brianna membuat Kelvin mengulum senyum .
"Oh begitu, kasihan dia. anna jangan terlalu menuntut yang mewah biar gak stres dan kelelahan,"
"Hahaha tidak perlu mewah yang penting mahar kan ya dok,"
"Hahaha ya sudah lah saya pamit dulu ya,"
"Mbak tuti tolong antar Dokter Dino ya,"
"Baik non,"
Mbak tuti pun mengantar Dokter Dino sampai di halaman rumah sedang Brianna menemani Kelvin.
"Vin,"
"Ya marya,"Jawab kelvin lirih.
"Ada baiknya kamu jangan terlalu lelah, perhatikan kesehatanmu,"
"Thank you marya, bukankah kamu yang ingin mahar besar,"
"Hahaha aku hanya bercanda bodoh,"
"Marya," lirih Kelvin sambil menggenggam jemari Brianna.
"Iya,"
"Apa artinya kamu sudah ingin menikah,"
Tanya kelvin dengan mengulum senyum nya seraya menahan sakit di kepala nya.
"Menikah?,"
"Iya menikah,"
"No no no rasanya aku belum terpikir sampai di titik itu,"
"Mengapa,"
"Mmm rasa nya aku tidak ingin anak ku mengalami hal yang serupa seperti mommy nya,"
"Sorry marya,"
Lirih Kelvin yang merasa tak enak hati dengan kekasih nya .
"Tidak masalah, mungkin itu salah satu ketakutan terbesar dalam hidupku, dan terkadang membuatku tak ingin menikah,"
Kelvin terdiam, mendapati betapa pahitnya nasib yang dialami Brianna, hidup sebatang kara tanpa asuhan dan kelembutan orang tua. "Beristirahatlah aku kekamar mandi sebentar," bisik Brianna dengan lembut, menyematkan kecupan hangat di bibir Kelvin sebelum melangkah ke kamar mandi. Sesuatu yang aneh terjadi pada Kelvin, playboy yang biasanya berhati batu itu, kali ini tergerak hatinya. Rasa peduli yang tak pernah ia kenal sebelumnya mulai mengusik benaknya terhadap Brianna. Dia mulai merasa ada sesuatu yang lebih dari sekedar atraksi fisik; sebuah rasa empati mendalam yang mengejutkan dirinya sendiri. Di bawah guyuran shower yang terasa menusuk, Brianna menangisi nasibnya. Meskipun kini ada seorang pria yang menunjukkan kasih sayang, ia merasa tak pantas mendapatkannya. Kehidupan bebas nya terus menghantui, pikiran tentang masa depan yang suram—bagaimana jika suatu hari nanti anak-anaknya mengetahui bahwa ibu mereka dulu adalah wanita yang terperangkap dalam jerat kelam kehidupan bebas? Ketakutan itu makin menyesakkan dada Brianna, mengubah setiap tetes air menjadi derai air mata.
"Help me," Lirih nya seraya memeluk betis nya dan menangis. Ia yang basah akhirnya berakhir mandi lagi, sambil meluapkan tangis pedihnya.
Setelah selesai mandi ,Brianna dengan telaten menyuapi kelvin makan dan memberikannya obat.
"Apa kamu ingin aku mengantarmu pulang" Tanya Brianna pada Kelvin.
"Kau mengusirku Marya?"
"No Vin, aku hanya takut jika sampai kau mati disini, sudah pasti polisi akan menuduhku sebagai pembunuhnya," Balas Brianna dengan enteng nya
"Kamu baru saja mendoakan ku mati, Marya,"
Kelvin melotot seraya mengunyah makanan di mulut nya.
"Itu bukan doa, hanya sebatas ketakutanku jika sampai kau mati disini," Brianna bermain mata pada Kelvin yang geram. Kelvin pun menelan makanan nya dengan Kesal.
"tidak baik emosi karena bisa membuat darah tinggi kemudian stroke dan kamu tidak bisa menikmati para wanita penghiburmu itu Tuan Kevin," Ledek Brianna membuat kelvin semakin geram dan memilih diam . Setelah itu Brianna membantu kelvin untuk merebahkan diri nya.
"Marya,"
"Hmm..
"Tolong ambilkan ponselku," pinta Kelvin dengan suara yang tampak mendesak. "Di mana?" tanya Brianna, bingung mencari di sekitarnya. "Ada di dalam tas itu," arah Kelvin sembari menunjuk ke arah tasnya yang tergeletak di atas meja rias Brianna. Brianna menyambar tas tersebut dan menemukan ponsel milik Kelvin. Kelvin menyalakan ponselnya. Brianna, yang sudah terbaring di samping Kelvin, tak sengaja melihat layar ponsel yang menyala. Matanya melebar, jantungnya seakan berhenti sejenak ketika ia menatap sosok dalam foto itu; sosok yang terlalu familiar,
"Vin stop,"
"Ada apa marya,"
"Apa aku boleh melihat foto itu,"
"Hem,"Kelvin memperbesar foto keluarga nya.
"Wait,"
"Ada yang salah dengan fotonya?"
"Sepertinya aku pernah bertemu dengan tante tante yang ini,"
"Mommy ku maksudmu?"
"Itu mommy mu?"
"Yes marya,"
"Tante Regina,"
"Bagaimana kamu bisa tahu namanya,"
"malam itu, mommy mengajakku makan malam bersama teman-teman SMA-nya. Di sana, mommy mu muncul dengan penuh percaya diri, memperkenalkan anak kesayangannya. Tapi anak bodoh itu bahkan tidak turun dari mobil dan kabur,"
"What!, jadi malam itu kamu bersama dengan mereka,"
"Yes,"
"Kamu tahu kenapa malam itu aku kabur dari mommy Marya,"
"No,"
"Karena aku pergi ke club untuk mencarimu,"
"Wow really,"
"Ya,"
"Aku baru sadar jika kau tergila gila padaku sejak pertemuan itu bung,"
Seketika wajah kelvin memerah malu ia baru saja merendahkan harga diri nya padahal sejauh ini ia terkenal sebagai playboy dingin yang tak pernah mengejar wanita.
"Ow...so sweet...thank you vin,"
Brianna kembali meledek kelvin, ia ingat sekali bagaimana pertama kali kelvin menggagahi nya, ia benar benar di buat merengek minta di puaskan lantaran kelvin mengerjai nya dengan obat perangsang. Brianna juga berkali kali diancam menggunakan video rekaman nya.
"Marya kamu salah paham baby, malam itu aku mencarimu untuk berterimakasih karena kamu telah menemaniku,"
Sanggah kelvin tak ingin terlihat lemah.
"Oh ya," Brianna merapat kan wajah nya ke dekat kelvin.
"Yes marya..
"Ck ck ck sayang sekali tampan...padahal aku sudah berfikir jika aku begitu dicintai pangeran sialan yang dengan sengaja merekam kejadian terbangsat dalam hidupku," Kelvin mengulum senyum nya.
"Dengar baby, kamu yang tergila gila padaku marya, sampai memohon untuk dipuaskan berkali kali,"
Rahang marya mengeras ia kembali kesal mengingat isi video Kelvin.
"Harus nya aku membiarkanmu sakit kemudian mati, bukan justru memanggil dokter," Umpat nya.
"Hahaha," Kelvin terkekeh
"Kenapa tertawa,"
"Kamu lucu saat marah,"
"Absurd tau gak, kamu keterlaluan dan sama sekali tidak jantan,"
"Dimana letak ketidak jantanan nya Marya,"
"Kamu sengaja mencekoki obat,"
"Itu bukan efek obat baby, tapi memang kamu yang mau setelah tahu milikku,"
Elak kelvin seraya tersenyum dengan tengil dan begitu manis.
Membuat Brianna kesal namun merasa senang melihat senyum yang begitu jarang keluar dari bibir kelvin, pria tampan itu begitu mempesona dan menggoda.
"Kamu jahat tau gak,"
"Oh ya,"
"Ya, kamu begitu senang mempermainkanku Vin, kamu sengaja menghentikan permainan agar aku merengek"
"Aku berhenti hanya untuk beristirahat setelah itu kembali bermain, kamu yang tidak sanggup menunggu Marya,"
"Omong kosong," jawab Brianna sambil memanyunkan bibirnya.
Kelvin kemudian menarik tubuh kekasih nya itu dan melumat bibir Brianna dengan lembut.
Brianna pun memejamkan mata nya dan sebatas menikmati permainan bibir Kelvin. Kelvin yang tahu kekasihnya ngambek semakin memperdalam ciuman sampai akhirnya Brianna mulai membuka mulutnya, dan membalas pagutan bibir seksi itu.
Namun ketika Brianna membalas nya tak kalah lembut Kelvin tersenyum nakal dan melepaskan pagutannya.
Membuat Brianna begitu kesal lantaran ia kembali dipermainkan oleh kelvin,kelvin pun terkekeh melihat kemarahan Brianna dan segera memeluk erat kekasihnya itu. Keduanya pun terus bergurau sampai akhirnya terlelap.
Brianna berdiam di kamar hingga sore hari menemani Kelvin yang sakit.
Tiba sore hari saat dirasa membaik Kelvin meminta Ronald untuk menjemput nya.
Gadis itu juga berpamitan jika ia akan menghadiri pernikahan sopir pribadinya.
Brianna tak lagi merasa sepi karena kelvin selalu mengunjungi dan memperhatikan nya.
Di sudut kamar yang berbeda, Renata dilanda kegelisahan yang mendalam. Semenjak Tari mulai bekerja di rumahnya, setiap kali Felix muncul, gelombang kantuk yang aneh selalu menyerangnya, membuatnya tertidur selama berjam-jam, bahkan kadang seharian penuh. Hal ini memunculkan benih-benih curiga di hati Renata. Apalagi, penampilan Tari yang semakin mencolok setiap hari, seolah-olah menyembunyikan sebuah rahasia gelap. Pada suatu pagi, setelah terbangun dengan kepala yang berdenyut-denyut, Renata meraih ponselnya dengan tangan yang gemetar dan mengetik pesan cepat untuk sahabatnya, Dianna. "Na, besok temani gue ke Rs ya," tulisnya, suaranya terdengar rapuh bahkan melalui teks. "Lo sakit, Nat?" balas Dianna, rasa penasaran bercampur kekhawatiran terasa jelas dalam pesannya. Ketakutan mulai menggerogoti hati Renata. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah Tari menyembunyikan sesuatu yang bisa mengancam keselamatannya? Setiap detik yang berlalu semakin menambah beban di pundaknya, sambil menunggu hari esok untuk mendapatkan jawaban yang mungkin akan mengubah hidupnya selamanya.
"Gue gak tau, akhir akhir ini kepala gue sering pusing,"
"Baiklah tunggu di rumah besok pagi gue datang dan kita kerumah sakit,"
"Thank you na',"
Renata pun mengakhiri panggilan nya.
Tari yang tengah masak di dapur menguping, ia pun berniat akan melapor pada Felix jika nanti Felix datang ke rumah majikan nya.