NovelToon NovelToon
Wild, Wicked, Livia !!!

Wild, Wicked, Livia !!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Gadis nakal / CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Mengubah Takdir
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Fauzi rema

Livia hidup dengan satu aturan: jangan pernah jatuh cinta.
Cinta itu rumit, menyakitkan, dan selalu berakhir dengan pengkhianatan — dia sudah belajar itu dengan cara paling pahit.

Malam-malamnya diisi dengan tawa, kebebasan, dan sedikit kekacauan.
Tidak ada aturan, tidak ada ikatan, tidak ada penyesalan.
Sampai seseorang datang dan mengacaukan segalanya — pria yang terlalu tenang, terlalu dewasa, dan terlalu berbahaya untuk didekati.

Dia, Narendra Himawan
Dan yang lebih parah… dia sudah beristri.

Tapi semakin Livia mencoba menjauh, semakin dalam dia terseret.
Dalam permainan rahasia, godaan, dan rasa bersalah yang membuatnya bertanya:
apakah kebebasan seindah itu jika akhirnya membuatnya terjebak dalam dosa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzi rema, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8. Bab 8 Penolakan Livia

Livia masih menatap hujan ketika suara langkah pelan berhenti tepat di sampingnya. Ia menoleh, dan tubuhnya langsung menegang.

Narendra berdiri di sana, setengah basah karena angin hujan yang masuk dari pintu otomatis. Kemejanya digulung sampai siku, dan di tangannya ia membawa payung hitam besar. Sorot matanya lembut… terlalu lembut untuk pria yang baru saja membuat hidup Livia berantakan tanpa sengaja.

“Livia,” panggilnya pelan.

Livia memalingkan wajah cepat-cepat.

“Pak.”

Narendra menunduk sedikit, mencoba menangkap ekspresinya.

“Kamu mau pulang, kan? Ini payungnya.”

Ia menyodorkan payung itu ke arahnya.

Livia tidak bergerak. Bajunya, tasnya, bahkan sepatu yang sudah aus terasa seperti merekat ke lantai.

“Ambil saja,” lanjut Narendra, suaranya tenang. “Saya punya satu lagi di mobil.”

Livia menarik napas panjang.

“Tidak perlu, Pak.”

Narendra mengerutkan kening.

“Hujan begini. Kamu bisa sakit kalau memaksa pulang tanpa—”

“Saya nggak butuh payung, pak. Saya baik-baik saja.” Kali ini nada suara Livia lebih tegas. Lebih dingin.

Narendra terdiam, kaget oleh nada itu.

Livia jarang, atau hampir tidak pernah, berbicara dengannya seperti itu.

Livia menatap hujan lagi, menghindari matanya.

Narendra mencoba lagi, nada suaranya rendah dan penuh penyesalan.

“Livia… soal kejadian tadi di ruanganku. Aku minta ma—”

“Tidak perlu, Pak.” Livia memotong cepat, suaranya stabil meski hatinya bergejolak.

“Itu masalah rumah tangga Bapak. Saya tidak punya urusan dengan itu.”

Narendra menatapnya lama.

Livia seperti dinding batu, dingin, kaku, tidak mau disentuh.

“Tapi kamu dihakimi tanpa alasan,” katanya lirih. “Itu tidak adil untukmu.”

Livia mengepalkan jemari di dalam saku blazernya, berusaha keras tidak menunjukkan betapa kalimat itu membuat dadanya terasa sesak.

“Sudahlah, Pak.”

“Apa pun yang istri Anda pikirkan… itu hak beliau. Saya hanya staf biasa. Dan saya tidak… tidak berniat menggoda Bapak.”

Narendra mengendurkan bahunya, jelas merasa bersalah.

Livia melirik payung itu sebentar, lalu menatap Narendra dengan tatapan yang lebih lelah daripada marah.

“Terima kasih atas niat baiknya. Tapi saya bisa pulang sendiri tanpa payung itu.” Kata Livia lagi.

Narendra akhirnya menarik napas pelan, lalu menurunkan tangannya.

“Baiklah. Tapi kalau kamu berubah pikiran—Saya masih di lobi.”

Livia tidak menjawab.

Narendra mundur selangkah, menatapnya seolah ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi akhirnya memilih diam. Ia berbalik dan berjalan menjauh, payung di tangannya menggantung lemah.

Livia membuang napas kasar.

Bahunya merosot.

Kepalanya menunduk.

Payung pria itu.

Cara ia meminta maaf.

Tatapan yang sejujurnya membuat Livia tidak tahu harus marah atau… sesuatu yang lain.

Kenapa hari ini nggak selesai-selesai sih…?

Ia memejamkan mata.

Hujan semakin deras.

Livia tetap tidak bergerak.

Dan kali ini, ia merasa marah bukan hanya pada hari sial itu…

tapi juga pada seseorang yang tidak seharusnya membuatnya merasakan apa pun, siapa lagi kalau bukan Narendra.

Livia akhirnya menarik napas panjang, menegakkan bahunya, dan melangkah keluar lobi tanpa payung. Hujan langsung menghantam tubuhnya, membuat rambutnya menempel di pipi dan baju lengan panjangnya perlahan basah. Angin dingin menusuk kulit, tapi ia tidak peduli.

Daripada terus di dalam dan merasa seperti orang bodoh… lebih baik begini.

Ia menyeberang jalan dengan cepat, menghindari genangan besar yang tercipta di mana-mana. Lampu-lampu jalan yang memantul di air membuat kota tampak kabur, hampir seperti lukisan yang dilukis dalam keadaan terburu-buru.

Begitu tiba di halte, ia tepat tersiram cipratan air dari mobil yang lewat.

Punggungnya langsung dingin.

“Ya Tuhan…” Livia mendesah frustrasi sambil menepuk-nepuk bajunya, yang sudah jelas tidak bisa diselamatkan.

Di halte itu hanya ada dua orang lain yang sama-sama kebasahan dan menunduk menunggu hujan mereda. Livia duduk di ujung bangku beton, menyandarkan tasnya ke pangkuan. Ia membuka ponsel, mencoba memesan taksi online lagi.

Please, ada satu aja yang mau ambil…

Tapi berkali-kali ia menekan tombol “cari driver”, jawabannya sama: Sedang ramai, tidak ada driver tersedia.

Ia memijat pelipisnya.

Basah. Dingin. Lelah.

Sudah seperti karakter di drama yang selalu dapat adegan tragis setiap episode.

Hujan turun semakin deras, membuat udara di halte itu lebih dingin dari AC sentral kantor. Livia menarik lutut, berusaha menghangatkan diri. Rambutnya menetes ke wajah, menimbulkan rasa lengket yang menyebalkan.

Ini salah satu hari terburuk gue.

Baju lengan panjangnya kini setengah basah. Celana kerjanya gelap di bagian bawah. Sepatunya berdecit jika ia geser sedikit.

Ia mencoba lagi memesan taksi.

Gagal.

Bus pun tidak ada yang lewat.

Livia akhirnya bersandar pada dinding kaca halte dan memejamkan mata.

Mencoba tidak menangis.

Mencoba menelan semua.

Kenapa hidup serasa menghukum gue hari ini?

Saat Livia masih duduk memeluk dirinya sendiri, menahan dingin yang menusuk hingga tulang, sebuah cahaya lampu mobil tiba-tiba berhenti tepat di depannya. Hujan memantul di kap mobil putih itu, menciptakan bayangan lembut di sekitar halte.

Pintu pengemudi terbuka perlahan.

“LIV!”

Suara itu langsung membuat Livia menoleh.

Reno.

Dengan jaket hoodie abu, rambut sedikit acak terkena hujan, dan wajah cemas setengah marah.

Livia terdiam sesaat.

Seperti ada sesuatu di dadanya yang runtuh, kelegaan, rasa aman, dan sedikit rasa ingin menangis bercampur jadi satu.

Reno berjalan cepat ke arahnya, membuka pintu belakang mobil.

“Masuk.”

Nada suaranya tegas, tidak memberi ruang perdebatan.

Livia menelan ludah.

“Reno… kenapa kamu—”

“Lo kira gue nggak tau lo bakal terjebak hujan kayak gini?” Reno menatapnya dengan ekspresi yang tidak bisa disembunyikan: khawatir.

“Gue udah muter dari tadi. Feeling- gue bilang lo pasti di halte dekat kantor.”

Livia hanya bisa membeku.

Sejak lima tahun bersahabat, Reno memang selalu punya intuisi aneh soal dirinya, seakan kedua orang itu, ia dan Reno, terhubung tanpa perlu kata-kata.

Reno memegang bahunya, perlahan namun sigap.

“Ayo. Lo bisa sakit kalo begini.”

Livia akhirnya berdiri. Bajunya basah, rambut berantakan, tangan menggigil. Reno membuka jaketnya dan memakaikannya ke pundak Livia tanpa ragu-ragu.

Sementara itu, Narendra yang tadi berdiri tak jauh, terpaku melihat adegan itu dari belakang halte. Ia baru saja ingin menghampiri Livia, tapi semua terhenti begitu melihat Livia di jemput oleh laki-laki lain.

Narendra hanya diam. Tidak punya hak untuk ikut campur. Tidak malam ini atau mungkin tidak akan pernah.

Narendra melihat, Reno memegang lengan Livia dengan lembut.

“Ayo, Liv, gue anter lo Pulang.”

Livia menunduk pelan, matanya panas karena campuran hujan dan emosi.

“…Iya.”

Ia masuk ke dalam mobil, duduk dengan tubuh gemetar. Reno menutup pintu, berlari kembali ke kursi pengemudi, dan menyalakan mesin tanpa banyak bicara.

Begitu mobil melaju perlahan menjauh dari halte, Livia tidak tau, jika Narendra melihatnya dari jauh.

...🥂...

...🥂...

...🥂...

...Bersambung......

1
kalea rizuky
jangan jd pelakor
septi fahrozi
semakin penasaran jadinya ngapain mereka... 🤣🤣
Priyatin
ho ho ho kok semakin rumit hubungannya othor😰😰😰
Priyatin
lama kali nunggu up nya thor.
lanjut dong🙏🙏🙏
Wita S
kerennn
Wita S
ayoo up kak...ceritanya kerennnn
Mian Fauzi: thankyou 🫶 tp sabar yaa...aku masih selesain novelku yg lain hehe
total 1 replies
Siti Naimah
ampun deh...belum apa2 Livia sudah mendapat kekerasan dari dimas.sebaiknya sampai disini saja livia.gak usah diterusin
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!