Seorang mafia yang kejam dan dingin menemukan dua bayi kembar yang cantik di dalam dus yang di letakkan di tempat sampah. Mafia itu merasa iba dan merawat mereka. Kadang dia kesal, lelah dan ingin rasanya melempar mereka ke belahan dunia lain. Itu karena mereka tumbuh menjadi anak yang jail, aktif dan cerewet, selalu menganggu kesenangan dan pekerjaannya. Namun, dia sudah sangat sayang pada mereka. Mereka juga meminta mami sampai nekat kabur karena tidak diberikan mami. Dalam perjalanan kaburnya, ada seorang wanita menolong mereka.
Wanita yang cantik dan cocok untuk menjadi mami mereka. Bagaimana usaha mereka untuk menjadikan wanita itu mami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dakilerr12, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab.34
Alkana menerobos masuk ke dalam rumah Smith. Di dalam tidak ada Jasmin atau Istri Wilton Smith. Mereka menyandera semua yang ada di situ dan bertanya, semua menjawab tidak tahu.
Alkana membawa mereka semua ke markas, untuk di interogasi. Anak buah Alkana menyisir tempat itu, mereka tidak menemukan Alarik, Jasmin atau ibunya. Terdengar bunyi ponsel Alkana. Dia lalu mengangkatnya.
"Bos, aku tahu di mana mereka. Mereka sudah pergi lima menit sebelum kau datang. Sekarang posisi mereka ada di dua blok tidak jauh dari rumah Smith. Akan ku sambungan dengan GPS mu." Suara jack terdengar di seberang sana.
"Ok, terima kasih. Jack." Alkana menutup teleponnya dan bergegas lari ke mobil. Semua orang mengikutinya.
Alkana menyambungkan ponselnya dengan layar yang ada di mobil. Anton mengerti dan mengikuti arahan Jack. Kini mereka tersambung bersama Jack di telepon.
"Kalian sudah dekat," ucap Jack.
"Belok kanan," ucapnya lagi.
"Jack, kami tahu, kami melihatnya di layar!" ujar Anton. Dia merasa terganggu dan tidak bisa konsentrasi menatap layar dan jalanan.
"Maaf, aku reflek," ucap Jack di telepon.
Mobil yang dikemudikan Anton kemudian melesat cepat. Sebentar lagi mereka akan menyusul mobil Jasmin.
"Ingat kalian semua! Jangan tembaki mobil itu. Saya takut ada Alarik di dalamnya." Alkana memberi perintah.
"Siap Bos!" semua menjawab. Mereka saling terhubung satu sama lain.
Anton melajukan mobilnya mengejar mobil yang dikendarai oleh Jasmin. Jaraknya semakin dekat, rupanya Jasmin menyadari kalau dia diikuti. Mobil Jasmin melaju dengan cepat dan menerobos lampu merah.
Dari arah sebelah kanan, lampu rambu lalu lintas berwarna hijau. Melajulah mobil truk besar tepat saat mobil Jasmin menerobos lampu merah dan terjadilah tabrakan dahsyat. Suara benturan terdengar keras.
Mobil Jasmin terguling di tengah jalan dalam keadaan body sebelah kanannya penyok termasuk pintu kemudi. Posisi truk pun melintang dan sempat menyerempet beberapa motor. Terjadilah tabrakan beruntun.
Parahnya lagi tanki bensin mobil Jasmin bocor, mengeluarkan isinya yang berbau khas.
Alkana, Anton dan anak buah Alkana segera keluar ingin melihat adakah Alarik di mobil itu. Hati Alkana berdebar sangat kencang, dia berlari sekuat tenaga meski lututnya terasa tak bertenaga di tengah kekalutan yang melanda.
Belum sampai langkahnya ke dekat mobil, keluar percikan api. Keadaan sangat kacau sebagian menolong supir truk, dan pengemudi motor yang terserempet oleh truk. Mereka yang ingin menolong Jasmin mundur kembali karena ada percikan api dan bau bensin yang menyengat.
Tidak ada yang mau mengambil resiko jika mobil itu meledak.
Alkana nekat mendekat ke mobil. Dia melihat Jasmin dalam keadaan posisi terbalik. Kepalanya mengeluarkan darah, ibunya Jasmin tidak sadarkan diri. Jasmin membuka matanya.
"Alkan kau ... datang... ingin ... menolong.. ku." Suara Jasmin terdengar lemah.
"Di mana anakku Jasmin?" tanya Alkana. Dia berusaha melihat ke dalam mobil di jok belakang. Tidak terlihat ada siapa pun. Api kemudian menyambar tanki bensin sehingga api semakin besar.
"Kau ... tidak ... akan... bertemu dengannya." Jasmin tersenyum puas sudah membuat Alkana menderita, dendam kematian kakaknya terbalaskan.
"Tuan, ayo mobil ini akan meledak!" Anton menghampiri Alkana dan memaksanya untuk menjauh dari mobil.
Ledakan pertama terdengar. Anton menyeret Alkana berlari menjauh dari mobil, lalu ledakan kedua terdengar sangat keras.
Melontarkan puing-puing Mobil ke sekitar. Anton dan Alkana sampai jatuh tengkurap. Mobil itu pun terbakar seluruhnya.
"Dia tidak ada di sana, dia tidak ada di sana bukan, Anton?" Alkana mencoba menenangkan hatinya.
"Iya Tuan, Tuan muda Alarik tidak ada di sana. Dia berada di suatu tempat dalam keadaan sehat dan baik-baik saja." Anton mengerti kecemasan Alkana dan dia berusaha membesarkan hati Tuannya.
Alkana bangkit di bantu anak buahnya. "Tuan Anda terluka, dahi Anda berdarah, lebih baik kita ke rumah sakit." Anton membujuk Alkana.
"Tidak, aku ingin pulang dan bertemu istriku." Alkana hanya ingin Anita untuk menguatkannya. Dia ingin ketenangan dari ibunya Alarik.
"Ayo Tuan. Kita pulang." Anton akhirnya setuju dan membawa Alkana pulang. Mungkin dengan begitu bisa membuatnya lebih baik.
Mobil Alkana, berbalik arah diikuti Mobil yang lain. Mereka berpapasan dengan mobil pemadam kebakaran dan polisi. "Anton, tolong satu orang melihat situasi di sana jika untuk memastikan ada tidaknya anakku!"
"Baik Tuan," jawab Anton.
"Sayang, anakku. Di mana kamu?" gumam Alkana dalam hati.
Mobil terus melaju menuju kediaman rumah Adhisti.
***
"Mas, mana anakku kok gak ada?" tanya anita.
"Maaf, sayang. Kami belum bisa menemukannya. Jasmin membawanya dan saat kami sudah bisa menemukan Jasmin, Alarik tidak ada bersamanya."
"Apa, lalu di mana dia?"
"Aku tidak tahu, dan apakah kau tahu? Tadi itu ....." Alkana menceritakan semua yang terjadi pada Anita.
Anita yang mendengar itu langsung memeluk Alkana, entah apa yang dirasakannya pasti terasa berat baginya. Anita saja merasakan sedih dan cemas, dia merasa separuh nyawanya hilang.
Apalagi Alarik masih menyusui, dadanya terasa sakit karena belum di salurkan.
"Bagaimana dia di sana? Dia masih menyusui. Apakah dia makan dengan baik?"
"Ini salahku Anita, aku tidak bisa melindungi anakku sendiri! Mereka dendam padaku dan melampiaskannya pada anakku!"
"Ini salahku, salahku! Maafkan aku Nita, maaf!" Alkana berlutut di hadapan Anita dan menangis.
Si kembar merasa sedih dan ikut menangis.
Tidak pernah papinya seperti ini, terlihat begitu menyedihkan dan menyesal. Mereka langsung memeluk Alkana.
Anita pun memeluk Alkana. "Tidak sayang. Ini bukan salahmu, kau sudah melakukan yang terbaik untuk keluargamu. Ini sudah takdir anak kita. Kita berdoa saja semoga Allah selalu melindunginya, fan kita bisa segera menemukannya." Anita mengusap kepala Alkana untuk menenangkannya.
"Iya Papi, ini bukan waktunya untuk merasa menyesal atau bersedih. Ini waktunya untuk bangkit dan semangat mencari Alarik. Setiap waktu berharga Papi. Ayo, kita cari Alarik." Dhira memberi Papinya semangat.
"Alarik di sana sedang menunggu kita. Ayo Papi jangan bersedih. Kita cari de Al!" Shara ikut menyemangati.
"Kalian benar! Ini waktunya untuk bangkit dan mencari Alarik. Aku akan pergi mencarinya!" Alkana bangun dan hendak pergi tetapi ditahan oleh Anita.
"Kamu harus makan dulu! Kalau kamu ingin mencarinya, fisik kamu harus kuat agar kau tidak sakit. Kau tidak akan bisa mencarinya jika kau sakit." Anita menarik Alkana ke meja makan.
"Aku tidak bisa makan sayang," ucap Alkana.
"Aku tahu, tapi kamu harus paksakan, aku suapi." Anita menyuapi Alkana.
"Sudah sayang, aku sudah kenyang. Aku pergi dulu, oh ya di mana Mamah?"
"Mamah di kamarnya, dia merasa bersalah dan selalu menangis. Kamu coba bicara padanya."
"Nanti saja, aku buru-buru. Aku titip Mamah dan anak-anak. Aku pergi." Alkana mencium kening Anita. Dia lalu bergegas pergi.
Selepas kepergian Alkana, Anita menangis. Dia merasa sedih karena anaknya belum di temukan. Anita tidak bisa menangis di depan Alkana.
Dia tidak ingin menambah beban Alkana karena melihatnya menangis. Dadanya terasa sakit, mungkin lebih baik dia memompanya. Anita beranjak bangun dan pergi ke kamarnya.
Di kamar Anita memeluk erat selimut yang selalu dipakai Alarik. Dia lalu memompa dadanya. Asinya akan dia simpan di kulkas.
***
Alkana sampai di markas. Dia akan menginterogasi semua pegawai Jasmin. Dia turun dengan wajah yang marah, auranya sangat menyeramkan. Alkana masuk ke dalam tempat interogasi. Dia duduk di pojok melihat mereka ditanyai satu persatu.
"Katakan ke mana Jasmin membawa bayi itu?"
"Saya tidak tahu Tuan, saya memang melihat Nona membawa bayi itu masuk. Tetapi saya tidak melihatnya membawa bayi itu keluar." Salah satu pelayan di rumah itu bicara.
"Apa maksudmu?" tanya Anton.
"Nona bahkan marah-marah karena kehilangan anak itu, dia mengamuk, setelah itu dia pergi bersama Nyonya."
"Katakan yang jelas!" perintah Anton.
"Nona datang membawa bayi itu lalu, menidurkannya di kamar. Dia kemudian pergi ke kamar Nyonya. Saat dia kembali bayi itu sudah tidak ada. Entah siapa yang membawanya." Pelayan itu menjelaskannya.
"Kau pasti tahu siapa yang membawanya. Bagaimana kau tahu ada yang membawanya jika kau tidak lihat. Kau pasti akan bilang bayi itu telah hilang."
Pelayan itu bergetar ketakutan, dia telah salah bicara. "Ampun Tuan, saya melihatnya bahkan saya membantunya membawa bayi itu pergi. Kami tahu Nona sangat jahat. Karena itu kami ingin menyelamatkan bayi yang tidak berdosa itu." Dia membeda ucapannya sejenak dan mengambil nafas.
"Apakah Tuan tahu? Bayi itu sangat tampan, dia sangat pintar dan pemberani. Dia tidak menangis saat kami memasukkannya ke dalam tas. Dia justru tersenyum pada kami. Setelah sepuluh menit kemudian Nyonya kembali ke kamar dan mengamuk karena bayi itu hilang. Dia mencarinya ke seluruh penjuru rumah tetapi tidak ada. Dia kemudian pergi dan beberapa menit kemudian Anda datang."
"Siapa yang membawa anakku dan dibawa ke mana?"
"Namanya Mariam, entah di bawa ke mana? Semuanya serba mendadak, kami tidak sempat merencanakan akan di bawa ke mana?"
"Lepaskan dia. Dan beri dia uang." Ucap Alkana secara tiba-tiba.
"Aku minta kau ceritakan semua hal yang kau tahu tentang Mariam. Keluarga, kerabat, teman, bahkan kekasih, asal kampungnya, alamat-alamat yang terhubung dengannya. Beri tahu semuanya pada Anton. Kemudian kamu bisa bebas. Namun, ingat jika kau berbohong kami akan mencarimu dan membunuhmu."
.
.
.
.
. jgan sampai dimitri kabur dehk
tor apa anton terLibat dalam kasus in soal . gak pernah terdengan . mang antos