Celine, seorang wanita pekerja keras, terpaksa menikah dengan Arjuna—pria yang bekerja sebagai tukang sapu jalanan untuk menghindari perjodohan. Selama pernikahan, Arjuna sering diremehkan dan dihina, bahkan oleh keluarga istrinya sendiri. Tapi siapa sangka, di balik penampilan sederhananya, Arjuna menyimpan identitas dan kekayaan yang luar biasa. Saat rahasia itu terbongkar, kehidupan mereka pun berubah drastis, dan mulailah babak balas dendam yang elegan dan penuh drama.
Siapakah Arjuna sebenarnya? dan apa yang akan terjadi jika semua orang mengetahui identitas Aslinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33
Nama Arjuna kini menjadi bahan pembicaraan di mana-mana.
Media-media besar, berita televisi, dan bahkan obrolan warung kopi menyebut-nyebutnya sebagai “pewaris tunggal PT Anatarna Grup”, perusahaan multinasional yang kekayaannya sulit dibayangkan.
Foto-foto Arjuna dengan setelan jas elegan, berjalan keluar dari mobil mewah dengan pengawalan ketat, terpampang di berbagai portal berita. Senyumnya tenang, matanya penuh percaya diri. Siapa yang menyangka, pria yang dulu diremehkan hanya karena bekerja sebagai tukang sapu, kini menjadi sosok yang dielu-elukan bak bintang.
Namun di balik gemerlap nama Arjuna, ada kehidupan yang kontras… milik mereka yang dulu menyiksanya tanpa ampun, mepermainkan nya, meremehkannya— yaitu Bagas, Laura, dan Sera.
...****************...
Di sudut pasar yang kumuh, seorang pria muda tampak memegang sapu panjang dan mengais-ngais sampah dari selokan. Kaos lusuh dan celana belel menempel di tubuhnya. Wajahnya dekil, peluh mengalir deras dari keningnya. Tangannya kasar, bibirnya kering.
Itu Bagas. Pria yang dulu ingin menghancurkan Arjuna.
Tak ada lagi jas mewah, tak ada lagi mobil sport. Dulu, dia menghina Arjuna di depan umum. Bahkan merekam dan menyebarkan video Arjuna yang bekerja sebagai penyapu jalan—mengundang gelombang ejekan dari masyarakat. Tapi kini, roda nasib berputar menyakitkan. Bukan Arjuna. Tapi dirinya lah yang sekarang menjadi tukang sapu itu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Eh, itu bukannya Bagas ya?” bisik seseorang di pinggir jalan.
“Yang dulu anak manja itu? Kok sekarang jadi tukang sapu?” sahut yang lain, tertawa terbahak melihat penampilan Bagas saat ini.
Bagas mendengarnya. Tapi apa yang bisa ia lakukan? Mengangkat kepala saja ia malu. Perusahaannya yang dulu dia pimpin—telah diambil alih oleh Arjuna tanpa ampun. Bukan hanya diambil, tapi dibekukan dan kemudian ditutup dengan alasan “restrukturisasi total karena korupsi manajemen.”
Hingga dia sendiri bahkan kesulitan untuk mencari pekerjaan yang layak untuk dia lakukan. Kini semuanya hancur tak tersisa. Hidupnya, karirnya dan bahkan semua orang kini menghinanya.
Di tempat lain, Laura berdiri di depan sebuah toko roti, menatap etalase dengan mata sendu. Ia mengenakan pakaian usang dan memeluk jaket tipis di tengah udara pagi yang dingin. Dahulu, Laura adalah wanita glamor. Setiap harinya sibuk di salon, mall, dan pesta sosialita.
Namun kini, semua itu tinggal kenangan. Ia diusir dari rumah mewahnya setelah seluruh harta keluarganya disita bank. Rumah, mobil, kartu kredit—semuanya lenyap dalam hitungan minggu setelah kehancuran perusahaan keluarga. Dan kini untuk makan saja Laura sangat kesusahan.
“Bisa saya minta sisa roti kemarin, Bu?” tanya Laura dengan suara nyaris tak terdengar.
Pemilik toko menatapnya iba, namun juga heran. “Laura? Kamu… kamu yang dulu pernah tampil di TV bareng istri walikota itu kan?”
Laura menunduk. Wajahnya memerah karena malu.
"Maaf bu. Saya pergi dulu" Laura sangat malu. Hingga ia pergi begitu saja kala ada yang mengenali dirinya.
Laura berjalan dengan lesu. Memegang perutnya yang terus meronta ingin diberi asupan. Ia benar-benar tak tahan jika harus kelaparan setiap hari. Hasil memungut sampah sehari tidak akan cukup untuk membeli nasi bungkus untuknya. Butuh waktu dua hari untuk bisa mengumpulkan uang untuk membeli nasi bungkus.
Sementara itu, Ny. Sera kini hanya bisa menumpang di rumah kontrakan kecil milik anaknya. Ia kehilangan segalanya. Tak ada yang mau menerima Sera bekerja karena latar belakang keluarganya yang kini dianggap penuh skandal. Sera yang dulu memandang hina Arjuna dan menuduh Celine berkhianat di perusahaan keluarga kini bahkan tak bisa membeli beras sendiri.
Ironisnya, video yang menunjukkan mereka—Bagas, Laura, dan Sera—dalam keadaan memprihatinkan, tersebar di media sosial. Komentar pedas pun membanjiri kolom komentar.
> “Rasain tuh karma!”
“Dulu mentang-mentang punya harta, sekarang kayak pengemis.”
“Arjuna sih keren, balas dendamnya elegan.”
Di sisi lain kota, sebuah pesta peluncuran proyek besar PT Anatarna Grup tengah berlangsung megah.
Lampu kristal menggantung indah, alunan musik klasik memenuhi ruangan, dan tamu-tamu penting dari kalangan pejabat hingga pengusaha ternama hadir.
Di tengah kerumunan, Arjuna melangkah tenang bersama Celine yang anggun mengenakan gaun malam elegan. Mereka kini pasangan paling dihormati, dicintai banyak orang.
Seorang wartawan bertanya pada Arjuna, “Tuan Arjuna, bagaimana perasaan Anda sekarang, setelah semua yang terjadi?”
Arjuna hanya tersenyum. Jawabannya tenang namun menusuk.
> “Saya percaya, Tuhan tidak tidur. Dulu saya dihina karena pekerjaan saya. Sekarang, saya memilih untuk tidak menghina balik. Tapi saya juga tidak akan melupakan pelajaran dari masa lalu.”
Wartawan itu terpaku. Kalimat Arjuna tak meledak-ledak, tapi mengandung kekuatan yang lebih tajam daripada amarah.
Celine menggenggam tangan Arjuna erat, matanya berkaca-kaca. Ia tahu betul, semua yang mereka lalui tak mudah. Tapi sekarang, balas dendam itu bukan lagi dengan kemarahan. Melainkan dengan kesuksesan, dan kemewahan yang tak bisa mereka sangkal.
Di malam yang sama, Bagas duduk di kursi kayu reyot di depan rumah kontrakan. Ia melihat berita Arjuna di layar kecil ponsel pinjamannya. Tangannya bergetar, matanya berkaca-kaca. Bukan karena iri semata—tapi karena penyesalan.
Air matanya menetes. Ia memutar ulang video Arjuna yang dulu ia rekam dengan niat menjatuhkan—namun kini jadi pengingat kebodohannya.
> “Maafkan aku, Jun…,” bisiknya lirih.
“Andai waktu bisa diputar kembali… aku tidak akan menghinamu. Aku tahu sekarang bagaimana rasanya ada posisimu dulu. Aku.......sangat hina sekarang”
Waktu tidak pernah bisa diputar. Dan roda nasib sudah menentukan tempatnya sekarang. Arjuna di atas, sementara mereka yang dulu menyiksa—terjebak dalam lubang yang mereka gali sendiri. Itulah yang mereka rasakan saat ini.
.
.
.
Bersambung.