Seorang wanita cantik dan tangguh bernama Arumi Pratama putri tunggal dari keluarga Pratama.
Namun naas suatu kejadian yang tak pernah Arumi bayangkan, ia dituduh telah membunuh seorang wanita cantik dan kuat bernama Rose Dirgantara, adik dari Damian Dirgantara, sehingga Damian memiliki dendam kepada Arumi yang tega membunuh adik nya. Ia menikah dengan Arumi untuk membalas dendam kepada Arumi, tetapi pernikahan yang Arumi jalani bagaikan neraka, bagaimana tidak? Damian menyiksanya, menjadikan ia seperti pembantu, dan mencaci maki dirinya. Tapi seiring berjalannya waktu ia mulai jatuh cinta kepada Damian, akankah kebenaran terungkap bahwa Arumi bukan pelaku sebenarnya dan Damian akan mencintai dirinya atau pernikahan mereka berakhir?
Ikutin terus ceritanya yaa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arinnjay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 : Janji Yang Diukir Waktu
Beberapa minggu setelah kunjungan Angel dan Saka ke rumah Arumi dan Damian, suasana hidup di kedua keluarga itu makin terasa stabil dan penuh kehangatan. Di rumah Arumi, dua anak mereka—Arsha dan Aidan—mulai menunjukkan sisi kompak meski tetap diwarnai keributan kecil khas anak-anak. Perut Arumi pun makin membesar, menandakan usia kehamilan yang hampir memasuki trimester akhir.
Suatu pagi yang cerah, Arumi duduk di halaman rumah sambil menyuapi Aidan, sementara Arsha sudah bersiap ke taman bermain bersama Damian. Matahari hangat memeluk kulitnya, dan wangi bunga dari kebun kecil di samping rumah menenangkan pikirannya.
“Aidan, kunyahnya pelan, ya sayang,” ucap Arumi lembut.
Aidan mengangguk dengan pipi menggembung, seperti hamster kecil.
Sementara itu, Angel dan Saka sedang sibuk menyiapkan sebuah acara kecil di rumah mereka—peringatan satu tahun pernikahan mereka. Bukan pesta besar, hanya makan malam sederhana bersama orang-orang terdekat, termasuk tentunya Arumi dan Damian sekeluarga.
Angel berdiri di dapur, memotong buah sambil tersenyum. Di tangannya, cincin pernikahan berkilau tertimpa cahaya pagi. Saka mendekat, memeluk dari belakang, dan mencium bahu Angel.
“Udah satu tahun aja ya,” gumamnya.
Angel menyandarkan kepala di dada Saka. “Cepet banget rasanya. Padahal kita baru mulai belajar saling memahami.”
Saka tertawa kecil. “Tapi udah makin jago. Lihat aja, kamu sekarang gak marah-marah lagi kalo aku naruh handuk sembarangan.”
Angel mendelik sambil tersenyum. “Karena sekarang aku taruh handuk kamu di lantai juga.”
Mereka tertawa bersama. Tawa yang ringan, tapi penuh makna.
---
Saat malam perayaan itu tiba, rumah Angel dan Saka dipenuhi lampu gantung kecil dan lilin aromaterapi yang memberi kesan hangat dan intim. Damian datang membawa Arsha dan Aidan yang terlihat rapi dengan kemeja kecil dan sepatu sneakers putih. Arumi tampil menawan dalam gaun panjang berwarna biru pastel, meski sedang hamil besar, ia tetap memancarkan aura tenang dan bahagia.
Angel memeluk sahabatnya erat. “Rum, kamu cantik banget. Beneran deh, kayak mama glowing dari drama Korea.”
Arumi terkikik. “Mungkin karena aku udah pasrah sama semua kerepotan, jadi mukanya damai.”
Damian dan Saka bersalaman lalu tertawa kecil, berbincang tentang hal-hal ringan seperti pekerjaan dan anak-anak. Acara makan malam pun berlangsung santai dan penuh tawa. Anak-anak duduk di pojok ruang dengan meja dan mainan sendiri, memberi ruang bagi para orang tua untuk menikmati obrolan.
Setelah makan, Saka berdiri dan memegang gelasnya, lalu memberi sedikit sambutan singkat.
“Gue dan Angel cuma pengen bilang terima kasih buat kehadiran kalian. Tahun pertama ini enggak gampang, tapi juga gak sepi. Karena ada kalian.”
Angel melanjutkan, menggenggam tangan Saka. “Buat kami, pernikahan bukan tujuan akhir. Tapi rumah yang terus dibangun. Terima kasih udah jadi bagian dari pondasi rumah kami.”
Suasana jadi haru. Arumi bahkan meneteskan air mata.
“Kamu nangis?” bisik Damian sambil menyodorkan tisu.
“Bukan karena sedih… tapi karena aku ngerasa ikut tumbuh bareng mereka,” jawab Arumi pelan.
---
Setelah tamu pulang dan anak-anak tertidur, Angel dan Saka duduk di balkon rumah mereka, menatap langit malam yang bertabur bintang. Saka menggenggam tangan Angel, membelai punggungnya dengan ibu jari.
“Kamu pernah takut nikah sama aku?” tanya Saka tiba-tiba.
Angel menoleh. “Dulu, iya. Aku takut kamu gak tahan sama sifat aku yang kadang keras. Tapi ternyata kamu lebih keras kepala karena gak pernah nyerah.”
Saka tersenyum kecil. “Aku juga takut. Takut gak cukup buat kamu. Tapi ternyata, cukup itu bukan soal sempurna. Tapi soal hadir.”
Mereka saling menatap, dan dalam diam mereka tahu: mereka sudah sejauh ini bukan karena tanpa luka, tapi justru karena mereka memilih untuk tetap saling menggenggam meski terluka.
---
Beberapa hari kemudian, Arumi mengalami kontraksi ringan. Damian langsung siaga, membawa semua perlengkapan ke mobil meski Arumi bilang belum waktunya.
“Mas, ini belum terlalu sakit. Kayaknya Braxton Hicks doang.”
Damian tetap bersikeras. “Lebih baik siap dari awal. Anak ketiga bisa datang lebih cepat, kata bidan.”
Angel langsung datang ke rumah untuk membantu menjaga anak-anak. Ia datang bersama Saka, dan membawa makanan buatan sendiri.
“Aku bikin sup ayam ginseng. Katanya bagus buat ibu hamil,” ucap Angel sambil membantu Arumi rebahan.
“Mak, kamu tuh kayak malaikat,” kata Arumi terharu.
Damian pun sempat menitipkan Arsha dan Aidan di rumah Angel saat Arumi benar-benar masuk masa persalinan. Di rumah sakit, prosesnya lebih cepat dari sebelumnya. Damian terus berada di sisi Arumi, menggenggam tangannya dan menyemangati.
Dan saat suara tangis bayi perempuan itu terdengar, mereka menangis lagi. Tangis bahagia. Tangis syukur.
---
Beberapa minggu kemudian, keluarga besar itu kembali berkumpul. Angel dan Saka membawa Amara untuk melihat bayi baru Arumi dan Damian yang diberi nama Aluna.
“Nama yang cantik,” ucap Angel sambil menggendong bayi itu.
“Artinya cahaya bulan. Soalnya dia lahir malam purnama,” jelas Arumi.
Amara menatap bayi itu dengan tatapan penasaran. “Dia kecil banget… kayak boneka.”
Arsha menjawab dengan bangga. “Tapi dia adik aku. Jangan dicubit ya!”
Semua tertawa.
Damian duduk di sofa, melihat keluarganya lengkap, sahabat-sahabatnya hadir, dan rumah terasa penuh kehidupan.
“Gue gak pernah nyangka hidup gue bisa kayak gini,” gumamnya ke Saka.
Saka tersenyum. “Gue juga. Tapi ternyata, cinta yang tumbuh dari luka bisa jadi pondasi yang paling kokoh.”
Damian mengangguk. “Dan yang paling indah.”
---
Malam itu, saat semua kembali ke rumah masing-masing, Angel dan Saka berbaring di ranjang mereka. Angel memandangi langit-langit sambil berkata pelan,
“Menurut kamu, kita akan tetap gini gak, sepuluh tahun dari sekarang?”
Saka menoleh, menggenggam tangannya. “Kalau kita terus saling pilih, iya.”
Angel mengangguk pelan. “Aku akan terus milih kamu, setiap hari. Bahkan di hari yang paling nyebelin.”
Saka mencium keningnya. “Dan aku akan tetap di sini. Jadi rumah kamu, tempat kamu bisa pulang, kapan pun, dalam kondisi apa pun.”
Dan malam itu, dua hati yang pernah hancur… kini berdetak dalam irama yang sama.
Cinta mereka, seperti rumah yang dibangun dari reruntuhan masa lalu, kini berdiri kokoh, hangat, dan penuh cahaya.
To be continued…
...****************...
Gaskeunnn yokkk baca terus 🤍