Sebuah novel romansa fantasi, tentang seorang gadis dari golongan rakyat biasa yang memiliki kemampuan suci, setelahnya menjadi seorang Saintes dan menjadi Ratu Kekaisaran.
Novel itu sangat terkenal karena sifat licik dan tangguhnya sang protagonis menghadapi lawan-lawannya. Namun, siapa sangka, Alice, seorang aktris papan atas di dunia modern, meninggal dunia setelah kecelakaan yang menimpanya.
Dan kini Alice hidup kembali dalam dunia novel. Dia bernama Alice di sana dan menjadi sandera sebagai tawanan perang. Dia adalah pemeran sampingan yang akan dibunuh oleh sang protagonis.
Gila saja, ceritanya sudah ditentukan, dan kini Alice harus menentang takdirnya. Daripada jadi selir raja dan berakhir mati mengenaskan, lebih baik dia menggoda sang duke yang lebih kejam dari singa gurun itu. Akankah nasibnya berubah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Melahirkan dan Teman
Sambutan meriah diberikan warga Corvin. Bendera-bendera berkibar di sepanjang jalan utama, kelopak bunga melayang di udara, dan aroma manisan khas Corvin memenuhi setiap sudut kota. Sebuah pesta rakyat diadakan untuk menyambut calon penerus dari Duke Corvin, dengan musik, tarian, dan suara tawa yang tiada henti sejak pagi hingga malam menjelang.
Beberapa bulan akhirnya berlalu, kini waktu persalinan Alice kian dekat. Sejenis acara panen raya diadakan di usia kandungan besar Alice, dia masih menyempatkan untuk datang.
Saat matahari mulai condong ke barat, di tengah alun-alun besar tempat semua warga berkumpul, Alice yang semula duduk manis di atas panggung utama tiba-tiba memegangi perutnya.
"Aduh... Lucian...," lirih Alice, wajahnya berkerut menahan rasa aneh yang tiba-tiba menyerang.
Lucian yang tadinya sibuk menyapa warga, langsung menoleh. Tatapannya membesar seperti orang yang baru mendengar ledakan.
"Istriku... kamu kenapa?!" Lucian panik, suaranya naik satu oktaf.
Alice menggenggam lengan suaminya kuat-kuat. "Sepertinya... sepertinya... air ketuban saya pecah!"
Seketika itu juga, semua orang di alun-alun membeku. Musik berhenti. Para penabuh drum menghentikan tangan mereka di udara, bahkan burung-burung pun serasa ikut terdiam.
"A—APAA? SEKARANG?!" teriak Lucian sambil setengah mengangkat Alice dari duduknya.
"Ya sekarang, sayang!" desis Alice, setengah menangis, setengah tertawa karena melihat ekspresi suaminya yang pucat pasi seperti hantu.
Para pelayan berlarian, beberapa warga menjerit kecil, sementara dokter yang sudah bersiap dari jauh langsung menghambur ke arah panggung.
"Kereta! Bawa kereta!" teriak salah satu pelayan.
"TIDAK! Ini terlalu lama! Saya gendong saja!" seru Lucian penuh heroik.
Tanpa berpikir panjang, Lucian menggendong Alice dalam gendongan pengantin. Alice menepuk-nepuk bahunya, separuh geli, separuh kesal.
"Anda seperti hendak ikut lomba lari gendong karung!" rutuk Alice dengan napas memburu.
Lucian berlari sekencang-kencangnya menuju kastel, diiringi teriakan warga yang memberi semangat.
"Ayo, Tuan Duke! Semangat, Tuan Duke!"
"Bawa Nyonya kita dengan selamat!"
Sesampainya di kastel, para bidan dan dokter sudah menyiapkan ruangan. Lucian hampir saja menerobos masuk ke ruang bersalin sebelum para pelayan menahannya.
"Tuan Duke, mohon tenang! Kami akan mengurusnya!" seru salah satu bidan sambil mendorong Lucian yang setengah gila panik itu keluar ruangan.
Lucian mondar-mandir seperti anak ayam kehilangan induk di depan pintu. Rambutnya acak-acakan, wajahnya tegang seperti akan ikut melahirkan.
"Aku tidak kuat... aku mau masuk!" keluh Lucian, namun Alexa yang entah datang dari mana, langsung menahan bahunya.
"Diam kau! Yang melahirkan Alice, bukan kau!" hardik Alexa sambil menyodorkan secangkir teh pada temannya itu.
Di dalam ruangan, Alice mengerang sambil tertawa-tawa kecil.
"Lucian... aku... ingin... memakanmu!" katanya parau, tapi semua orang tahu, itu tanda bahwa segalanya berjalan baik-baik saja.
Beberapa jam kemudian, suara tangisan bayi akhirnya memenuhi udara. Seorang bayi kecil dengan pipi merah merona dan rambut ikal tipis di kepala mungilnya, menjerit keras seolah ingin mengumumkan ke seluruh dunia kehadirannya.
Saat Lucian akhirnya diizinkan masuk, dia berlari masuk, tersandung karpet, lalu hampir jatuh berlutut di hadapan ranjang Alice.
"Istriku! Anak kita...! Dia... dia... sempurna!" Lucian menangis, tak peduli betapa lucunya ia terlihat dengan air mata dan ingus bercampur di wajahnya.
Alice, sambil tersenyum lemah, mengulurkan bayinya ke arah Lucian. "Ini... penerus kecilmu."
Lucian dengan tangan gemetar menerima bayinya, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi seperti pahlawan dalam kisah epik.
"WARGA CORVIN! DENGARKANLAH! PUTRA KAMI TELAH LAHIR!"
Dari luar, terdengar suara riuh rendah, lalu dentuman kembang api menyalak di langit. Meskipun sudah malam, para warga tetap bersorak-sorai, merayakan kelahiran pewaris baru dengan hati penuh kebahagiaan.
Sedangkan Alexa hanya tepuk jidat, tadi dirinya masih berada di luar menara sihir. Namun tiba-tiba Eleanor menggebrak meja dan mengatakan bila Alice akan melahirkan.
Tanpa pikir panjang Eleanor mengeluarkan sihir teleportasi dan mengirim Alexa ke sana, jujur saja Alexa terkejut. Namun yang lebih heran, Lucian Corvin justru nampak panik bahkan tak sadar dengan kedatangannya.
Setelah mendengar ucapan Lucian, Alexa masuk ke dalam kamar Alice. Tampak mata Alice membulat, senyum tergambar di bibirnya.
“Duchess Zisilus, senang bertemu dengan Anda. Kapan Anda sampai? Maaf kami tidak memberikan sambutan yang layak,” ucap Alice. Alexa tersenyum dan duduk di samping Alice.
“Sepertinya suami Anda sangat panik tadi, sampai tidak menyadari kedatangan saya,” ucap Alexa. Alice menatap suaminya yang tampak tersenyum kaku.
“Maafkan saya, Duchess. Saya sungguh panik,” Lucian menunduk hormat. Alexa mengangguk paham.
“Itu pertanda bila Anda adalah pria yang baik,” ucap Alexa. Dia melihat bayi yang kini di pelukan Alice.
“Dia manis sekali, kalian sudah bertahan dengan sangat baik. Kakak saya menitipkan ini untuk Anda.” Sebuah surat diberikan Alexa, sebuah lubang dimensi terbuka di balik punggung Alexa.
“Haa, dasar Kakakku ini. Dia mengirimku dan memanggilku tanpa aba-aba. Saya pamit, Duchess.” Alexa bangkit dari duduknya dan masuk ke dalam lorong dimensi itu dan menghilang.
“Lucian, apa itu?” Kagum Alice, dia tak pernah melihat hal seperti itu di dunia ini, maupun di dunia modern.
“Itu adalah lubang teleportasi, sihir tingkat tinggi. Lubang teleportasi hanya bisa dibuka oleh pemimpin menara sihir dan istri beliau,” jelas Lucian. Alice tertegun.
“Saya tidak menyangka, ternyata banyak hal yang tidak saya ketahui.” Alice merasa kecil, dia dulu merasa bila dia sudah mengetahui banyak hal, namun nyatanya, ilmu dan kemampuannya sangat terbatas.
Alice menatap surat yang katanya dari kakak Duchess Zisilus, yang berarti adalah Duchess Astria atau istri dari sang pemimpin menara sihir.
Isi surat Eleanor:
>Halo Alice,
Senang bertemu denganmu, aku tak menyangka kita akan kembali bertemu di sini. Mungkin ini mukjizat atau memang kita ditakdirkan menjadi sahabat.
Sahabatku,
Apa Anda melupakan saya? Atau masihkah Anda mengingat saya?
Jalanan kota Jakarta, apa kamu mengingatnya saat kita makan bekas orang lain? Apa Anda ingat?
Alice, bila Anda tidak mengingatnya Anda dapat menemui saya. Saya senang bila Anda memang sudah mengingatnya, saya baik-baik saja setelah Anda meninggalkan saya. Sungguh.
Salam sayang,
Eleanor
.
.
Seketika mata Alice memanas. Alice adalah seorang anak yatim piatu dan temannya hanya ada Eleanor.
Namun, saat usia mereka menginjak 5 tahun, Eleanor diadopsi oleh seorang orang kaya dan akhirnya berhasil. Namun saat dia kembali mencari Eleanor, ternyata Eleanor telah tiada.
“Hiks… hiks… hiks… El…” Tangis Alice pecah, dia bersandar di dada suaminya yang saat ini tertegun melihat sang istri menangis tersedu-sedu.
Lucian mengusap punggung istrinya, berharap istrinya tenang. Lucian menatap sendu mata sang istri yang masih tergenang air mata. Namun momen itu pecah saat putra mereka terbangun dan menangis.
...Kata-kata hari ini:...
...Meski dunia memisahkan dua gadis kecil, takdir menyulam pertemuan baru. Karena persahabatan sejati selalu tahu jalan pulang....