Sebuah Cinta mampu merubah segalanya.Begitulah kiranya yang akan dirasakan Mars dalam memperjuangkan cinta sejatinya.
gaya hidup Hura Hura dan foya foya berlahan mulai ia tinggalkan, begitu juga dengan persahabatan yang ia jalin sejak lama harus mulai ia korbankan.
lalu bisakah Mars memperjuangkan cinta yang berbeda kasta, sedangkan orang tuanya tidak merestuinya.
Halangan dan hambatan menjadi sebuah tongkat membuatnya berdiri tegak dalam memperjuangkan sebuah cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 15
Sejak kejadian itu Amar tidak pernah menyapa Rebbeca karena mengira jika cintanya bertepuk sebelah tangan. Terlebih pria yang yang sudah menjalin hubungan dengan Rebbeca adalah pria yang menimbulkan masalah di hidupnya.
Rebbeca sebenarnya mencari alasan saja untuk bisa pulang ke Indonesia karena ia ingin sekali menjelaskan jika ia mencintai Amar, tidak perduli Amar menerima atau tidak yang jelas Rebecca ingin Amar mengetahui perasaan yang sebenarnya. Namun melihat perubahan sikap Amar membuat Rebbeca mengurungkan niatnya untuk jujur pada Amar.
Akhirnya Rebbeca memutuskan untuk kembali ke Paris, untuk kali ini ia akan lama. Orang tuanya pasti tidak akan mengijinkan Rebbeca untuk kembali lagi ke Indonesia sebelum kuliahnya selesai. Rebbeca hanya mengirimkan sebuah pesan pada Amara jika ia sudah berangkat ke bandara pagi ini. Ia meminta maaf karena tidak sempat berpamitan karena terlalu pagi ia berangkat sehingga tidak enak hati untuk berkunjung, walaupun alasan utamanya Rebbeca tidak sanggup bertemu dengan Amar, karena Amar mengacuhkan dirinya.
Melihat pesan itu Amara terkejut dan merasa bersalah karena selama di Indonesia ia tidak bisa menemani Rebbeca karena ia sibuk kuliah dan membantu ibunya sepulang dari kampus.
Untuk menebus kesalahannya ia berlari merapikan wajahnya dan berganti pakaian. Melihat hal itu Amar pun bertanya akan kemana Amara pagi pagi sekali karena hari ini adalah hari Minggu. Amara pun menceritakan jika Rebbeca akan kembali ke Paris pagi, dan mungkin akan sangat lagi waktu yang di butuhkan untuk bertemu kembali.
Amar pun bersedia mengantar dengan motornya agar lebih cepat sampai. Tanpa banyak pergerakan lagi keduanya segera ke Bandara setelah meminta ijin pada kedua orang tuanya.
Sampai di bandara Amara mencoba menghubungi Rebbeca dan menanyakan apakah dirinya sudah terbang. Dan ternyata Rebbeca melambaikan tangan karena melihat keberadaan Amara dan Amar di Bandara. Amar tidak dapat menyembunyikan kekecewaannya terhadap Rebbeca kali ini, karena Mars ada di sana bersama dengan Rebbeca.
Pagi ini Rebbeca diantar oleh Mars, karena Mars menawarkan diri untuk mengantar keberangkatan Rebbeca ke Paris ketika berkunjung kemarin. Sama halnya dengan Amar, Mars pun juga terlihat menahan amarah ketika melihat wajah Amar ada diantara mereka, bahkan tangannya sudah terkepal ingin memukul wajah Amar. Beruntung Mars masih bisa menahan diri karena ia Sadang di keramaian.
Setelah berpelukan Amara pun hendak berpamitan karena merasa tidak enak jika menganggu Mars dan Rebbeca. Amara mengira jika Mars adalah kekasih Rebbeca, sehingga Amara pun juga ingin menjaga perasaan Amar, karena Amara tahu jika saudara kembarnya menaruh hati pada Rebbeca.
Tluiling..... tluling
Sebuah dering ponsel berbunyi dari jaket Amar, dan ia pun mulai menjawab panggilan itu, sebelum bersalaman dengan Rebbeca, karena Rebbeca sedang berpelukan dengan Amara.
"Iya..Bu.." jawab Amar
"Appaaa???" ucap Amar keras karena seperti kaget.
"Baik aku segera menyusul. Ibu tenang dulu. Ayah di rumah sakit mana?" tanya Amar sampai pada akhirnya ia menutup teleponnya.
Semua mata sedang tertuju pada Amar, terlebih Amara menjadi cemas ketika mendengar Ayahnya di rumah sakit, ia segera mendekat pada Amar.
"Kenapa dengan Ayah??" tanya Amara cemas, dan Rebbeca pun juga ikut penasaran, hanya Mars saja yang masih merasa acuh tak acuh.
"Ayah kecelakaan, sekarang Ibu di kantor polisi untuk mengurus penabraknya yang kabur." jawab Amar juga sedikit panik namun mencoba untuk tenang agar Amara tidak ikut panik.
"Sekarang kamu ke rumah sakit Central Medika, di ruang ICU. Aku akan menyusul Ibu untuk mengurusi semua. Ingat hati hati dan jangan panik, semua akan baik baik saja." ucap Amar dengan mengelus lengan Amara, dan Mars masih tenang seakan tidak perduli.
"Biarkan Mars mengantar Amara." ucap Rebbeca membuat Amar sedikit emosi mendengar penawaran dari Rebbeca.
"Mana mungkin aku menyerahkan adikku pada Pria brengsek ini. Cepatlah berangkat dan jaga Ayah." jawab Amar menyuruh Amara segera berangkat.
"Amar... Amara perlu teman dan aku tidak bisa menemani. Ayah pasti akan sangat marah jika tahu aku mengundur keberangkatan. Jadi biarkan Mars mengantar Amara agar selamat dan lebih cepat. Bagaimana pun Ayahmu harus segera di tunggu, aku takut terjadi sesuatu pada Amara di jalan." Pinta Rebbeca.
"Kamu pastikan jika kekasihmu tidak dalam kondisi mabuk. Aku tidak mau terjadi sesuatu pada adik ku." jawab Amar kemudian berlalu karena ia harus segera pergi.
Mendengar perdebatan antara Rebbeca dan Amar membuat Mars terkejut. Bagaimana tidak terkejut, Amar yang selama ini ia sangka kekasih Amara ternyata adalah kakak kandungnya, dan ia sudah mempersulit keluarga Amara. Terlihat jelas sebuah ke khawatiran di wajah Mars melihat Amara saat ini, keluarga Amara sedang tidak baik baik saja.
"Adik...... Kakak....." gumam Mars pelan seakan mencerna ucapan Amar.
Rebecca pun menepuk lengan Mars agar sadar, karena Mars justru melamun dan seakan seperti orang kebingungan.
"Bisakan antar Amara??" tanya Rebbeca.
"Tidak perlu Rebbeca, biarkan dia menunggumu disini. Aku akan baik baik saja." ucap Amara kemudian memeluk Rebecca dan berlalu pergi dengan sedikit berlalu.
"Amara...." panggil Mars.
"Aku antar.!!" ucap Mars berlari mendekat pada Amara.
"Tidak perlu." jawab Amara masih terus berlari.
"Kamu harus cepat sampai, ayahmu butuh pendamping segera Amara." jelas Mars dan akhirnya Amara pun pasrah dan ikut naik mobil baru Mars.
Selama perjalanan Amara melamun, dan terlihat sekali jika dirinya sedang cemas, sesekali ia menggigit kukunya sendiri dan air matanya tidak bisa ia sembunyikan lagi.
"Semua akan baik baik saja." Mars mencoba menenangkan dengan menggenggam jemari Amara, dan Amara menoleh pada Mars namun berlahan ia mengalihkan tangan nya.
Sedih, menyesal, dan takut kini terlihat di wajah Mars, semua emosi, amarah, panas, sesak di dada kini mulai mereda dan berlahan pudar hilang setelah ia mengetahui jika Amar dan Amara bersaudara.
Sampai di rumah sakit Amara segera berlari keruang ICU, beruntung Amara datang tepat waktu karena kondisi ayah Amara memerlukan operasi. Pihak rumah sakit meminta Amara menyelesaikan biaya administrasi agar Ayah Amara bisa di operasi segera. Amara hanya terdiam dan menangis karena saat ini ia sama sekali tidak membawa uang untuk membayar administrasi.
Mars meminta pihak rumah sakit untuk segera melakukan operasi karena ia akan membayar sekarang juga. Amara hanya bisa menangis dan panik ketika mengetahui ayahnya di operasi, ia hanya bisa bersandar di tembok dekat pintu ruang operasi, karena pintu tersebut sudah di tutup menandakan operasi sudah di mulai.
Setelah menyelesaikan pembayaran Mars mendekati Amara yang sedang menangis. Amara pun menyandarkan kepalanya di dada Mars, seakan memberitahukan jika dirinya sangat tidak berdaya saat ini.
Bersambung.....