Achassia Alora adalah gadis misterius yang selalu menutupi identitasnya. Bahkan hampir semua orang di sekolahnya belum pernah melihat wajahnya kecuali beberapa guru dan kedua sahabatnya. Gadis yang di anggap miskin sebenarnya adalah cucu dari keluarga kaya raya yang terbuang. Begitu banyak rahasia yang ia sembunyikan, bahkan dari ibunya sendiri.
Setelah bertahun-tahun ia hidup tenang bersama ibunya, sang Kakek kembali datang dalam kehidupan mereka dan memburunya untuk kepentingan bisnisnya. Tentu saja Achassia selalu menghindar dengan cara apapun agar tidak tertangkap oleh Kakeknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AzaleaHazel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31
Kainoa dan teman-temannya saat ini berada di warung Bik Inah, mereka pergi setelah semua gadis itu lebih dulu meninggalkan sekolah. Para cowok itu masih merangkai semua kemungkinan dari kejadian tadi.
"Jangan-jangan karena itu Anya marah sama kita." Kata Chaziel membuka suara.
"Udah ketebak sih." Sahut Bumi.
"Tapi Acha keren banget Cok. Apalagi pas ngeluarin pisau lipatnya." Ucap Gavin mengingat kejadian tadi.
Chaziel mengaduk-aduk es tehnya. "Nggak kebayang sih gimana malesnya Acha sama Alin." Ucapnya seolah mengerti apa yang Acha rasakan.
Gavin mengerutkan aslinya. "Emang kenapa?" Tanyanya bingung.
"Ya bayangin aja, cewek yang nggak pernah interaksi sama siapapun kecuali dua temennya, tiba-tiba sekarang harus ada interaksi sama beberapa orang, termasuk kita." Jelas Chaziel panjang lebar.
"Singkatnya, zona nyaman yang udah lama dia bangun, sekarang perlahan hancur." lanjut Chaziel membuat Gavin mengangguk setuju.
"Iya juga ya." Balas Gavin, jika ia di posisi Acha juga akan merasa seperti itu.
"Kai, bilangin sana sama si Alin, biar nggak gangguin Acha." Lanjut Gavin melirik Kainoa.
"Jangan memperburuk keadaan. Kesannya, Noa malah belain Acha." Ucap Bumi, ia bisa menebak bagaimana sifat Alin.
"Nanti si Alin malah makin parah gangguin Acha." Lanjut Bumi.
"Lo kalau nggak ada niat serius mending jauhin Acha deh." Ucap Chaziel merasa kasihan pada Acha.
"Salah ya gue mau temenan sama dia?" Tanya Noa membuat mereka bungkam beberapa detik.
"Ya bukan salah Lo sih, emang Alin aja yang kurang kerjaan." Ucap Gavin berusaha mencairkan suasana.
Setelah mengenal Achassia, mereka juga ingin berteman dengan gadis itu. Ternyata Acha tidak seburuk rumornya, gadis itu tidak akan melakukan hal buruk jika tidak ada yang mengganggunya lebih dulu, mereka tau karena telah melihatnya sendiri tadi.
...🍃🍃🍃🍃🍃...
Acha tadi minta di turunkan ke warnet dekat kantor Sagara. Anya dan Luna tadi ingin menemani, tapi Acha menyuruh mereka pulang karena ia ingin pergi ke kantor Sagara. Gadis itu juga sudah mengabari Isvara jika malam ini ia akan menginap di rumah Sagara.
Hari ini sangat menyebalkan untuknya, karena itu ia mencari Sagara untuk di ajak jalan-jalan. Sepanjang jalan menuju kantor Sagara, gadis itu menyeret kakinya seperti memiliki beban yang berat. Sampai scurity di depan kantor tidak berani menyapanya karena melihat raut wajah gadis itu yang tampak lesu.
Biasanya para karyawan di kantor Sagara selalu menyapanya, bisa di bilang Acha sudah akrab dengan semua orang di kantor ini. Tapi hari ini tidak ada satupun yang menyapa gadis itu karena melihat wajahnya yang lesu. Saat tiba di ruangan Sagara, ternyata ruangan itu kosong. Sepertinya Sagara sedang meeting. Acha sembarangan menjatuhkan tasnya ke lantai, ia berjalan lesu ke sofa, gadis itu merebahkan tubuhnya di sana dan tidak lama setelah itu ia pun tertidur.
Sagara kembali ke ruangannya satu jam kemuduan. Ia bersama sekretarisnya baru saja masuk ke dalam ruangannya. Mereka masih membahas tentang meeting tadi, karena itu mereka belum menyadari keberadaan Achassia. Sampai kaki Sagara menyenggol sesuatu, pria itu melihat ke lantai. Sebuah tas? Batinnya dalam hati, setelah itu ia memperhatikan ruangannya.
"Kapan anak ini datang." Ucap Sagara heran, ia mengambil tas Acha yang tergeletak di lantai dan meletakkannya di meja.
"Sepertinya, Nona Cia sangat kelelahan." Ucap Hessa, pria itu sudah 5 tahun menjadi asisten Sagara.
"Apa jadwal setelah ini?" Tanya Sagara pada Hessa.
Hessa membuka tabletnya. "Masih ada 2 meeting lagi pak." Ucapnya memberitahu.
"Batalkan saja, sepertinya suasana hati putri saya sedang buruk." Suruh Sagara, ia sudah sangat hafal bagaimana sifat dan tingkah gadis itu.
Hessa mengangguk setuju. "Saya rasa juga begitu. Ya sudah, nanti biar saya atur ulang jadwalnya." Ucapnya, biar bagaimanapun dia adalah karyawan Sagara yang paling lama mengenal Acha.
"Terimakasih." Ucap Sagara.
Hessa mengangguk. "Saya permisi." Pamitnya.
Setelah Hessa pergi dari ruangannya, Sagara melangkah mendekati Acha yang tertidur di sofa. Pria itu menghela nafas seraya mengelus rambut gadis itu.
"Kali ini kenapa lagi?" Tanyanya entah pada siapa.
Biasanya gadis ini mudah sekali bangun saat merasakan pergerakan di sekitarnya, tapi sekarang? Bahkan saat ia mengelus rambutnya, gadis ini sama sekali tidak terbangun. Sagara membiarkan Acha tidur, ia kembali ke mejanya untuk menyelesaikan pekerjaannya yang masih tersisa.
Achassia terbangun saat hari sudah sore, ia melirik kearah meja Sagara, ternyata pria itu sudah kembali tapi tidak membangunkannya. Ia mendengus dan melangkah mendekati Sagara.
"Kenapa?" Tanya Sagara saat gadis itu duduk di depannya.
Acha mendengus. "Om kok nggak bangunin aku sih?" Tanyanya.
"Kamu tidurnya nyenyak banget." Balas Sagara.
"Udah selesai kerjanya?" Tanya Acha membuat Sagara mengangguk.
"Ayo pulang." Ajak gadis itu membuat Sagara mengerutkan keningnya.
"Pulang kemana?" Tanya Sagara.
Tentu saja Sagara bingung, pulang kemana yang di maksud oleh gadis ini. Pulang ke rumahnya atau pulang ke rumah Isvara. Sagara tidak bisa asal bicara karena suasana hati Acha sedang buruk, bisa-bisa ia kena marah oleh gadis ini.
"Ya ke rumah lah, masa ke hutan." Jawab Acha kesal.
Sagara memejamkan matanya berusaha sabar. "Udah izin Mama?" Tanyanya lembut, membuat gadis itu mengangguk.
"Yaudah, ayo pulang." Ucap Sagara.
Pria itu mengambil tasnya dan juga tas Acha untuk ia bawa. Mereka berdua keluar dari ruangan Sagara, sepanjang jalan gadis itu hanya memasang wajah cemberut sampai tidak ada yang berani menyapanya.
Saat di lobby, mereka bertemu dengan Hessa. Hessa bertanya pada Sagara lewat isyarat, ada apa dengan Acha, Sagara hanya menggeleng tidak tau.
"Nona Cia, sudah mau pulang?" Tanya Hessa pada Acha.
Acha mengangguk. "Cia pulang dulu ya, Uncle." Pamitnya pada Hessa, setelah itu ia berjalan lebih dulu ke mobil Sagara yang sudah terparkir di depan.
Sagara menggelengkan kepalanya pada Hessa, tanda tidak tau apa yang terjadi pada gadis itu. Hanya Hessa satu-satunya karyawan yang paling mengenal Acha, karena pria itu sering datang ke rumah Sagara.
Setelah menyerahkan semua pekerjaannya pada Hessa, Sagara menyusul Acha ke mobil. Tidak lama setelah itu ia langsung meninggalkan kantor untuk pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Acha langsung naik ke kamarnya. Sagara hanya bisa menghela nafas, untuk apa gadis itu menjemputnya di kantor jika ujung-ujungnya mengabaikannya seperti ini. Pria itu mendudukkan dirinya di sofa dan memejamkan matanya. Hampir 10 menit gadis itu kembali lagi ke bawah. Sagara membuka matanya, ia melihat Acha yang sudah ada di depannya.
"Kamu kenapa?" Tanya Sagara lembut. Untungnya ini bukan pertama kalinya ia menghadapi sifat Acha yang seperti ini.
"Mau jalan-jalan." Jawab Acha.
"Yaudah, ayo." Ucap Sagara bangkit dari duduknya.
Acha menggeleng. "Om ganti baju dulu sana, yang keren tapi." Suruhnya membuat Sagara menghela nafas.
"Yang keren itu kaya gimana?" Tanyanya memelas. Kenapa setiap merasa kesal gadis ini selalu melampiaskannya padanya.
"Pake kaos terus pake jaket, jangan pake kemeja sama jas aja taunya." Ucap Acha memutar bola matanya malas karena Sagara selalu memakai baju kerja.
"Udah cepetan, Cia tunggu." Lanjutnya membuat Sagara hanya pasrah dan langsung pergi ke kamarnya.