Siti tak bisa mencegah sahabatnya berbuat tak senonoh bersama kekasihnya di sebuah pemandian air panas Gunung Keramat.
Kejadian memalukan itu mengundang kemurkaan para penunggu gunung. Masyarakat setempat sejak dulu percaya ada sejenis siluman ular pertapa di tempat itu, yang mana jika menggeliat bangun longsor tercipta, jika membuka mulutnya maka mata air deras membuat banjir bandang melanda desa-desa di bawahnya.
Malam itu Siti yang nekad menyusul temannya ke pemandian air panas mengalami kerasukan. Rohnya ditukar oleh Siluman ular pertapa itu, Roh Siti ada di alam jin, dan tubuh Siti dalam kendali Saraswati Sang Siluman berkelana di alam manusia, berpura-pura menjadi mahasiswi pada umumnya.
Di alam manusia, Saras dikejar-kejar oleh Mekel dan Jordan, wakil presiden BEM dan Presiden BEM itu sendiri. Sedangkan di alam jin, Siti malah membuat seorang Pangeran harimau bernama Bhre Rakha jatuh hati.
Bhre Rakha mau membantu Siti mendapatkan kembali tubuhnya, asal mau menikah dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Lions, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 Hamil Anak Jin
'Byuur byur byur,' Siti mengguyur muntahannya itu menggunakan gayung toilet. Ini menang WC duduk mahasiswa, tapi kadang diguyur pakai pencetan kurang bersih, jadi guyurnya paling efektif pakai gayung dan air di gentong.
Di wastafel mahasiswi, Siti melihat pantulan dirinya sendiri di cermin, ia rapikan kerudung instannya yang berwarna biru itu dengan tatapan sedih. "Gue nggak mungkin hamil, enggak mungkin. Yang kiw kiw di alam jin tuh roh gue, bukan badan ini, badan ini masih segel," gumamnya.
Siti tak mau membuang waktu ujiannya di toilet, ia harus lulus semester ini, gak lulus sama saja bayar UKT (uang kuliah tunggal) dobel. Gadis Jakarta yang baru beberapa minggu berhasil keluar dari alam jin ini pun mencoba membaca kertas soal ujian dengan gemetar, tangannya dingin sekali gara-gara ketakutan.
'Drrr drrrrr drrr,' kertas ujian milik Yuli juga bergetar, bahkan kertas itu hampir basah karena keringat deras mengucur di tangannya.
"Hiks, aku nggak mungkin hamil, aku bisa mati, aku nggak mau hamil sekarang," batin Yuli.
Punggung Yuli dicolek-colek Vano dari belakang, "Beb, kamu nggak papa ? Ini udah setengah jam belum ada 5 soal yang kamu jawab, mau nyontek punyaku ?" tawarnya.
"Aku kurang enak badan hari ini, Beb," jawab Yuli meraih kertas lembar jawaban Vano yang sudah terisi hampir penuh, menyisakan 10 soal pilihan ganda saja yang belum dijawab.
Siti juga sama sekali tidak konsentrasi mengerjakan soal ujian padahal ia telah belajar penuh semalaman. Ia beberapa kali meremas perutnya sendiri. Untungnya saat Yuli hendak mengumpulkan lembar jawabannya ke depan kelas ia sempat menanyai teman sekamarnya dulu via bola kertas.
'Pluk !' bola salju kertas itu Siti buka dan baca, tulisannya "Sit, udah selesai belom ? Mau nyontek nggak ?"
Siti pun menjawab dengan tulisan, "boleh."
Diam-diam Yuli mengulurkan lembar jawabannya kepada Siti lewat teman-temannya yang lain. Siti langsung menyalinnya. Siti adalah mahasiswa yang cerdas, namun ada saat dimana seorang mahasiswa mengalami beban penuh pikiran hingga soal 1 yang mudah saja terasa sulit sekali dikerjakan. Dosen di depan sana tahu semuanya, dan diam saja.
Kuliah tak sama dengan sekolah. Dosen bukan guru yang akan mencoret lembar siswanya saat ketahuan nyontek. Bagi sebagian dosen nilai ujian gak penting, yang terpenting dalam kuliah ada 3 hal, absensi tidak boleh sampai absen 2x per mata kuliah, mahasiswa harus jaga sopan santun dengan dosen, dan mengerjakan semua tugas berat makalah, presentasi dan kegiatan wajib lainnya tepat waktu. Itu saja.
Setelah ujian berakhir pukul 10 pagi, di parkiran sana duduk di atas kap mobil sedan warna silver seorang lelaki tampan yang merana, Mekel. "Dek ! Kang Mas kangen, Mas anterin pulang ya, sekalian kita makan siang bareng di resto gimana ? Kang Mas traktir," katanya mendekati Siti.
"Maaf Mek, gue lagi nggak mood makan, gue nggak enak badan hari ini, rada-rada pusing aja," jawab Siti.
Mekel melihat wajah pucat itu, memang tak secerah biasanya, "Mas anterin ke dokter."
"Halah, minum oskadon udah beres Mek, ntar gue beli sendiri di apotik," jawab Siti sembari menggandeng Yuli melangkah ke arah kosan.
***
Sore ini diam-diam Yuli melangkah pakai daster dan kerudung instan keluar kamar. Situ masih tidur sejak siang hari, ia coba membuka pintu kamar pelaaaan sekali, 'krieeet.'
"Mau kemana lu, Yul ?" tanya Siti menggeliat bangun.
"Eh ! Nggak papa, mau nyari maem, mau nitip ?" jawab Yuli menawarkan.
"Oh, nasi goreng ya, 1," jawab Siti sambil meraih dompetnya di bawah kasur dan menyerahkan lembaran 12 ribu kepada sahabatnya.
"Oke," jawab Yuli mesam-mesem.
Yuli segera keluar kamar dan pakai sendal jepit menapaki jalanan ramai depan kosan. Beberapa ibu-ibu tetangga menyapa, "Mbak Yuli mau kemana ?"
Padahal sapaan itu biasa saja, tapi Yuli yang sensitif merasa diinterogasi, "urusan saya, Buk," jawabnya sewot.
"Iih Mbak Yuli kenapa ya ? Galak banget nggak kayak biasanya," bisik ibu-ibu tetangga bergunjing kemudian.
Yuli merapatkan jaketnya kemudian pergi menuju apotik terdekat, barulah pulangnya ia membeli nasi goreng dan membawanya pulang ke kosan untuk dimakan bersama Siti.
"Nasi gorengnya kayak eneg banget ya, iih ayamnya bau amis gitu huwek," ujar Yuli merasa jiji dengan bau ayam.
"Lu nggak mau ? Biar sini gue aja yang makan tuh ayam suwir lu, lu mau sayur gue nggak ?" jawab Siti menanggapi sambil menciduki jatah ayam Yuli menggunakan sendok.
"Tumben kamu nggak suka sayur, Sit ? Kata kamu rahasia kecantikan itu doyan makan sayur," tanya Yuli heran.
"Gak papa, bosen aja," jawab Siti menyisihkan sayur-sayuran nasi gorengnya untuk Yuli, termasuk timun yang sangat ia sukai, sebagai anak betawi, gak enak makan apapun tanpa lalapan, minimal timun.
Di tengah-tengah acara makan bersama sederhana ini beralaskan lantai, mendadak Siti menyeletuk suatu hal yang tak wajar sama sekali, "kira-kira enak kayaknya ya kalau ayam dimakan mentah gitu, pasti dagingnya tuh manis juicy dan seger rasanya."
Yuli terdiam sesaat saat hendak menelan nasi di mulutnya, 'glek,' setelah menelan dengan rada kasar barulah ia menanggapi, "ada-ada aja kamu, Sit, kayak pemain bantengan kuda lumping aja kamu kepengen makan ayam mentah, iiihhh."
"Ya penasaran aja gimana rasanya, Yul," ujarnya.
"Aku nggak habis, perutku nggak enak rasanya," kata Yuli hendak membungkus kembali nasi goreng itu untuk dibuang.
Tapi Siti mencegahnya, "elu tuh… nasi masih banyak nggak dimakan, sempit rezeki nantinya, buat gue aja sini," ucapnya merebut sisa nasi goreng milik Yuli dan memakannya lahap.
"Bukannya gitu, perutku sumpah nggak enak, badan juga rasanya pegel-pegel, sakit semua, aku istirahat duluan ya, Sit," kata Yuli.
"Iya," jawab Siti sambil terus makan.
***
Malamnya Siti yang diam-diam keluar hendak menuju apotik guna membeli alat tes kehamilan yang bernama tespek. "Mau kemana Sit ?" tanya Yuli bangun hendak belajar untuk ujian besok.
"Mau… mau mau…," jawab Siti bingung, belum nyiapin alasan spesifik.
"Mau mau apa ? Kemana ? Mau beli makan lagi ? Kan tadi sore udah makan," tanya Yuli dengan mata kedip-kedip.
"Enggak, gue nggak mau beli makan, gue mau beli penghapus buat ujian besok," jawab Siti dengan mata melirik ke langit-langit khas orang bohong pada umumnya.
"Bukannya kamu udah punya ?" tanya Yuli mengerutkan keningnya.
"Buat jaga-jaga takutnya dipinjem anak-anak trus ilang, gue harus sedia cadangan," jawab Siti.
"Yaudah, tapi ati-ati ya, jam segini biasanya anjingnya Bapak-Bapak pensiunan polisi di ujung gang sana dilepasin," kata Yuli berpesan.
"Iya," jawab Siti tak mah berlama-lama keburu larut malam.
Di jalan sendirian Siti menapaki aspal yang bergelombang, ia melihat langit malam yang syahdu, dengan awan-awan putih lembut merayap dan rembulan yang bersinar terang di atas sana. Ia teringat lagi dengan Pangeran Rakha, di bawah rembulan juga keduanya pertama kali bercinta, brutal, cepat dan menyakitkan, bahkan remasan Rakha pun tak terasa asyik, semua terasa kasar dan membekas.
"Aaaahh ooh sakiit," jerit Siti waktu itu terngiang-ngiang lagi di ingatan.
Siti bergidik mengusap tengkuknya, bahkan tombol-tombol di dadanya menegang mengingat hal itu, terasa sakit tergesek dalaman khas berwarna hitam berenda-renda mirip saat sedang datang bulan, kemudian ia sadari ada 1 perubahan yang terjadi dengan tubuhnya selama beberapa minggu ini.
"Kenapa BH gue berasa makin sesak ya sekarang ?" gumam Siti meremas miliknya sendiri sambil jalan di balik jaket dan jilbab yang ia gunakan.
Setibanya di apotik yang buka 24 jam paling dekat dengan kampus, seorang apoteker laki-laki Chindo melayani dengan ramah, "ada yang bisa saya bantu, Mbak ?"
Siti gugup bercampur malu menjawab, "emmm maaf Mas, apoteker yang cewek nggak ada ?"
"Oh, yang cewek jaga siang, saya jaga di shift malam, Mbak cari apa ? Atau ada keluhan sakit ?" tanya Mas ramah tadi dengan senyuman tetap tersungging. Biasanya poteker galak cuy, yang ini enggak, baik banget aslinya.
"Emm… ada tespek nggak, Mas ?" tanya Siti dengan suara lirih, sesekali celingukan ke kanan dan kiri.
Apoteker itu tetap tersenyum, ia bersikap biasa saja dan profesional, tidak menghakimi, tidak juga menuduh dan bertanya hal pribadi konsumennya, awww Siti beruntung, "oh ada. Ada berbagai merk, tapi saya sarankan pakai yang ini saja, harganya 2 ribuan aja dan hasil akurat," jawabnya menyodorkan satu lembar.
Siti meraih benda itu dan melihat dengan seksama, "oke, makasih, Mas, ini uangnya," jawabnya menukar dengan lembaran abu-abu bertulis angka 2000.
"Tunggu ! Mbak, kalau bisa belinya jangan cuman 1, minimal beli 3 kalau-kalau hasilnya kurang akurat ntar bisa dicek lagi pakai strip yang lain," kata Mas apotekernya menyodorkan 2 lembar lagi.
"Oh gitu, yaudah," jawab Siti ngikut saja sudah. Ia pun baru kali pertama ini menjajal tespek, gugup banget dan malu.
Siti membayar dua tespek yang diberikan lagi sambil mendengarkan sang apoteker ngoceh, "pakainya diusahakan menggunakan urin pertama di pagi hari ya, hasilnya akan langsung keliatan gak sampai semenit, trus kalau memang benar hamil langkah selanjutnya bisa ke bidan, deket sini ada bidan kok, Dek."
"Iya iya," jawab Siti angguk-angguk saja.
Sebelum Siti berbalik badan pergi apoteker itu sempat bilang begini, "oh ya, tadi sore juga ada mahasiswi seusia Adek yang beli tespek di sini."
Siti langsung terdiam dan mendongakkan kepalanya menatap wajah pria Chindo kurus itu, ia bingung harus berkata apa, tapi akhirnya ada juga kata-kata yang keluar, "miris ya memang."
"Iya, semua masalah pasti nemu solusinya, yang jelas jangan sampai aborsi ya, Dek," kata si apoteker berpesan.
Siti tak sepenuhnya sepakat pesan yang terakhir itu, ia jalan pelan-pelan sambil menendangi tutup botol yang terserak di jalanan, "tergantung, kalau anak manusia sih jangan sampai digugurin, lha kalo nantinya gue beneran hamil dan ini bukan anak manusia gimana ? Masak gue punya anak… jin ? Setengah macan gitu kayak bapaknya ? Trus anak gue nantinya bakal diviralin orang-orang seIndonesia raya, dimasukin ke sirkus keliling dan jadi tontonan, hiks, gue nggak mau hal kayak gitu terjadi. Huft !! Positif thinking dulu lah, mungkin aja gue cuman kecapean dan sakit, gue gak mungkin hamil," gumam Siti memikirkan masalah ini seorang diri.
Di ujung gang menuju kost tiba-tiba seekor anjing warna hitam benar-benar menghadang. Matanya juga hitam dengan kalung rantai di lehernya. "Huk huuuk huukkk ! Gggrrrrhhh… huuuk !" binatang itu menggonggongi Siti dan menggeram.
Siti ketakutan, tak ada jalan lain kalau nggak lewat gang ini, mau muter juga kejauhan. Gadis itu mencari sebuah batu dan melemparkannya ke arah si doggy, 'klatok !' Doggy tetap menggonggongi.
"Haduh gimana nih ? Mana nggak ada orang lewat yang bisa nolongin gue," gumam Siti ketakutan.
Siti mulai melangkah maju mepet-mepet emperan toko, eh Si anjing hitam galak itu tampak mundur menghindar tapi tetap menggonggong. Siti mulai melihat ada sesuatu yang aneh, ia menguji maju mendekati anjing itu.
"Houghh huk huuuk !!" Anjing itu malah mundur.
Barulah Siti sadar, "ooh ternyata ni anjing bukannya mau nyerang gue, tapi dia lagi berusaha mempertahankan diri dari ancaman yang entah apa itu," batinnya.
Siti iseng maju menggertak sambil merentangkan lebar kedua lengannya, "haaaah !!"
"Kaing kaing huk huk huk !!" Anjing itu menghindar sampai terseok-seok nubruk tong sampah milik majikannya.
Siti menyeringai dan tiba-tiba berlari mengejar, "hiaaaaaaakk !!!'
"Kaing kaing kaing kaing," hewan bergigi tajam itu langsung berlari tunggang langgang meloncat gerbang masuk ke pekarangan rumah majikannya sendiri.
Siti tersenyum sambil melanjutkan jalan kaki pulang ke kost dengan riang. Setelah sampai di kamar kost, ia mendapati Yuli menangis sambil telponan. Yuli buru-buru mengusap air matanya melihat kedatangan Siti.
"Kenapa, Yul ? Bertengkar lagi sama si Panu ?" tanya Siti.
"Enggak, gak papa, penghapus kamu mana ?" tanya balik Yuli buru-buru memakai jilbab ke kepalanya sambil nenteng hp yang masih menyala.
"Emmm anu… tokonya udah tutup, elu sendiri mau kemana ?" jawab Siti menyembunyikan tespek yang ia beli di saku jaket.
"Aku keluar sebentar mau telponan sama Bebebku," jawab Yuli ngibrit menuruni tangga kosan dan duduk di kursi kayu panjang milik penjual nasi di area depan kost.
Siti memantau dari balkon atas ke bawah sana. Yuli tampak terus menangis dan marah-marah. Ia terdiam dan berpikir, firasatnya mengatakan… "apa jangan-jangan Yuli juga lagi hamil ?"
***
#Alam jin…
Pagi ini Pangeran Rakha baru pulang setelah beberapa minggu melakukan tugas negara, sebenarnya ia cuman keliling-keliling aja, kebanyakan lama di jalan, nginep berhari-hari di penginapan. Sebenarnya ia bisa saja langsung pulang, tapi males, karena ia mendapat telepati dari Ayahnya bahwa Putri Intan menginap di istana.
"Pangeraaaan !" pekik Putri yang montok dan ceria itu berlari menyambut. Sudah sejak kemarin ia sibuk dandan dan pilih pakaian demi membuat Rakha terpesona padanya.
Rakha menjawab hanya dengan seulas senyum kemudian langsung nyelonong ke meja makan malam. "Baru kali ini menilik nelayan pencari ikan marlin bisa sampai seminggu lamanya, kemudian kau juga seminggu yang lalu alasan pergi mencari harta karun nenek moyang, ada-ada saja kau ini," omel Raja.
"Iya, padahal Putri Intan setiap hari selalu sabar menanti kepulanganmu, ia tak pernah absen setiap malam duduk di teras istana menunggu," ujar Ratu menambahkan.
"Mau bagaimana lagi, Ayah, tugas negara tak bisa dilalaikan begitu saja, oh ya, besok pagi aku juga mau pergi ketemu teman," kata Rakha mencicipi sate di atas meja.
Putri Intan perhatian mencidukkan nasi jagung ke atas piring Rakha, tapi ia tak mendapatkan ucapan terima kasih. "Keluyuran lagi kau ini, ketemu teman yang mana ? Perasaan temanmu hanya 1, Patih Wira saja," jawab Raja.
"Iya, yaitu," jawab Rakha menunduk dan mulai makan dengan tenang.
"Ayah tak izinkan, sebentar lagi hari pernikahanmu, temanilah Putri Intan di istana ini, santai-santailah dan banyak makan ! Semua pekerjaan negara akan aku serahkan ke orang lain sementara waktu," jawab Raja.
"Ayah, aku cuma mau ketemu teman, bukan mau kerja," kata Rakha ngeyel.
"Suruh saja Patih Wira yang ke sini," kata Ratu memberikan solusi.
Rakha tak punya alasan lagi, "baiklah," jawabnya terpaksa, meski ia eneg melihat calon istrinya sendiri.
Putri Intan dari tadi dicuekin, bahkan ia hanya dipandang sekilas, ia sudah susah-susah dandan secantik itu, "Pangeran, lihatlah ini, aku memasang kuku palsu di tanganku, cantik kan ?" bisiknya sambil merentangkan jari-jari kuku tangannya di dekat Rakha.
"Ya," jawab Rakha singkat dan malas.
"Hmmn kenapa Pangeran Rakha ketus begitu ?" batin sang Putri. Putri Intan terdiam lagi hingga acara makan malam berakhir.
Setelah acara makan malam berakhir, sang putri ingin PDKT sedikit agar benih-benih cinta bisa mulai bercokolan. "Pangeran, bagaimana kalau kita minum kopi bersama di bawah rembulan ? Sambil saling bercerita ?" tawarnya.
"Aku sangat lelah, Putri, lain kali saja, aku mau langsung tidur," jawab Rakha tanpa memandang wajah yang sudah dirias sedemikian rupa.
"Aku bisa memberimu pijitan kalau mau, Ayahku membawakan minyak gosok pijat urut (GPU) sebagai bekal menginap ke sini," tawar sang putri mengikuti Rakha hingga ke ujung lorong kamar.
"Aku tak suka dipijat," jawab Rakha singkat.
'Brak,' Rakha menutup pintu tepat di depan wajah Putri Intan. Padahal sang Putri sudah menunggu begitu lama hanya untuk momen ini. Sangat menyakitkan. Tapi Putri Intan sabar, ia memaklumi.
"Mungkin Pangeran Rakha benar-benar kelelahan, yah, mungkin besok aku akan PDKT lagi," gumamnya.
Keesokan paginya Raja dan Ratu sengaja absen sarapan supaya Putri Intan dan Pangeran Rakha bisa berduaan, bahkan mereka menyuruh memindahkan meja sarapan ke taman yang indah di belakang istana.
Rakha masih kaku, ia minum kopi dan hanya makan sedikit tiwul. Putri Intan berusaha mencari topik pembahasan, "Pangeran, kata pelayan kue kesukaanmu jemblem, jadi aku memesan banyak jemblem untuk dihidangkan di acara pernikahan kita, bagaimana menurutmu ?"
"Oke," jawab Rakha singkat sembari memalingkan wajahnya menatap beberapa merpati yang mencari makan.
"Oh aku juga sudah tahu apa warna kesukaanmu lho, kau suka warna merah kan, Pangeran, bagaimana kalau aku memesan pakaian pengantin kita nanti dengan warna merah ?" kata Putri Intan lagi.
"Terserah," jawab Sang Pangeran ketus.
Putri Intan jadi sedih mendengarnya, "Pangeran, apa aku ada salah padamu ? Kenapa kau tidak pernah memandang ke wajahmu saat aku berbicara padamu ?"
"Nggak papa, kau tidak salah apa-apa Putri," jawab Rakha sebelum pergi meninggalkan meja makan kembali ke kamar mengurung diri dalam dekapan selendang Siti.
Putri Intan benar-benar risau, ia bertanya ke dayang-dayang, "kenapa Pangeran Rakha bersikap begitu padaku ? Aku salah apa ? Apa aku berpakaian kurang sopan di sini ?"
"Tidak Putri, penampilanmu sempurna, hanya saja mungkin Pangeran sedang memikirkan banyak persoalan," jawab sang Dayang.
Tetap saja Sang Putri tak puas dengan jawaban itu. Ia harus bagaimana ? Salah apa ? Kenapa begini jadinya ? Sebenarnya apakah sang pangeran benar-benar memilihnya ? Pernikahan sudah di depan mata tetapi sikap Pangeran Rakha begini.
Patih Wira datang tak lama kemudian, sungkem di Padepokan dulu kepada Raja yang juga masih keluarganya. Kemudian ia langsung masuk ke kamar Pangeran Rakha.
"Calon pengantin rebahan mulu," ejek Wira.
"Rada kurang ajar kau ini, tapi gak papa karena kau sahabatku, Patih," ucap Pangeran Rakha bangkit dari posisi tengkurapnya.
Wira duduk di atas kursi kayu dan nyemil beberapa bulir anggur segar di atas meja, "bagaimana kondisi Putri Intan, Pangeran ?"
"Aku tak tahu, Wir, aku sama sekali tidak bisa memikirkan wanita lain kecuali Siti," kata Rakha merana.
"Pangeran akan menikah sebentar lagi, jika Pangeran tetap begini, bukan hanya Pangeran yang akan menderita, Putri Intan, Paduka Raja dan Paduka Ratu pun akan menderita," kata Wira sambil terus makan hingga anggur itu habis.
"Masalahnya, aku kepikiran bagaimana jika Siti hamil anakku, mustikaku dari kemarin kedut-kedut, cahayanya kedip-kedip, baru kali ini aku merasakan hal begini," ujar Rakha memegangi kalung berliontin mirip akik di dadanya.
"Mungkin itu cuma perasaanmu saja, Pangeran, bagaimana kau bisa yakin kalau Siti hamil ? Bukankah waktu itu kau pakai pengaman ? Ya kan ?" ujar Wira memelankan suaranya.
"Tidak, aku tidak pakai, dan aku memang sengaja, aku ingin menghamili Siti, Ayahku memberi jamu pembersih rahim saat itu tapi kubuang," jawab Rakha jujur kacang ijo.
"Aaaaddduuuuhhh !!! Pangeraaaan, andai kau bukan Pangeran sudah kugetok kepalamu pakai gagang keris," ucap Wira gemas dan geram secara bersamaan. Ia guling-guling di lantai kamar berlapis karpet tebal itu.
***
#Alam manusia…
Pagi itu adalah hari kedua ujian. Subuh-subuh Siti dan Yuli pergi mandi, keduanya sama-sama menyembunyikan 3 lembar strip tespek di gayung mandinya, mereka bungkus pakai kresek hitam kecil. Keduanya juga sudah bawa wadah bekas air mineral kemasan gelas yang digunting.
'Tok tok tok,' Siti mengetuk pintu untuk antri. Yuli sudah masuk duluan ke kamar mandi.
"Dek, antri," pekik Siti di luar kamar mandi sambil nahan-nahan pipis.
'Jegrek,' kamar mandi terbuka. "Maaf lama ya, Mbak Sit, silahkan masuk Mbak," kata salah satu adek kost baru keluar.
"Iya," jawab Siti masuk ke dalam, ia mencium aroma shampo yang segar.
"Siti ya ?" ucap Yuli di bilik kamar mandi sebelah.
"Yo'i," jawab Siti mulai melepaskan pakaiannya cepat-cepat kemudian menampung urin di wadah.
Di satu sisi Yuli juga melakukan hal yang sama tanpa Siti ketahui. Keduanya hamil barengan. Sama-sama pregnant by accident (PBA). Tapi keduanya masih sama-sama merahasiakan hal ini.
"Kok elu gak ada suara sih, Yul ? Ngapain aja hayo ?" tanya Siti di bilik sebelah sambil mencelupkan tespek ke urinnya.
"Hehe, gak papa, lagi sabunan aja, kamu juga kok diem ?" jawab Yuli berbohong, padahal ia juga lagi celup-celup tespek di sana.
"Lagi nguncir rambut," jawab Siti.
Setelahnya keduanya terdiam cukup lama memelototi hasil tes urin mereka masing-masing. Awalnya samar, makin lama makin jelas terlihat, dua garis yang muncul. Dunia berasa runtuh saat itu juga, hancur lebur menjadi seonggok tanah tak berbentuk, imipian masa depan yang gemilang, berkarir cemerlang setelah lulus nanti, menikmati masa-masa muda jingkrak-jingkrak lari-lari di taman berbunga dengan tubuh langsing dan enteng pudar. Bayangan emak-emak berdaster batik dengan perut melendung besar sebesar tempurung kura-kura yang muncul.
"TIDAAAAAAAAAKKKKKKK !!!! AAAAAH GUE HAMIIIIIIIL !!!" jerit kedua gadis, sahabat sekamar, sekelas, sekampus dan sejurusan ini sama-sama dalam hati.
******* SELESAI *****
################
Novel berjudul Hamil Anak Jin karya Mama Lions season 1 telah selesai.
Berlanjut di Novel berjudul Hamil Anak Jin 2. TERSEDIA HANYA DI NOVELTO0N.
btw kak apa nanti anaknya berwujud atau gaib ya?
wisss angel2 angel tenan
wahh kasihan siti klo amoe di bunuh yaaa
Siti juga bukannya cari solusi tapi malah mau nambah dosa... ya Tuhan... nggak mikirin nyak babe kayaknya...
cocoklah sama Jordan... sama-sama nggak jelas...
kasihan aja kang mas Mekel...😂😂😂
kek mana yaaaa
alah sittt kabur aja dlu napa ambil tuh emas dr raka hidup mnydrindlu jauh keluarga tau anak udh gede aja gtu dan kmu akan tau klo ank mu membatu mu meyangimu gtu nya sit