dapat orderan make up tunangan malah berujung dapat tunangan.Diandra Putri Katrina ditarik secara paksa untuk menggantikan Cliennya yang pingsan satu jam sebelum acara dimulai untuk bertunangan dengan Fandi Gentala Dierja, lelaki tampan dengan kulit sawo matang, tinggi 180. Fandi dan Diandra juga punya kisah masa lalu yang cukup lucu namun juga menyakitkan loh? yakin nggak penasaran?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gongju-nim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
034. Jebakan Jodoh
Kamu nggak kerja, katanya mau kerja?" Tanya Diandra melihat Fandi yang memencet tombol pada remote mencari film lain lagi.
"Enggak jadi, komandan ngasi libur dadakan." Ujar Fandi, lalu kembali berbaring di atas paha Diandra.
"Terus nggak tidur? Nggak ngantuk memang? Kamu semalaman nggak tidur loh?" Ujar Diandra, tangannya tak lagi mengelus rambut Fandi karena merasa pegal.
Fandi menatap Diandra, mencoba menelisik isi pikiran wanita itu. Bagaimana caranya Fandi tidur jika ada Diandra di sampingnya seperti ini. Apakah Diandra masih belum mengerti situasi, berduaan di dalam kamar dengan suasana temaram sangat mendukung kemaksiatan jika saja Fandi tak bisa menahan diri. Fandi melempar remote asal lalu tanpa aba-aba menyerang bibir Diandra.
Diandra yang kaget tak bisa menghindar sama sekali. Matanya melotot, tubuhnya terasa kaku. Fandi hanya mengecup bibirnya. Merasa tak ada perlawanan, Fandi mulai menggerakkan bibirnya menghisap bibir bawah Diandra yang terasa manis. Tangan kirinya menahan tengkuk Diandra. Diandra yang mulai terbawa suasana mulai membalas ciuman Fandi. Lumatan demi lumatan terus keduanya lakukan, bahkan kini Fandi sudah berada di atasnya, Diandra tidak sadar kapan posisi mereka sudah berbaring seperti ini. Fandi menahan tubuhnya dengan siku, agar tidak terlalu menghimpit Diandra. Tangan Diandra melingkari leher Fandi.
Diandra dapat merasakan sesuatu mulai mengeras dan menekan paha kanannya dibawah sana, Diandra tahu apa itu. Tangan Fandi mulai menjalar kedepan, meremas sesuatu dari luar baju Diandra. Benda kenyal yang terasa sangat lembut, bahkan saat terhalang baju dan bra. Diandra hanya bisa pasrah, kesadaran perlahan terenggut. Perlahan kenikmatan yang tak pernah dirasakan sebelumnya mulai merenggut kesadaran yang tadi masih sisa setengah. Satu desahan tertahan keluar dari bibirnya yang masih beradu dengan bibir Fandi. Fandi yang mendengar itu semakin terbakar, dirinya tahu ini salah tapi untuk mengakhiri Fandi tidak bisa.
Ciuman Fandi turun kebawah, menuju leher Diandra lalu naik menuju ke telinga wanita itu. Fandi memberikan lumatan yang semakin membuat Diandra panas dingin, Diandra mengigit bibirnya merasakan kenikmatan yang Fandi berikan. Tangannya perlahan meremas rambut Fandi yang masih sibuk membuat beberapa tanda di lehernya yang putih dan mulus. Fandi berhenti untuk membuka kaosnya yang terasa mengganggu. Kotak-kotak pada perut Fandi membuat Diandra terdiam, badan Fandi sangat sempurna bahkan aktor favoritnya saja kalah. Wajah Diandra meremah, pandangannya terus tertuju pada perut Fandi.
"Mau pegang?" Tanya Fandi yang membuat Diandra mengangguk tanpa sadar, Fandi terkekeh sendiri, peletnya memang terletak di dalam kaosnya.
Fandi memegang tangan Diandra dan menuntunnya menuju perut kotak-kotaknya. Diandra membelai pelan perut Fandi yang membuat Fandi mendesah pelan. Diandra yang kaget mendengar itu menghentikan tangannya lalu menatap Fandi yang menengadah. Ketampanan pria itu semakin bertambah berkali-kali lipat. Diandra yang terhipnotis dengan suara berat Fandi kembali mengulangi perbuatannya, bahkan kedua tangannya sudah membelai seluruh badan Fandi tanpa sadar.
"D-diii" Fandi berseru tertahan, ini gila, Diandra gila.
Fandi yang sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi menghentikan tangan Diandra dengan cara mengangkatnya keatas dan menguncinya dengan satu tangan. Bibirnya kembali menjelajahi leher Diandra tanpa ampun, Diandra bahkan kelabakan dengan serangan brutal Fandi.
"Keluarin sayang, jangan di tahan." Fandi berbisik pelan pada telinga Diandra agar wanita itu mengeluarkan desahan merdunya.
Fandi lalu kembali menyerang bagian dada Diandra, remasan lembut bersamaan dengan lumatan pada telinganya membuat Diandra semakin gila. Dirinya ingin meremas rambut Fandi untuk menyalurkan kenikmatannya namun tidak bisa, karena Fandi masih menahan tangannya.
"Ahhhh." Satu desahan keluar dari bibir Diandra, Fandi benar-benar gila. "Bangh." Diandra mengerang tertahan akibat perbuatan Fandi.
Fandi melepaskan tangan Diandra untuk membuka celana jeans-nya yang sangat menggangu sesuatu yang minta di keluarkan dibawah sana. Lalu dengan asal melempar celananya menyisakan bokser pendek, dengan cepat juga melepas baju serta bra Diandra dan melemparkannya asal. Diandra sudah tidak bisa berbuat apa-apa, kesadarannya benar-benar sudah hilang.
Fandi meremas dada Diandra dengan kedua tangannya, sangat pas di tangan besarnya, serta sangat lembut. Diandra semakin menjadi, menggeliat dibawah kukungan Fandi. Keduanya sudah tidak lagi mengingat batasan. Fandi memasukan puncak kecil dada Diandra kedalam mulutnya. Begini rasanya, Fandi sangat menyukai sensasinya. Sangat menggemaskan, pantas saja beberapa rekannya mau membayar mahal untuk hal ini. Diandra semakin menggila, desahannya semakin menggema memenuhi kamar. Fandi memandang Diandra yang terlihat sangat cantik. Fandi juga memasukan bagian sebelahnya ke dalam mulut. Menghisap, melumat, mengecup. Benar benar membuat candu Fandi.
"Bangh, cukup." Diandra mengigit bibirnya keras membuat Fandi menangkup wajahnya dengan kedua tangan dan melepaskan bagian dadanya.
"Jangan di gigit, nanti luka." Bisik Fandi dengan suara seraknya, lalu kembali menyerang bibir Diandra.
Fandi membuka lebar kaki Diandra dan menempatkan badannya disana. Perlahan menusukkan sesuatu yang sudah sangat mengeras dengan milik Diandra dari luar celana. Keduanya sama sama mendesah, dinginnya AC sudah tidak lagi keduanya rasakan, suasana sudah mulai memanas. Keduanya larut dalam kenikmatan yang salah.
"Diandraa," Fandi memanggil nama Diandra dengan lembut, matanya menatap dengan sorot mata memohon. "Boleh?"
"Boleh." Diandra dengan sadar mengangguk, kesadarannya perlahan kembali setelah Fandi menghentikan dengan paksa gesekan penuh kenikmatan di bawah sana karena tadi sesuatu seperti akan keluar.
"Kamu yakin?" Fandi kembali bertanya memastikan, dirinya tidak mau Diandra nanti menyesal.
"Iyaa, yakin bang." Diandra kembali mengangguk meyakinkan Fandi.
Fandi yang ingin kembali membuka mulutnya terkejut ketika Diandra menarik lehernya untuk kembali menyatukan bibir mereka, memimpin lumatan yang membuat Fandi tersenyum. Hari yang akan panjang untuk keduanya. Satu kesalahan yang mungkin akan berakibat besar bagi keduanya.