Anissa terpaksa menerima perjodohan atas kehendak ayahnya, dengan pria matang bernama Prabu Sakti Darmanta.
Mendapat julukan nona Darmanta sesungguhnya bukan keinginan Anissa, karena pernikahan yang tengah dia jalani hanya sebagai batu loncatan saja.
Anissa sangka, dia diperistri karena Prabu mencintainya. Namun dia salah. Kehadiranya, sesungguhnya hanya dijadikan budak untuk merawat kekasihnya yang saat ini dalam masa pengobatan, akibat Deprsi berat.
Marah, kecewa, kesal seakan bertempur menjadi satu dalam jiwanya. Setelah dia tahu kebenaran dalam pernikahanya.
Prabu sendiri menyimpan rahasia besar atas kekasihnya itu. Seiring berjalanya waktu, Anissa berhasil membongkar kebenaran tentang rumah tangganya yang hampir kandas ditengah jalan.
Namum semuanya sudah terasa mati. Cinta yang dulu tersususn rapi, seolah hancur tanpa dia tahu kapan waktu yang tepat untuk merakitnya kembali.
Akankan Anissa masih bisa bertahan??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 27
Anissa yang baru saja turun dari bis umum, langsung saja melangkahkan kakinya untuk berjalan ke sebrang jalan.
Namun tiba-tiba ....
Ckit!!
Aww!
Teriak Anissa, karena saking terkejutnya saat melihat ada sebuah mobil hampir menabrak tubuhnya.
Jantung Anissa spontan berdegup kencang dengan lutut yang sudah bergetar hebat, seakan tiada tulang didalamnya.
Wajah pucat itu masih terpejam, membeku, tanpa bisa bisa bergerak sedikitpun.
Sementara di dalam mobil mewah itu, seorang pria yang sudah menahan geram, sontak saja turun sambil melepas kacamata hitamnya.
Wajah tegas itu semakin terlihat berambisi, saat pria itu melangkah lebih dekat, dengan tatapan mengintimidasi.
"Dimana matamu? Apa kau buta, hanya untuk mengingat jika ini sebuah jalan raya, haa?" suara pria itu masih normal, namun dengan nada kesal.
Anissa perlahan mengangkat pandanganya. Memang, untuk kali ini dia yang salah, karena tidak melihat keadaan jalan raya yang saat ini tengah ramai.
"Maafkan saya ... Saya benar-benar tidak melihat!" ujar Anissa bersungguh-sungguh.
Hah!
Pria itu mendengus kesal, lalu mengenakan kembali kacamata hitamnya. Setelah itu, dia langsung melenggang pergi dari hadapan Anissa.
Dinttttt!!!
Anissa tersentak, saat lagi-lagi pria itu mengklaksonnya cukup keras.
"Hei ... Minggir! Dasar gadis aneh ....." teriak Pria itu sambil menyembulkan kepalnya kearah kaca.
Setelah Anissa berhasil mundur beberapa langkah, mobil pria tadi langsung saja melaju kembali dengan begitu cepatnya.
Anissa masih berdiri sambil mengusap dadanya. Entah sebuah kebetulan atau apa, sore ini dia benar-benar merasakan apes. Dan untung saja, nasib baik masih berpihak kepadanya.
Cukup menetralkan perasaanya, Anissa langsung saja melanjutkan jalannya, setelah dia melihat sekeliling dan aman untuknya menyebrang.
Dan di saat yang bersamaan, Ayunda sang adik juga baru saja keluar dari sebuah Cafe yang kini Anissa lewati.
'Itu bukanya, mbak Anissa? Iya ... Itu benar mbak Anissa'
Ayundda lantas segera mendekat, dan dia urungkan niatnya untuk masuk kedalam mobilnya.
"Mbak Anissa ...."
Degh
Merasa terpanggil, Anissa menghentikan langkah kakinya. Perasaanya tidak pernah salah. Suara itu, sejujurnya suara yang selalu dia rindukan setiap harinya sejak dulu.
"Ada yang ingin aku bicarakan! Lebih baik kita masuk ke dalam Cafe!" suara Ayunda begitu dingin, karena dia merasa asing oleh kakak kandungnya sendiri.
Tanpa bantahan apapun, Anissa langsung saja mengikuti langkah sang adik memasuki Cafe di depanya.
Sejenak~Mereka berdua tampak terdiam cukup lama, berperang hebat dengan pikiran masing-masing. Ayunda tampak berpikir, mengapa sang kakak saat ini masih berada di Salatiga? Bukanya dia berada di Magelang? Apa Anissa hanya berjalan-jalan? Lalu, tadi Ayunda sempat melihat langkah kaki sang kakak yang terasa mengganggu dalam pandanganya. Ada apa sebenarnya yang terjadi?
"Katakanlah ... Waktuku tidak hanya untuk berdiam terlalu lama di tempat seperti ini!" dingin Anissa yang akhirnya memulai membuka suara.
Ayunda membenarkan posisi duduknya. Lalu perlahan mulai menarik nafas dalam, "Apa mbak Anissa tahu, tentang mas Prabu dua hari lalu sempat datang pagi-pagi ke rumah?"
Anissa mengunci tatapan Ayunda. Demi apa, dia dapat bercengkrama sedekat ini dengan adiknya. Dan kalimat itu~Mbak? Apa pendengaran Anissa tidak salah. Anissa datang di saat dulu Ayunda baru berumur 7 tahun. Dan itu membuat Anissa pada saat itu ingin sekali mengenal adiknya secara terbuka, namun ibu tirinya selalu membuat benteng tembok yang begitu tinggi terhadapnya. Dan itu membuat Anissa dan Ayunda tampak seperti dua orang sing saat ini.
"Apa yang dilakukan, Prabu?"
"Mas Prabu marah-marah kepada papah, atas perlakuan papah yang dulu pernah menampar mbak Anissa di tempat umum. Dan satu lagi ... Mas Prabu membatalkan semua kontrak kerjanya dengan papah! Atas hal itu, sekarang kesehatan papah mulai menurun ... Dan lagi, banyak orang-orang yang sering datang, untuk mempertanggung jawabkan semua hutang-hutang, atas hilangnya saham mereka!"
Degh
Anissa terperanjat. Dari mana Prabu dapat tahu tentang penamparan itu? Dan hal itu sudah cukup lama. Namun biar bagaimana pun, dia merasa geram atas perilaku suaminya itu. Sejahat apapun, Brahma tetap ayahnya. Anissa semakin muak dengan pria arogan itu.
Kedua jemari Ayunda saling bertaut di meja. Dia sedikit memajukan duduknya depan, dengan sorot mata memohon. "Aku mohon pada mbak ... Tolong bicarakan yang baik-baik pada mas Prabu, agar dia dapat kembali melanjutkan kontrak kerja samanya dengan perusahaan mamah! Aku tidak ingin papah kenapa-kenapa ... Berkorbanlah demi papah! Jika mbak Anissa masih menganggapku sebagai saudara!"
Pandangan Anissa seketika terangkat. Kalimat Ayunda yang terakhir benar-benar sukses membuat jantungnya berpacu lebih cepat. Apa dia tidak salah dengar, berkorban? Apa kurang selama ini dia berkorban? Hal sulit apa yang tidak pernah dia rasakan, sehingga mengharuskan dia untuk berkorban! Dan untuk kali ini saja, biarkan Anissa mengikuti apa kata hatinya. Sikap Prabu memag tidak dapat di benarkan. Namun sesekali, sang ayah juga harus menerima konsekuensi dari semua hal yang dia perbuat.
"Jika kamu membahas perihal berkorban ... Mungkin ini juga sudah saatnya kamu berkorban untuk ayah juga! Kamu sudah dewasa, kamu mampu berdiri di kedua kakimu. Ambil alih perusahaan itu, dan teruskan semua kegagalan yang ayah perbuat. Dan kamu perlu ingat satu hal ... Jangan pernah melibatkan diriku lagi dari permasalahan keluargamu! Aku hanyalah orang asing yang tidak pernah di inginkan dari kemewahan keluargamu!" jawab Anissa menekan semua kalimatnya. Wajahnya yang begitu tenang, hingga membuat Ayunda langsung terdiam seribu bahasa.
Huh!
Helaan nafas Anissa terdengar memberat. Ingin sekali dia menumpahkan segalanya pada Ayunda. Namun gadis itu belum cukup mengerti tentang kehidupan yang sebenarnya.
Setelah itu Anissa bangkit dari duduknya, "Aku pamit, keluar dulu!" dengan langkah pincangnya, Anissa perlahan keluar tanpa peduli ucapan Ayunda barusan.
Sudah cukup dia harus peduli atau menjaga perasaan orang lain. Mulai sekarang, dia harus tegas kepada hidupnya agar tidak mudah di manfaatkan lagi kebaikannya.
'Kenapa mbak Anissa tega sekali ... Apa dia tiak kasian dengan papah? Apa sesakit itu menjadi mbak Anissa, hingga hatinya begitu mengeras'
Ayunda terdiam cukup lama, kalut dengan pikiranya sendiri. Dia tampak meyakinkan pada dirinya, Agar mampu mengemban tugas yang begitu berat, demi mempertahankan perusahaan miliki keluarganya.
*
*
*
Ceklek!
"Ini kamar kamu, Sayang! Kamu bisa melihat sendiri, kan? Ibu selalu merawatnya ... Foto Damar juga masih setia di sisi dinding itu," tunjuk bu Asih kearah dinding. "Sekarang kamu tidur yang nyenyak! Jangan berpikir yang macam-macam! Ibu dan ayah akan selalu menjagamu ...."
Ailin terdiam. Lalu senyum hangat terbit dari bibirnya. Sudah satu minggu terakhir ini, kesehatan mental Ailin perlahan membaik. Dia sudah dapat berkomunikasi seperti biasanya, walaupun kadang masih suka melamun.
"Terimakasih bu! Maafkan Ailin yang selalu merepotkan Ibu ...." Ailin langsung memeluk tubuh Ibunya.
"Sudah, sekarang cepatlah tidur!" bu Asih melerai pelukan putrinya. Lalu berjalan keluar.
Blam!
Setelah pintu tertutup rapat. Ailin masuk lebih dalam ke kamarnya. Kamar yang sebenarnya selalu dia rindukan. Semua kenangan Damar ada di kamar ini.
Ailim berhenti, dan langsung menjatuhkan tubuhnya diatas kursi kayu. Dia duduk dengan tenang, sambil menatap kaca rias yang kini berdiri megah di hadapannya.
Perlahan, Ailin menarik ujung sebelah bibirnya. Senyum sinis berhasil terlukis indah di wajah cantiknya, walau terkesan masih terlihat begitu pucat.
'Lihat saja ... Aku pasti akan membalaskan dendamku padamu, Mutia!'
'Karena perbuatan kejimu itu, aku semakin menderita terjebak dalam mental gila ini ... Dan akan kupastikan, kamu juga akan merasakan apa yang aku rasakan saat ini'
Seharusnya, Ailin sudah sehat sejak dulu. Tapi karena mutia selalu mencampurkan obat-obat terlarang, dan juga pelumpuhan otak, sehingga Ailin menjalani sakitnya cukup memakan waktu yang begitu lama.
Perlahan tangan Ailin terulur untuk membuka laci. Di sana dia mengambil sekotak hadiah bewarna merah hati. Beberapa foto dirinya dan sang kekasih masih tersimpan rapi, yang dulu Ailin cetak dalam album foto.
Ailin tersenyum, saat tanganya meraba foto Damar yang sedang tersenyum saat menaiki sepeda bersamanya.
"Aku sangat mencintaimu Damar! Tapi ijinkanlah aku mengubur perasaan ini secepatnya. Kamu selalu menempati ruang tersendiri di hatiku. Dan, semoga saja aku dapat menemukan penggantimu! Aku sangat berterima kasih terhadap keluargamu yang begitu menyayangiku, termasuk adikmu. Pria kecil itu sekarang sudah memiliki sorang istri yang sangat cantik. Aku merasa bersalah sekali dengan Anissa ... Mungkin dia pergi karena diriku. Aku tidak akan diam! Aku harus menemukannya, untuk menjelaskan semuanya."
Setelah itu Ailin mengangkat pandanganya. Sosok Elang sekilas tampak lewat dalam pikirannya saat ini. Ailin tersenyum kembali. Dia menemukan sikap hangat Damar ada di tubuh Elang.
'Dia membuatku semakin yakin, bahwa ketulusan cinta masih ada. Dan semoga saja untuk yang kedua kalinya, aku dapat menemukan cinta tulus, selain pemberian dari Damar! Pria itu benar-benar membuatku semakin betah menjalani kegilaan ini'
Kekeh Ailin pelan. Setelah itu dia memasukan kembali kotak tersebut kedalam laci semula.
Mungkin perlahan, Ailin harus menghapus semua kenanganya dengan Damar. Hidup harus terus berlanjut, dan dia juga ingin memiliki keluarga seutuhnya dengan kehadiran sang buah hati di tengah-tengah keluarga kecil mereka nantinya.
✨🦋1 Atap Terbagi 2 Surga ✨🦋
udah update lagi ya dibab 62. nanti sudah bisa dibaca 🤗😍
alasan ibu mertua minta cucu, bkn alasan krn kau saja yg ingin di tiduri suamimu.
tp ya gimana secara suaminya kaya raya sayang banget kan kl di tinggalkan, pdhl mumpung blm jebol perawan lbih baik cerai sekarang. Anisa yg bucin duluan 🤣🤣. lemah
mending ganti kartu atau HP di jual ganti baru trus menghilang. balik nnti kl sdh sukses. itu baru wanita keren. tp kl cm wanita pasrah mau tersiksa dng pernikahan gk sehat bukan wanita keren, tp wanita lemah dan bodoh.
jaman sdh berubah wanita tak bisa di tindas.
yg utang kn bpk nya ngapain mau di nikahkan untuk lunas hutang. mnding #kabur saja dulu# di luar negri hidup lbih enak cari kerja gampang.
karena ini Annisa terkejut, bisa diganti ke rasa sakit seolah sembilu pisau ada di dadanya. maknanya, Annisa merasa tersakiti banget
setahuku, penulisan dialog yang benar itu seperti ini.
"Mas? Aku tak suka dengan panggilanmu itu Terlalu menjijikan untuk didengar, Annisa," ucap Parbu dingin dengan ekspresi seolah diri Annisa ini sebegitu menjijikan di mata Prabu.
Tahu maksudnya?
"BLA BLA BLA,/!/?/." kata/ucap/bantah/seru.
Boleh kasih jawaban kenapa setiap pertanyaan di dialog ada dobel tanda baca. semisal, ?? dan ?!. Bisa jelaskan maksud dan mungkin kamu tahu rumus struktur dialog ini dapet dr mana? referensi nya mungkin.
bisa diganti ke
Langkahnya terhenti tepat di ambang pintu kamar mereka (kamar Prabu yang kini menjadi kamar mereka)
Annisa mulai menyadari sikap dingin Prabu yang mulai terlihat (ia tunjukkan).
BLA BLA BLA, Annisa langsung diboyong ke kediaman Prabu yang berada di kota Malang.
dan kata di kota bukan dikota.
kamu harus tahu penggunaan kata 'di' sebagai penunjuk tempat dan kalimat