NovelToon NovelToon
Memeluk Luka

Memeluk Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Cinta setelah menikah / Pengganti / Cerai / Keluarga / Angst
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: fromAraa

terkadang tuhan memberikan sebuah rasa sakit kepada para hambaNya sebagai perantara, agar mereka lebih dekat dengan tuhannya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fromAraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tentang mamas

Perihal anak pertama, yang lahir dan tumbuh bersama luka kedua orang tua nya lebih lama dari pada sang adik.

Perihal luka anak pertama, yang tak pernah terlihat oleh orang lain.

Perihal anak pertama, yang selalu berusaha melindungi jiwa adiknya agar tak tumbuh seperti dirinya sendiri, meskipun ia tak pernah tau apa yang sedang menunggunya didepan sana.

Gerriando abraham wicaksono, tumbuh menjadi seorang anak laki-laki yang harus ikut serta memeluk luka kedua orang tuanya dalam diam. Memendam segalanya sendiri, agar sang adik tak harus ikut memeluk luka miliknya juga.

Geri selalu mengatasi segalanya sendiri. Hidup berbekalan dengan tekad hasil didikan sang ibu atas kelapangan jiwa beliau, justru membuat gerriando tak pernah bisa untuk mengutarakan isi hatinya, tak pernah bisa meng ekspresikan dirinya sendiri kepada orang lain.

Ia hanya bisa memendam semua itu, menangis dalam diam, menyimpan luka jiwanya sendiri hingga hatinya seperti mati rasa saat ini. Geri selalu berjalan diatas tumpuan kedua kakinya sendiri. Tanpa ingin melibatkan orang lain dalam rasa sakitnya.

Melihat yang terjadi di antara ayah sang ibu, mau tak mau mengharuskan dirinya tumbuh menjadi dewasa sebelum waktu yang diharuskan.

Tak seperti ayahnya, geri sangat lihai dalam hal menyangkal rasa sakitnya itu. Tapi karna kelihaiannya itulah ia membawa jiwanya sendiri masuk kedalam lubang kelabu yang mungkin lebih mengerikan dibandingkan milik sang ayah.

Geri hanya bisa melangitkan segala kebaikan untuk hidupnya, dan untuk yang lain. Semoga tuhan selalu berpihak kepada keluarga mereka.

.........

Pov gerriando (mamas)

09.00

Aku terbangun dari tidurku, kala mendengar bunyi alarm dari ponsel yang telah ku setting semalam.

Mataku perlahan terbuka, menyesuaikan cahaya yang masuk ke kamar yang kurang lebih sudah 2 setengah tahun menjadi tempat aku mengistirahatkan raga ini.

Aku mulai duduk, mengambil ponsel yang masih berdering itu.

Oh sial, aku kesiangan. Bahkan aku melewatkan beberapa dering alarm yang sudah ku setting sejak semalam. Batinku

Aku segera beranjak dari tempat tidurku, menuju kamar mandi guna membersihkan tubuh agar terasa lebih segar.

Tak butuh waktu lama untukku keluar dari kamar mandi, badanku terasa lebih segar dan telah mendapatkan semua kesadaran diriku sendiri saat ini. Diambang pintu kamar mandi, aku melihat sekeliling kamarku, berantakan.

Aku memejamkan mata, kejadian semalam berputar kembali didalam kepalaku bak kaset film. Aku membuang nafas kasar, selalu saja seperti ini. Aku berjalan menuju lemari bajuku, mengambil sebuah celana skena jeans lalu ku pakai setelahnya.

Aku menghentikan kegiatanku sejenak, terdiam memikirkan sesuatu namun aku tak tau perihal akan sesuatu yang sedang bersarang di kepalaku. Setelah tersadar, aku kembali mengambil sebuah kaos berwarna sage didalam lemari, lalu memakainya.

Setelah semuanya beres, aku berniat mengambil sebuah obat yang ku simpan di dalam nakas kamar ini. Namun sebuah panggilan telfon membuat niatku urung, aku meraih benda pipih itu. Tertera nama adikku disana, aku segera mengangkatnya.

"Ya dek, kenapa?"

"Mamas dimana?"

"Mamas masih dikost, baru aja rapih soalnya kesiangan" jawabku lagi sambil terkekeh ringan

"Ck, tumben? Oh iya mas, ayah dari semalem ngga aktif dan ngga pulang kerumah, sedangkan gibran hari ini banget harus ke bandung buat penelitian. Gibran sih udah bilang via whattsapp ke ayah, tapi buat jaga-jaga aja gibran bilang juga ke mamas" jelas adikku disebrang telfon

"Padahal mamas niatnya mau ke rumah ayah dulu sebelum ke studio, tapi ya udah lah ngga masalah. Kamu nginep disana?"

"Nginep mas, kalo hari ini bisa selesai besok pulang. Tapi kalo hari ini ngga selesai paling pulang hari sabtu"

"Yaudah ngga apa, nanti biar mamas bilang ke ayah. Kamu hati-hati, jangan lupa vitamin yang ayah beliin diminum"

"Oke mas, makasih"

"Ya sama-sama"

Sambungan telfon terputus setelah itu. Aku membuang nafasku kasar, melanjutkan niatku untuk mengambil sebuah botol obat di dalam laci nakas itu.

Sebenarnya aku tak ingin bergantungan dengan obat sialan ini secara terus-menerus, tapi mau bagaimana lagi? Aku sangat membutuhkannya. Aku sudah pernah berhenti meminumnya, berharap tak akan ketergantungan dengan obat ini. Namun dugaanku salah, ternyata dampak dari menjauhi obat ini sangatlah mengerikan bagiku. Semalam contohnya...

Aku selalu dihantui oleh rasa kegelisahan saat ingin berniat menjauh dari obat ini, obat yang sudah ku minum sejak aku duduk di bangku SMA hingga kini. Ternyata efeknya tak main-main saat aku mencoba tak meminumnya.

Aku membuka ponselku kembali saat ada sebuah notifikasi pesan masuk disana.

Dr.reza, sp.KJ✉️

Jangan lupa kalo hari ini jadwal sesi konsultasi kamu gerriando, saya tunggu 

Aku memejamkan mata, lagi-lagi membuang nafasku kasar. Aku lelah, aku lelah jika harus seperti ini terus. Aku lelah jika harus bertemu dengan dokter jiwa itu setiap bulan, aku ingin berhenti. Tapi dokter jiwa itu seperti obat antidepresan yang aku konsumsi, setiap aku mencoba berhenti, maka segala resah dan kegelisahan akan kembali kepadaku.

Aku meraih shoulder bag milikku yang masih tergeletak di ubin kamar ini. Mengambil beberapa barang yang perlu dibawa dan sebuah hoodie berwarna putih untuk dipakai lalu beranjak pergi meninggalkan kamar kost ku. Aku tak mengindahkan barang-barang yang masih berceceran di dalam sana. Tak perduli dengan keadaan kamarku yang terlihat seperti kapal pecah. Mungkin aku akan membereskannya nanti saat pulang.

Aku mulai mengendarai motor milik gibran yang memang sengaja ku bawa kesini. Membelah jalanan kota jakarta yang sangat padat seperti hari-hari biasanya. Tapi itu semua tak menghambat perjalananku yang memakai motor ini. Sangat mudah bagiku untuk menerobos masuk dan melewati kemacetan yang terjadi hari ini.

Aku memang tak langsung datang ke studio tempatku bekerja, melainkan ke tempat dimana dokter reza praktik disana. Guna melakukan jadwal konsultasi lanjutan sesuai jadwalku.

Tak ada yang tau tentang sisi diriku yang satu ini kecuali dokter reza. Aku berniat memendam segalanya sendirian, sampai mati. Bahkan aku menyuruh dokter jiwa itu untuk tak mengatakan apapun kepada ibu atau yang lain. Mengingat bahwa beliau adalah rekan kerja sekaligus teman ibu yang masih berkomunikasi dengan baik sampai saat ini, mungkin?

Awalnya aku sempat ragu dan tak percaya kepada beliau, tapi beliau selalu mengatakan tentang sumpah-sumpah yang harus ditaati oleh setiap masing-masing profesi.

Awal aku mendatangi beliau, itu saat aku duduk di bangku SMA kelas 11. Tapi aku hanya melakukan 1 kali pertemuan sesi konsultasi saat itu, aku memutuskan untuk berhenti dan meminum obat anti depresan yang beliau resepkan kepadaku. Tapi ternyata aku ketergantungan dengan obat itu, berhenti konsultasi dan membeli obat itu secara diam-diam tanpa resep dokter.

Lalu aku memutuskan untuk mendatangi beliau kembali saat dimana ibu dan ayah berpisah. Aku yang mengetahui beberapa alasan, memutuskan untuk datang kembali ke seorang psikiater karna aku takut akan berdampak buruk bagiku dan tak bisa lagi untuk melindungi gibran, meskipun memang hal itu sudah terjadi.

Cukup lama aku berlarut dalam lamunan pagi ini, tak terasa tiba-tiba saja aku sudah sampai di depan sebuah bangunan berlantai 2 yang mana menjadi tempat tinggal sekaligus ruang praktik konsultasi. Aku menepikan motorku lalu turun dari motor. Dokter reza memang sengaja membawaku kemari atas dasar permintaanku sendiri. Aku tak ingin terlihat atau dilihat oleh siapapun saat ingin bertemu beliau, dan beliau setuju lalu selalu memberiku ruang untuk konsultasi bagiku di dalam kediaman beliau.

Seorang wanita seumuran ibu membuka pintu utama rumahnya setelah aku membunyikan bel rumah itu.

"Mas geri? Langsung masuk aja ke ruang konsultasi nak, dr.reza sudah menunggu disana" ucap wanita itu lembut.

Aku mengangguk lalu tersenyum menanggapi ucapan beliau. Lalu membawa langkahku masuk kedalam sebuah ruangan yang dimaksud oleh wanita tadi kepadaku.

Wanita yang tadi menyapaku adalah istri dari dokter reza sendiri. Keduanya mempunyai seorang anak laki-laki yang mana bekerja di dalam studio yang sama sepertiku. Namanya yoshi orlando, umurnya tak terpaut jauh dariku, hanya berbeda beberapa minggu dari hari kelahiranku. Aku lahir dibulan september sedangkan anak itu lahir dibulan oktober dan masih di tahun yang sama sepertiku.

Meskipun ayahnya adalah dokter jiwa yang menanganiku, tapi tentu saja yoshi tak tau tentang sisi diriku yang satu ini. Kembali lagi ke poin awal, kalau dokter reza sudah disumpah oleh profesinya sendiri untuk tak membocorkan apapun tentang pasiennya dalam keadaan apapun dan kepada siapapun.

Seorang dokter dengan kacamata yang bertengger di hidung bangirnya menatapku dari dalam sana saat aku berdiri diambang pintu ruangan itu.

"Duduk, gerriando" titahnya kepadaku

Aku menuruti perintah beliau. Tak lama setelah aku duduk, istri dari dr.reza masuk ke ruangan itu dengan membawa sebuah nampan yang berisi sepiring cookies cokelat serta satu gelas berisi teh hangat untukku dan satu gelas berisi kopi untuk suaminya. Tak lupa aku mengucapkan terimakasih sebelum beliau meninggalkan ruangan itu.

"Kenapa terlambat mas?" Tanya dokter reza yang tiba-tiba saja sudah ada di hadapanku.

Tidak tiba-tiba, mungkin saja memang aku yang tak menyadari akan kehadiran beliau.

"Iam over sleep, dok" jawabku seadanya

"Kenapa? Bukannya kamu pulang dari studio ngga sampe malem?" Tanya dokter itu lagi seakan sudah tau alasan apa yang menjadi penyebab aku bangun kesiangan hari ini.

"Sampe kost saya masih lembur dok" jawabku mencoba berbohong kepada beliau

"Bisa tatap mata saya?"

Aku tak langsung menuruti perintah beliau. Aku enggan untuk menatapnya karna jika itu terjadi maka alasan yang ku berikan tadi akan sia-sia.

"Gerriando abraham?" Ucapnya lantang menyebut nama lengkapku

Mau tak mau aku menuruti perintahnya, perlahan mengangkat kepalaku dan mulai memberanikan diri untuk menatapnya. Aku sangat tegang, tatapan beliau terasa begitu menusuk bagiku. Kami sempat beradu pandang sejenak, seakan bisa membaca pikiran satu sama lain sekarang.

"Kamu masih minum obat itu?" Tanyanya

"M-masih dok" jawabku ragu

"Apa dateng ke saya aja ngga cukup buat kamu?"

"Bukannya dokter yang dulu meresepkan obat itu ke saya?"

Bukanya menjawab, justru aku malah bertanya balik kepada dokter reza, membuat beliau memijat pangkal hidungnya disana.

"Gerriando, saya meresepkan obat itu sudah beberapa tahun yang lalu karna kamu memutuskan untuk tidak datang lagi kepada saya. Tapi kenapa sampe sekarang kamu masih meminumnya? Bahkan disaat kamu kembali memutuskan untuk konsultasi dengan saya lagi" dokter reza menghentikan ucapannya sejenak "kamu tau kan, efek dari penggunaan obat antidepresan dalam jangka panjang?" Lanjutnya lagi.

Aku tak menjawab, aku tau betul efek penggunaan obat antidepresan dalam jangka panjang. Gangguan fungsi organ dalam, komplikasi, bahkan menyebabkan kematian karna overdosis.

"Kalau kamu kaya gini terus, gimana kamu mau melindungi adik kamu sekarang mas?" Ucap dokter reza lagi terdengar lirih seperti orang yang sedang putus asa.

"Dok, saya juga ngga mau kaya gini, makannya saya dateng lagi ke dokter. Tapi seakan saya ngga bisa menemukan titik terang di depan sana" ucapku membela

Dokter reza terdiam, membuang nafasnya kasar.

"Selain ke studio, tempat mana lagi yang kamu kunjungi mas?"

"Ke rumah ayah"

"Selain itu?"

"Ngga ada dok"

"Kalo ada waktu luang, apa kamu mau jalan-jalan sama saya? Sekedar buat cari angin atau kemana?"

Aku berfikir sejenak, memikirkan segala hal yang mungkin terjadi saat aku menyetujui permintaan dokter reza. Entah bertemu dengan orang-orang yang mengenalku dan beliau, atau kejadian lainnya.

"Kenapa?" Tanyaku

"Kenapa? Mungkin aja kamu bisa lebih rileks kalau kita konsultasi diluar, karna konsultasi itu banyak caranya mas. Ngga cuma duduk berdua di satu ruangan seperti ini aja" jelas dokter reza

Aku menolak permintaan beliau, tak perduli dengan tanggapan yang akan diberikan oleh dokter itu. Aku tetap bersikeras untuk teguh dalam prinsipku agar tak terlihat oleh orang lain diluar sana ketika aku melakukan hal yang menyangkut dengan dokter jiwa itu.

Tapi untung saja dokter reza juga tak mempermasalahkan akan penolakanku kepadanya. Beliau justru memaklumi diriku.

"Apa makanan favorit kamu mas?" Satu pertanyaan itu keluar dari mulut beliau. Pertanyaan yang belum pernah aku dengar selama aku melakukan konsultasi dengan dokter itu.

"Masakan ibu"

"Semuanya? Atau yang mana?"

"Semua yang dimasak oleh ibu"

"Terus sekarang?" Entah kenapa, aku langsung paham dengan satu pertanyaan itu

"Masakan ibu masih dan akan terus jadi makanan favorit saya. Bahkan segala perjuangan beliau, juga akan masuk ke dalam daftar favorit di hidup saya" jawabku

"Kalo begitu, kamu juga harus terinspirasi dari beliau kan? Termasuk bertahan hidup disini"

"Saya sedang berusaha dok, entah bisa atau tidak–"

"Kamu bisa gerriando, karna sejauh ini kamu sudah terlalu melapangkan jiwa kamu sendiri" ucap beliau kepadaku

Tak biasanya beliau mau memotong ucapanku selama ini, tapi aku juga tak bisa menyangkal bahwa ucapan beliau sedikit membuatku optimis untuk tetap bertahan disini.

"Jadi, apa kamu mau buat berusaha ngga minum obat itu lagi? Kita akan lakukan secara bertahap" ucapnya "kegiatan apa yang kamu lakukan sebelum tidur?" Lanjutnya lagi bertanya kepadaku

"Lanjutin kerjaan, beresin kamar, udah"

"Sebelum tidur kamu mandi kan?"

"Tentu dok, kenapa memang?"

"Begini mas, kalo mandi malem sebaiknya pakai air hangat, itu bisa membantu merileksasikan otot-otot di tubuh kamu. Kamu suka susu?

"Ngga terlalu, tapi kalo ada saya bisa minum kok"

"Nah, kalau abis mandi, coba minum susu atau makan dark cokelat deh mas"

"Biar apa?"

"Biar kamu lebih rileks dan tenang, abis itu mungkin kamu bisa tidur tanpa harus minum obat antidepresan lagi"

Aku terdiam, aku akan mencobanya jika memang bisa membantuku untuk menjauh dari obat sialan itu.

"Kamu ngga percaya? Mau coba?"

"Mungkin?"

"Oke, kamu bisa mulai dari nanti malam. Inget, kita lakuin ini perlahan, jangan terlalu memaksakan diri kamu ya mas" ucap jelas dokter reza.

"Pertemuan kita hari ini sampai sini dulu. Untuk 2 bulan kedepan, kita ngga akan ketemu dulu karna kamu akan coba mandiri pakai cara yang sudah kita sepakati barusan. Kamu bisa dateng lagi ke saya kalau memang cara itu belum berhasil. Tapi saya harap, kita ngga akan ketemu lagi karna kamu udah sembuh, gerriando"

Ucapan dokter reza membuatku sedikit tertegun. Aku harus bisa, jangan sampai aku masuk ke dakan ruangan seperti ini lagi!!!

Aku menjabat tangan dokter reza untuk berpamitan. Beliau mengantarkan aku sampai ke halaman rumahnya, bahkan aku masih bisa melihat beliau dari spion motor gibran, beliau yang masih berdiri di tempatnya, sedang melihat aku pergi dari kediaman beliau.

To be continued...

1
Yaka
best quote🖐️🔥
Tajima Reiko
Aku jadi terbawa suasana dengan ceritanya, bagus sekali! ❤️
fromAraa: terima kasih/Pray//Pray//Pray/
total 1 replies
Shinn Asuka
Kakak penulis, next project kapan keluar? Aku udah kangen!
fromAraa: nanti yaaa
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!