Azalea Safira tidak pernah menyangka bahwa ia akan terikat oleh pesona Kevin. Boss arogan, angkuh dan menyebalkan.
Awalnya, hubungan mereka hanya sebatas atasan dan asisten pribadi saja. Tanpa Kevin sadari, ia mulai bergantung pada asisten pribadinya itu.
Kevin pikir, selama bersama dengan Safira setiap hari, itu sudah cukup. Namun, siapa sangka kisahnya tidak berjalan sesuai rencana.
Akankah Kevin berhasil mendapatkan hati Safira? Mengingat sikap Kevin yang selalu seenaknya sendiri padanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meyda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 34
"Ada apalagi, Vin. Bukankah kamu bilang mau mengajakku makan di luar?" Lilac menoleh ke belakang. Mengikuti kemana arah tatapan Kevin tertuju.
Safira nampak sedang membereskan meja kerja Kevin sebelum meninggalkan ruangan.
"Apa dia wanitamu? Bagaimana kalau kita mengajaknya makan sekalian?" bisiknya lirih.
Kevin berdehem pelan sembari mengusap tengkuk lehernya. "Dia sudah makan," jawabnya.
Gelagat Kevin membuat Lilac semakin curiga kalau mereka memang memiliki hubungan spesial. Lilac sedikit tidak suka melihat tatapan Kevin pada Safira.
Dimana tatapan Kevin seakan begitu mendamba wanita itu.
"Mama tadi mengirim pesan sebelum aku sampai kemari," ucap Lilac menunjukkan layar ponselnya pada Kevin. "Dia memintaku membawa perempuan bernama Safira pulang bersama."
Langkah Kevin terhenti. "Lalu?"
"Apa wanita itu yang bernama Safira?" tanya Lilac penasaran.
"Ya," jawab Kevin singkat. Menyembunyikannya juga percuma saja. Toh nanti Lilac juga akan tahu kalau Safira adalah wanita incarannya.
"Jadi dia mph...!" kedua bola mata Lilac melotot. Kevin membungkam bibirnya.
"Jangan berisik atau aku tidak akan segan-segan mengirim kamu kembali ke luar negeri," ancam Kevin.
Setelah mengatakan itu, Kevin berjalan lebih dulu menuju ke mobilnya.
"Dia itu kenapa? Tiba-tiba marah dan mengancam begitu. Apa aku salah bicara?" Lilac berbalik. Ia berniat menghampiri Safira dan mengajaknya makan malam di mansion utama.
Bruk!
Tanpa sengaja, Lilac menabrak sebuah benda keras yang membuatnya terhuyung ke belakang.
"Maafkan aku, kamu tidak apa-apa, Nona?"
Gadis itu mendongak sembari memegang erat kedua lengan si penabrak sekaligus penolongnya.
"Lain kali gunakan matamu saat berjalan karena aku—" kalimat Lilac terputus begitu saja. Ia menelan saliva dengan susah payah. "Kak Bagas?"
"Hai, Lilac. Apa kabar?" sapa Bagas membantu membenarkan posisi Lilac lalu mengusap puncak kepalanya.
***
"Kenapa Papa mengatakannya pada Safira tentang kematian wanita itu?" Kevin mengusap kasar wajahnya.
Sesampainya di rumah, ia langsung mencari keberadaan Tristan dan melabraknya.
Kevin sudah tidak tahan lagi di tuduh sebagai pembunuh oleh wanita yang sangat ia cintai.
"Bangkai yang ditutupi serapat mungkin pasti akan tercium juga, Vin! Ingat itu!" tekan Tristan.
"Aku nggak ada hubungannya dengan kecelakaan itu, Pa. Harusnya Papa percaya padaku. Bukan dengan barang bukti yang ada di tangan wanita itu." saat ditemukan, Bunga sedang menggenggam erat jam tangan milik Kevin.
Beruntung, Tristan memiliki kekuasaan. Jadi, dia bisa menyelamatkan putranya itu dari hukuman dengan mudah.
"Terserah kamu. Yang jelas, Papa lebih percaya barang bukti daripada bualan kamu," ucap Tristan. Meski yang sebenarnya ia masih sangsi dan tidak percaya kalau putranya sampai berbuat nekad.
"Selamat malam, Tuan," sela Safira.
Dari luar ia bisa mendengar kalau Kevin dan Tristan memang sedang bertengkar. Itulah yang selalu mereka lakukan setiap kali bertemu.
Tidak pernah akur.
"Safira?" gumam Kevin. Mulutnya menganga lebar melihat penampilan Safira. Sedikit berbeda dari biasanya.
Cepat-cepat Kevin menarik Safira. Berniat membawa Safira masuk ke kamarnya.
"Heh, anak nakal! Mau kemana kamu?" teriak Tristan menghalangi langkah keduanya.
"Minggir! Kalau Papa nggak mau rumah ini aku ratakan dengan tanah!" ancam Kevin dengan seringai tipis yang terlihat di sudut bibirnya.
"Berani kamu melakukannya, kamu Papa pecat dari daftar ahli waris harta kekayaan Papa, Kevin Alexander!" Tristan tak mau mengalah. Tidak peduli kalau Kevin itu putranya sendiri.
"Aku nggak takut. Pecat ya, tinggal pecat aja nggak usah kebanyakan ngomong. Selama ini Papa bisa nya cuma mengancam kan?" kini giliran Kevin yang membalas setiap kalimat yang Tristan ucapkan.
Keduanya kembali beradu mulut. Membuat Violet dan Safira hanya bisa menggelengkan kepala.
"Temani Tante menyiapkan makan malam, yuk." Violet mengajak Safira ke dapur.
Safira mengangguk.
Sesampainya di dapur, ia diam membeku melihat sosok gadis yang tadi ia temui di kantor.
Lilac tersenyum begitu manis pada mereka berdua.
Di mata Safira, Lilac nampak sempurna. Kulit putih mulus, lesung pipi dan juga tubuh indahnya. Pantas saja Kevin menjadi orang yang berbeda saat berada di samping Lilac.
"Nyonya, lebih baik saya menunggu di luar saja," ucap Safira.
Safira merasa tidak enak hati. Ia juga tidak mau merusak suasana. Bergabung di tengah-tengah mereka.
"Kenapa? Tante mau ngenalin kamu sama Lilac. Dia—"
"Sayang?" Lilac menghampiri Kevin. Memeluk lengannya dan mengajak pria itu duduk.
Entah sejak kapan Kevin ada disana. Yang jelas, Kevin mengikuti Safira.
"Ayo cicipi. Aku masak makanan kesukaan kamu." Lilac menyuapi Kevin. Sementara Kevin langsung membuka sedikit mulutnya dengan mata yang tak berpaling dari Safira.
Perlakuan Lilac pada Kevin membuat hati Safira terasa sakit. Matanya memerah, pandangannya mulai kabur menahan desakan air di pelupuk matanya.
"Ternyata semua laki-laki itu sama saja! Brengsek!" jerit Safira dalam hati.
Untuk apa Safira berdandan dan berpakaian seakan-akan dia akan menjadi ratu di undangan makan malam hari ini. Jika ujung-ujungnya, Safira harus melihat kemesraan Kevin dengan wanita lain?
kok udah end aja????????
tetap semangat jangan patah semangat!! 🤗