"Jadilah kuat untuk segala hal yang membuat mu patah."
_Zia
"Aku mencintai segala kekurangan mu, kecuali kepergian mu."
_Darren
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SUASANA HATINYA SEPERTI CUACA
RINTIK HUJAN
...“Irama terindah di dunia adalah jantung yang berdetak untukmu.”...
Brak
“Kita megalami penurunan drastic, karena beberapa perusahaan cabang yang menyuntikkan dananya menarik kembali. Kami sudah berusaha melakuka negosiasi dengan mereka, namun jelas mereka menolak keras.” Jelas pria mudah salah satu karyawan Darren yang seumuran dengan Nando dari devisi keuangan.
Darren diam, mendengarkan setiap penjelasan karyawannya. Baru sehari saja dia tak masuk bekerja, sudah ada masalah dari anak cabang perusahaannya. Mereka mengalami kerugian yang besar.
“Dan, mereka yang menarik penyuntikkan dananya ternyata telah bergabung dengan perusahaan Dirgantara sehari sebelum mereka menarik penyuntikkan dananya.” Lanjutnya lagi.
“Dirgantara?” Tanya Darren memastikan.
Pemuda itu mengangguk dengan sopan, membetulkan ucapan atasannya. “Benar pak.”
Mereka bertiga dalam ruangan rapat, ada sekertaris Nando dan kepala divisi keuangan serta Darren sendiri.
“Anda bisa melihat daftar perusahaan yang menarik kembali penyuntikan dananya disini pak, silahkan.” Ujar Nando. Meberikan dokumen kehadapan Darren.
Darren membukanya, lalu melihat daftar perusahaan yang membuatnya rugi besar. Darren menggeleng, beberapa perusahaan yang pernah dibantunya ikut bergabung dengan Dirgantara.
“Tak tahu diuntung!” Ucap Darren dingin. “Nando, batalkan semua kerja sama dengan perusahaan yang menaungi mereka.” Lanjutnya.
Nando mengangguk, lalu mengambil kembali dokumen itu dari Darren. “Baik pak.”
Nando menatap pemuda yang bertanggung jawab dibagian keuangan perusahaannya. “Dan kamu, berikan saya segera laporan kerugian perusahaan kemarin. Secepatnya.”
Pemuda itu mengangguk. “Baik pak, kalau begitu saya permisi.”
Tinggallah Nando dan Darren dalam ruangan rapat ini. Nando tak memberi tahu pada Darren bahwa kemarin Aronald datang untuk mencarinya karena masalah ini.
“Dokumen yang saya minta sudah ada di ruangan saya?” Tanya Darren. Menatap Nando yang sibuk dengan laptop didepannya.
Nando menatap Darren. “Sudah pak, tinggal anda mengecek ulang dan tanda tangan.”
“Hm, baiklah.”
Darren meninggalkan Nando, hari ini dia sibuk.
***
Zia tengah menikmati pemandangan pagi hari yang sibuk, kendaraan yang ramai. Dia duduk diluar tokohnya, menunggu pembeli dan menikati udara ibukota Jakarta.
Zia mengingat tadi pagi, saat sarapan yang dia buat tak dilirik oleh suaminya. Darren malah pergi begitu saja tanpa mengatakan sesuatu, dia takut jika suaminya kembali berubah seperti dulu. Dia tak bisa menghitung seberapa banyak dia pernah tersenyum karena kebersamaan dengan suaminya.
Namun, pagi tadi. Suaminya bersikap dingin dan cuek, makanan yang tersedia di meja makan tak disentuhnya.
“Mas Darren sebenarnya kenapa? Mengapa sangat sulit memahami sikapnya? Aku juga bukan wanita yang mudah peka, bagaimana aku bisa memahaminya?”
“Tembok yang kukira telah runtuh sepenuhnya, ternyata belum benar-benar runtuh. Tembok kokoh itu masih berdiri dengan kuat, sesulit ini mencintainya?”
Asik melamun tanpa menyadari kedatangan seseorang yang tiba-tiba saja telah duduk disebelahnya dengan meja yang mengantari mereka.
“Zia.”
Zia tersadar. “Astagfirullah hal azhim.” Zia menatap kesamping. “Anhar.”
Yang dipanggil hanya tersenyum, mengangkat sebelah tangannya untuk menyapa pujaan hatinya. Yang entah sampai kapan terus mengejarnya.
“Hai!”
Zia membuang wajahnya kesegala arah, kendaraan yang berlalu lalan didepanya lebih menarik dari pada wajah Anhar.
“Gue ngak sengaja lewat dan liat lo duduk sendiri, jadi. Gue mampir.” Jelas Anhar. Tentu saja itu hanya alasannya, agar bisa bertemu dengan Zia.
“Lalu urusannya dengan ku?” Tanya Zia. Nada suaranya terdengar tegas, namun tak sampai menaikkan volumenya.
Anhar tersenyum. “Ya ngak apa-apa, gue pikir lo kaya butuh teman ajah buat ngobrol.”
Zia tak ingin banyak menyauti perkataan Anhar, dia ingin Anhar segera pergi dari sini. Bukan, bukan mengusirnya. Dia tak ingin timbul fitnah sekali pun banyak orang yang berlalu lalang.
Anhar menatap Zia dari samping, sangat sulit mendekati wanita ini.
“Zia, gue ngak tau gimana caranya buat hilangin rasa cinta gue ke lo. Gue kadang mikir buat pisahin lo dari Darren, biar lo bisa bareng gue. Zia, tapi makin gue berusaha buat lupain lo. Makin tumbuh rasa ini Zia.” Tutur Anhar.
Zia diam, membiarkan Anhar mengeluarkan semua yang ingin dia utarakan.
Anhar menepuk-nepuk dadanya, menatap Zia. “Dan gue perlahan sadar, rasa gue ke lo itu adalah obsesi. Bukan rasa cinta yang tulus Zia. Gue salahnya, suka ke lo?” Tanya Anhar. Matanya memerah.
Zia menatap jalan raya. “Ngak salah Anhar, karena perasaan suka datangnya dari hati yang tak bisa kita ajak kompromi. Dan cinta datang dari hati tanpa kita ketahui, perasaan suka itu tak bisa diprediksi, tak bisa diramal dan tak bisa ditebak. Itu semua mesteri yang mencangkup waktu dan orang yang kita sukai.” Jelas Zia.
Anhar diam. “Gue egois yah?”
“Hm, kamu egois bila terus menerus menggodanya. Anhar, jatuh cinta bukanlah pilihan melainkan sebuah takdir dari Allah. Tetapi, memilih untuk terus memperjuangkan adalah pilihan dirimu sendiri. Namun Anhar, ini bisa juga disebut salah karena didalam perjuanganmu tersimpan ke egoisan yang jelas itu nyata.”
Benar, egois jika terus menerus kita menggodanya. Menyedihkan karena memperjuangkan seorang yang tak ingin diperjuangkan. Dia telah memilih satu orang sebagai pendampingnya, perasaanmu tak salah pada dia yang telah menikah. Perasaan suka mu menjadi salah ketika kamu menyisipkan keegoisan didalamnya.
Tanpa mereka sadari, seseorang diam-diam mengambil gambar keduanya. Lalu mengirimnya pada salah satu kontak, setelah terkirim. Ponsel yang digunakan itu dibuang saja kedalam tempat sampah.
“Kita mulai melihat penyiksaanmu gadis cantik.”
***
Darren benar-benar sibuk dengan tumpukan dokumen diatas mejanya, wajahnya terlihat lelah. Kemeja yang kusut, serta rambutnya yang acak-acakan.
“Sial! Kenapa belum selesai juga? Sudah berapa lama aku mengerjakan ini?”
Dia tampak kesal, sepertinya dia sudah lama duduk dan mengerjakan semua ini. Tapi rasanya belum juga ada tanda-tanda semua dokumen itu segera selesai.
Ting
Ting
Bunyi notifikasi ponsel Darren terdengar begitu nyaring dalam ruangan ini, dengan sedikit kesal Darren mengambil ponselnya diatas meja bersama dengan setumpuk kertas.
Nomor itu tak terdaftar dikontaknya, itu adalah nomor yang tak diketahui. Darren membuka pesan itu.
“Foto?”
Darren mengunduh foto itu, lalu sedetik kemudian. Genggaman pada ponselnya mengeras, bola matanya menajam.
“Zia, awas saja kau.”
Entahlah, tiba-tiba saja emosinya tersulut melihat foto yang dimana ada Zia dan sosok pemuda yang hanya sekali bertemu dengannya.
“Sial!”
Brak
Darren sedikit melemparkan ponselnya keatas meja, melonggarkan dasinya lalu membuka beberapa kancing kemeja putihnya. Hari ini dia sudah dibuat emosi oleh beberapa perusahaan yang menarik suntikan dananya, lalu ada Zia yang bersama Anhar.
“Kenapa dengan wajah mu?” Celetuk seseorang. Entah kapan dia berdiri disana.
Darren terpelojak kaget, menatap siapa yang baru saja bersura. “Loh ayah, sejak kapan ayah disini?” Tanyanya.
Aronald mengangkat bahunya acuh, lalu duduk di sofa. “Saat kau melempar ponsel mu, ayah sudah mengetuk pintu namun kau tak menjawabnya. Jadi ayah masuk saja.” Jelas Aron.
Darren menghampiri ayahnya, lalu mencium punggung tangannya. “Tumben sekali ayah datang, ada sesuatu yang terjadi?” Tanyanya. Ayahnya ini mana mau datang jika kesini selain urusan pekerjaan.
“Kenapa? Tidak suka ayah datang? Toh ini juga perusahaan ayah.” Jawab Aron.
“Tersarah saja.”
“Bagaimana pernikahan mu? Kulihat kau mengalami sedikit kemajuan, bunda ingin bertemu dengan menantunya. Datang kerumah untuk makan malam bersama istrimu.”
“Darren sibuk ayah.”
“Ckkk, itu urusanmu. Bunda hanya ingin makan malam dengan menantunya, atau tidak bawalah Zia saja kerumah.”
“Ngak. Zia sibuk ngurus tokohnya, ngurus Darren juga.”
Arron kesal, ada saja alasannya untuk menolak.
“Terserah kamu saja lah, bagaimana. Kau sudah tangani masalah perusahaan?”
“Ayah tahu?”
“Tentu saja ayah tahu, kemana saja kau kemarin? Jika taka da Nando dan Antoni yang menanganinya kemarin, perusahaan ini bisa gulung tikar.”
Darren mengaku salah, tapi dia tak tahu jika Antoni juga ikut menangani masalah ini.
“Maaf ayah. Darren lalai.” Ujar Darren menyesal.
Aron menatap intes putranya. “Hm.” Jawabnya. “Darren, ayah pernah mengajarkan mu melepas suatu tanggung jawab?”
Darren menggeleng. “Tidak pernah ayah.” Jawabnya.
“Mengapa ayah bertanya?”
“Pernikahan bukan mainan Darren, ingat yang dikatakan Abraham padamu? Tidak ada yang bisa merubah laki-laki, tapi laki-laki itu sendiri yang dapat berubah jika mencintai yang dia inginkan.” Ujar Aron. Bangkit lalu menepuk pundak anaknya.
“Penyesalan selalu datang diakhir nak, kau tau sebenci dan setidak sukanya ayah pada orang yang menjatuhkan harga dirinya? Jangan melepaskan bongkahan berlian hanya untuk menggali pasir.” Lanjutnya. “Ayah pamit.”
Darren diam, berusaha memahami setiap ucapan ayahnya. “Maksud ayah? Apakah ayah tahu jika aku dan.”
“Tidak mungkin.”
di lanjut Thor,,, penasaran 🤔
moga Darren cepat menyadari nya🤔🤭🤲
lanjut Thor. ku ingin si Darren hancur,, udah menyia yia kan berlian
yakinlah Lo bakalan nyesel Darren,,,
bikin tuan arogan bertekuk lutut 💪👍🏻😍