Sebuah kasus pembunuhan berantai terus saja terjadi di tempat yang selalu sama. Menelan banyak nyawa juga membuat banyak hati terluka kehilangan sosok terkasih. Kasus tersebut menarik perhatian untuk diselidiki. Namun si pelaku lenyap tanpa sebab yang jelas dan justru menambah kekhawatiran penyelidik. Kasus ini menjadi semakin rumit dan harus segera dipecahkan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherry_15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Misteri Topeng
“Nah, sekarang saatnya aku yang bertanya padamu!” Seru pria yang duduk di bangku penumpang sebelahku, sedikit mengejutkan diriku yang sedang fokus dalam lamunan. Hampir saja aku menabrak pejalan kaki karena terkejut.
“Astaga Picho, bikin kaget saja! Untung aku tidak menabrak pejalan kaki itu!”
“Bisa semakin kuat tuduhan pembunuhan berantai ini pada kita jika kau menabraknya, Leo.”
“Jika itu terjadi, semua jelas salahmu!” Picho hanya tersenyum lebar sambil mengangkat kedua jarinya menandakan ajakan damai. Aku menghela nafas pasrah lalu berkata “Sudahlah! Ada apa?”
“Rumah Leo besar, Leo punya mobil, dan sepertinya Leo orang yang bisa menghidupi diri sendiri tanpa bekerja, bekerja pun ku rasa Leo cocok mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Mengapa memilih jadi koki?”
“Heh bocah! Atas dasar apa kau bisa berasumsi bahwa aku bisa hidup tanpa bekerja!? Aku bukan pohon uang!” Sentakku karena terkejut dengan sudut pandangnya terhadap ku.
“Leo bohong\~! Aku bisa merasakan kebohonganmu\~! Terlihat jelas makanan di kulkas selalu lengkap walau penghasilan di kedai kita beberapa hari ini sedang menurun, pasti Leo punya simpanan untuk hidup. Bukankah begitu?” Rayu Picho sambil menusuk-nusukkan jari telunjuknya pada pipiku dengan nada yang sengaja diayunkan untuk memberikan kesan manja.
“Cih, dasar Empathy! Berhenti menyentuh ku seperti itu!” Tegasku dengan nada bicara dan tatapan yang dingin terhadap pria menyebalkan ini. “Waktu kecil aku sering masak bersama ibuku yang membuka usaha ketring makanan. Bisnis ketring ibuku cukup besar dan ayahku juga pemilik restoran bintang lima pada masa itu, itulah sebabnya aku masih mewarisi kekayaan dan ilmu memasak mereka hingga kini. Namun sejak mereka bunuh diri dan aku masih terlalu dini untuk melanjutkan bisnis mereka, yah kau tahu sendiri lah kelanjutan ceritanya,” lanjut ku memberi jawaban dari pertanyaan menyebalkan.
“Bisnis kedua orangtuamu terhenti dan kau terobsesi meningkatkan skil memasakmu untuk terjun ke dunia koki, begitu?” Tanya Picho mengambil kesimpulan dari ceritaku. Aku hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. “Maaf lancang sebelumnya, tapi apa kau tahu alasan mereka bunuh diri?” Lanjutnya agak menyentak hatiku walau ia menanyakannya dengan santun.
“Kau kira semua orang akan suka pada kesuksesan orangtuaku!? Banyak juga yang iri dan mencibir bahkan menfitnah mereka dengan keji hingga mereka tak tahan lagi hidup di dunia yang mengerikan ini!”
“Aku mengerti,” jawabnya singkat namun penuh perasaan.
“Dan kau?”
“Apa?”
“Apa kau ingat kejadian sebelum orangtuamu dibunuh?”
“Kami sedang berlibur dan camping di gunung, aku terbangun tengah malam karena ingin pipis dan menyaksikan dua jasad mereka yang penuh darah sudah terbaring tak bernyawa tepat di depan tenda. Hanya itu yang ku ingat.”
“Oh…”
...***...
Tak ada percakapan. Setelah saling membagi kisah menyedihkan kami sepakat tanpa diskusi untuk melanjutkan perjalanan dalam hening. Larut dalam lamunan masing-masing yang tak berujung. Perjalanan kali ini adalah menuju rumah Pcho. Yeah, aku sudah berjanji kemarin karena dia menginap di rumahku, aku akan menginap di rumahnya hari ini. Kami sudah sering bergantian jadwal inap sejak dulu, bisa dibilang persahabatan kami sudah sangat dekat hingga tak perlu sungkan.
Tanpa disadari kami sudah sampai pada rumah Picho. Seperti biasa aku memarkirkan mobilku dengan lihai di halaman rumah kayu sederhana kawanku ini. Meskipun rumahnya kecil dan sederhana, aku tetap merasa hangat dan nyaman berada di tempat ini. Soal tempatku tidur? Di kamar Picho tersedia sofa panjang dari kayu tua yang cukup nyaman jika dikenakan untuk merebah juga meluruskan kaki. Intinya aku biasa tidur di sofa tersebut.
Setelah masuk pada rumah Picho, pria gondrong pemilik rumah ini inisiatif memasakkan santapan makan siang karena mentari juga sudah hampir berada tepat diatas kepala. Sedangkan aku yang lelah menyetir seharian, memutuskan untuk istirahat di kamar Picho. Kamarnya tak pernah berubah ya? Selalu rapi dengan barangnya yang tak pernah pindah tempat.
Aku jadi penasaran, apakah buku resep masakan yang pernah kuberikan padanya masih ia simpan? Tanpa permisi aku menggerakkan tanganku membuka laci meja kayu di sebelah kasurnya untuk mencari buku resep masakan yang dahulu ia simpan didalamnya, namun rupanya tindakanku ini adalah sesuatu yang akan aku sesali seumur hidupku.
Bukannya menemukan buku resep, retinaku malah menangkap sebuah topeng rubah putih pada laci tersebut. Terkejut? Jelas aku sangat terkejut! Apa-apaan ini!? Mengapa topeng rubah putih bisa berada dalam laci meja kamar sahabatku!?
Apakah Picho adalah pembunuh berantai yang sedang diburon selama ini? Tapi untuk apa dia menceritakan tentang topeng rubah putih sebagai ciri khas si pembunuh? Untuk memberi petunjuk? Mustahil! Dia hanya akan membunuh dirinya sendiri jika membocorkan rahasianya! Aku mengambil topeng rubah putih tersebut untuk melihatnya lebih jelas dan memastikan bahwa aku tidak salah lihat.
“Leo! Makan siang siap!” Panggilnya dengan suara keras sambil membuka pintu kamar. Aku yang terkejut masih tak bisa bergerak atau merespon apa-apa, aku hanya memandangnya dengan mata membola terbelalak. Ia juga memandang ku dengan tatapan layaknya orang yang ketakutan.
“Argh! Leo! Dari mana kau mendapatkan benda mengerikan itu!? Apa kau pembunuh berantainya!? Jauhkan benda itu, segera!” Teriaknya ketakutan sambil menunjuk ke arah topeng putih yang sedang ku pegang.
“Apaan!? Justru aku yang seharusnya bertanya seperti itu padamu! Aku menemukan topeng ini di laci saat sedang mencari buku resep makanan yang dulu pernah ku berikan padamu,” jawabku heran dengan reaksinya sambil mendekat dan mengarahkan topeng itu pada wajahnya. “Mengapa topeng ini ada di lacimu, Picho? Apa kau pembunuh berantainya?” Lanjut ku dengan dingin.
Picho menjatuhkan diri ke belakang sambil menyeret bokongnya mundur dan berteriak “Kubilang jauhkan benda itu!”
Aku memiringkan kepalaku dan menatapnya heran sambil ikut berjongkok mendekatinya. “Mengapa kau takut dengan barang milikmu?” Tanyaku singkat.
“Itu bukan milikku, Leo. Tolong jauhkan itu dariku!”
“Lalu mengapa benda ini bisa berada di lacimu?”
“Aku juga tidak tahu, aku tidak ingat pernah membawanya kemari. Mungkin ada orang usil yang menyusup dan menaruhnya di situ. Leo, ku mohon…. Percayalah padaku dan jauhkan benda itu, ya? Kepalaku sakit melihatnya.”
“Bagaimana aku bisa mempercayaimu, Picho?”
“A— aku ini sa-ha-bat mu… kan?” Jawabnya dengan terbata-bata. Wajahnya memucat dan keluar darah dari hidungnya. Selang beberapa detik, pria dihadapanku ini terbaring tak sadarkan diri di lantai.
Apa ini? Dia pingsan? Apa dia memang bukan pembunuhnya? Lalu mengapa topeng ini ada padanya? Jika benar ada orang jahil yang meletakkan topeng ini di lacinya, siapa dia? Apa pula motifnya melakukan hal ini? Apa dia adalah pembunuh sebenarnya yang ingin meruntuhkan hubungan persahabatan kami?
Tapi untuk apa? Satu-satunya jawaban yang terlintas dibenakku hanyalah salah satu dari kami adalah target selanjutnya, dan dia berusaha meruntuhkan persahabatan kami agar bisa menyerang saat kami sedang sendiri. Jika memang itu yang terjadi, berarti aku harus lebih waspada lagi dan tidak boleh termakan oleh trik murahannya.
Ku letakkan lagi topeng itu pada meja Picho lalu membaringkan sahabatku yang pingsan pada kasurnya, membersihkan darah dari hidungnya, memeriksa suhu tubuhnya yang rupanya cukup hangat, mengompres keningnya dengan handuk air dingin, dan duduk pada sofa panjang untuk bersandar sambil membiarkan fikiranku menjalar.
“Bocah ini! Banyak sekali masalah yang ia simpan sendiri. Jangan biarkan aku merasa tak berguna, dasar bodoh!”
tipe cowok gondrong, kah? /Hey/