PENDEKAR Mabuk memiliki nama asli Suto Wijaya Kusuma dan dia adalah seorang pendekar pembela kebenaran dan menumpas kejahatan. Perjalanan nya dalam petualangannya itu banyak menghadapi tantangan dan rintangan yang sering kali membuat nyawa nya terancam. Namun pendekar gagah dan tampan itu selalu punya solusi dalam menghadapi permasalahan tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikko Suwais, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
ANGIN Yang menggoyang daun-daun ilalang maupun rumput di tanah itu adalah akibat terkena napas yang keluar dari hidung Suto Sinting.
Wuuurs, wuuurs, wuuurs...!
Dianti memandang dengan heran, sempat melongo setelah sadar ilalang dan rumput terhempas karena hembusan napas dari hidung Suto. Sawung Kuntet sendiri juga merasa heran, tapI untuk sementara itu ia lupakan dulu keheranan tersebut.
"Suto..." ujar Dianti dengan suara manjanya.
"Mengapa napasmu kencang sekali?! Apakah lubang hidungmu berubah menjadi besar?!" Pertanyaan polos berkesan bodoh itu membuat Suto Sinting segera sadari keadaan dirinya.
Reaksi yang ada pada dirinya dapat mendatangkan bencana bagi orang lain yang tidak tahu menahu tentang masalah itu. Maka dengan pejamkan mata sesaat dan tundukkan kepala, Suto Sinting berusaha meredakan kemarahan dalam hatinya dan berusaha bersikap tenang kembali.
"Sawung, mengapa orang itu menyerang Mirah Cendani?!"
"Bukan hanya Mirah Cendani yang diserang. tetapi temanku dari Lembah Layon yang bernama Bajak Ningrat juga menjadi di-anu oleh orang beranu abu-abu itu."
"Baļak Ningrat...?!" Suto Sinting memandang heran, karena baru sekarang mendengar nama Bajak Ningrat.
"Aku dan Mirah Cendanl diutus Eyang Cakraduya untuk mencari dan menyuruh pulang Candu Asmara. la pergi beberapa anu yang lalu untuk mencarimu. la kepingin beranu denganmu. Maksudku, kepingin bertemu denganmu," Sawung Kuntet menjelaskan dengan pandangan mata penuh kecemasan, sebentar-sebentar memandang ke arah atas bukit cadas tak bernama itu.
"Waktu aku dan Mirah Cendani mencari Candu Asmara, aku bertemu dengan anuku dari Lembah Layon, yatu si Bajak Ningrat. Rupanya ia juga sedang mencariku, karena guruku mengharap aku pulang ke Lembah Layon. Pada saat kami sedang bicara itulah, si anu abu-abu muncul!"
"SI jubah abu-abu, maksudmu?!" tanya Dianti yang menjadi lkut tegang juga.
"Benar. Lalu... lalu orang Itu menyangka Bajak Ningrat sebagai Pendekar Mabuk."
"Ooh...?!" Suto Sinting terperanjat.
"Benar. Bajak Ningrat disangka dirimu, sebab Wajahnya memang tampan dan masih muda. Anunya kuat dan...."
"Anu-nya kuat bagaimana?!" sergah Dianti.
"Daya tariknya kuat!" sentak Sawung Kuntet merasa jengkel karena bicaranya dipotong terus oleh Dianti.
"Orang itu ingin membunuhmu, Suto. Karena dia menganggap Bajak Ningrat adalah dirimu, maka dia berusaha membunuh Bajak Ningrat. Tentu saja aku membela Bajak Anu. Mirah Cendani akhirnya turun anu juga... maksudku, turun tangan juga. Bajak Ningrat terluka saat tubuhnya menimpaku. Karena Itulah, tanganku masih berlumur darah."
"Lalu, bagaimana dengan Mirah Cendani?1"
"Kulihat bayangan orang itu bergerak sendiri tidak sama dengan anunya. Bayangan itu mau menerjang Mirah Cendani, tapl kenai si Bajak Ningrat yang telah berdiri itu dan kulihat sendiri Bajak Ningrat menjadi abu dalam sekejap. Mula-mula meleleh dan kurang dari tiga hitungan segera menjadi abu berarang hitam. Ooh... aku tak tahan melihat anunya Bajak Ningrat. Maksudku... melihat kematiannya Bajak Ningrat. Aku segera larikan diri bersama Mirah Cendani. Tapi rupanya nasib malang menimpa pula pada si Mirah. Anu.. dia dikejar oleh bayangan orang itu, lalu entah ke mana karena aku lari ke arah lain. Aku merasa kalah anu dan harus melarikan anu... maksudku, melarikan dirl, Ooh.. mnengerikn sekali, Suto! Mirah pun lari dalam keadaan luka."
"Paman," ujar Dianti. "Katamu tadl orang berjubah abu-abu tadi menyangka temanmu sebagai Suto?!"
"Memang... memang begitu."
"Salah, Paman! Yang dicari orang berjubah abu-abu itu bukan Suto, tapi si Pendekar Mabuk!"
"Lha, iya! sentak Sawung Kuntet.
"Suto ini kan si Pendekar Mabuk!"
"Bukan! Suto ya Suto, Pendekar Mabuk ya Pendekar Mabuk! Kau keliru, Paman!"
"Bocah edan!" gerutu Sawung Kuntet. Perdebatan itu dibiarkan oleh Suto Sinting, sampai akhirnya Dianti mempercayai bahwa Suto Sinting Itu adalah si Pendekar Mabuk.
Suto tak pedulikan perasaan apa yang ada di dalam hati gadis itu ketika mengetahui sejak kemarin ia sudah bersama-sama Pendekar Mabuk. Hal yang dipikirkan Suto adalah tentang si jubah abu-abu tu. Siapa orang tersebut dan mengapa selalu menyangka setiap pemuda tampan seperti Pendekar Mabuk, lalu membunuhnya?
"Agaknya dia punya dendam kesumat kepadaku, sehingga banyak pemuda tampan yang dijadikan abu olehnya! Gila Salah apa aku padanya?!"
Suto Sinting benar-benar dibuat bingung oleh tindakan keji si jubah abu-abu. Bahkan ia menjadi jengkel ketika Sawung kuntet yakinkan diri bahwa si jubah abu-abu itu bukan si Jahanam Tua yang pernah bertemu dengannya beberapa tahun yang silam.
Sawung Kuntet merasa dirinya sedang dikejar oleh si jubah abu-abu itu. Karenanya, Pendekar Mabuk diliputi kebimbangan; teruskan perjalanan ke kadipaten, atau mencari si jubah abu-abu dulu?
"Sekalipun sekarang aku tahu kau adalah Pendekar Mabuk,"
Kata Dianti.
"Tapi aku tidak ingin kau sengaja mencari si jubah abu-abu. Kau tak perlu mencari jubah abu-abu, di istanaku banyak jubah abu-abu, kau bisa ambil sendiri dan tinggal pilih mana yang cocok dengan ukuran tubuhmu." Sawung Kuntet menggerutu tak jelas sambil bersungut-sungut mendengar kata-kata itu.
Pendekar Mabuk sebenarnya ingin tertawa, tapi karena ia sedang diliputi kemarahan yang terpendam, maka kata-kata Dianti yang diucapkan dengan polos tanpa merasa bersalah itu hanya membuatnya mual. Namun demikian, Suto Sinting menghargai rasa takut yang ada pada diri Dianti, yaitu takut melihat Suto celaka dan bernasib seperti Lesmana atau yang lain nya.
Darah pendekar Suto Sinting tak bisa hanya Menerimna kecemasan. Darah pendekar tu tak pernah pedulikan dirinya mati atau hidup dalam berhadapan dengan lawan setinggi apa pun ilmunya. Justru yang bergolak di dalam dada Pendekar Mabuk adalah rasa penasaran, Ingin segera Jumpa dengan si pemilik bayangan aneh Itu.
"Sawung Kuntet," ujar Suto ingin memutuskan langkahnya. "Sebenarnya aku sedang menuju ke Kadipaten Buranang mengantarkan pulang Dianti. Tapi tindakan si jubah abu-abu itu harus segera dihentikan agar tidak timbul korban tak bersalah. la harus segera berhadapan denganku. Karenanya, kulimpahkan tugas mengantar Dianti kepadamu, dan aku akan mencari si jubah abu-abu itu!"
"Baiklah jika begitu anu-mu, aku bersedia!"
"Aku tidak!" sahut Dianti.
"Lebih baik aku pulang sendirian daripada harus diantar olehnya, Suto!"
"Jangan keras kepala begitu, Dianti!"
"Tidak bisa! Aku tidak ingin pulang bersama siapa pun kecuali bersamamu!" tegas gadis itu.
"Aku tak mau pulang tanpa membawa kebanggaan! Apa yang bisa kubanggakan jIka pulang bersamanya? Jelas akan lebih bangga jika pulang bersamamu, Suto."
Sawung Kuntet tersinggung. la pun berkata,
"Aku juga merasa dapat musibah jika harus perg denganmu! Lebih baik aku mengantar anu daripada mengantarmu".
"ANU Nya siapa yang mau kau antar, hah?" Ledek Dianti.
...*...
...* *...
☺🙏💪
mampir yaaa