Karena dendam pada Seorang pria yang di yakini merebut wanita pujaannya sejak kecil, Alvino Maladeva akhirnya berencana membalas dendam pada pria itu melalui keluarga tersayang pria tersebut.
Syifana Mahendra, gadis lugu berusia delapan belas tahun yang memutuskan menerima pinangan kekasih yang baru saja di temui olehnya. Awalnya Syifana mengira laki-laki itu tulus mencintainya hingga setelah menikah dirinya justru mengetahui bahwa ia hanya di jadikan alat balas dendam oleh sang suami pada Kakak satu-satunya.
Lalu, apakah Syifana akan terus bertahan dengan rumah tangga yang berlandaskan Balas Dendam tersebut? Ataukah justru pergi melarikan diri dari kekejaman suaminya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurma Azalia Miftahpoenya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tinggal bersama Mama
Mama Seren menepuk kursi di sebelahnya, tanpa menatap sang putra yang masih terdiam di belakang punggungnya.
"Duduk, Al!" seru Mama Seren ketika sang putra sama sekali tidak merespon.
Alvino memaksa kakinya untuk melangkah mendekati sang ibu yang terlihat sangat kecewa padanya. Pria itu duduk di kursi samping Mama Seren dengan pandangan menunduk ke bawah.
"Al," panggil Mama Seren dengan suara lirih, hampir tidak terdengar.
Wanita paruh baya yang menggunakan gaun sebatas lutut itu menoleh ke arah sang putra. Di lihatnya Alvino sama sekali tidak berani menatap ke arahnya.
"Kamu apakan menantuku, Al?" tanya Mama Seren meminta penjelasan.
Pria dewasa itu tidak bergeming dengan pandangan tetap menunduk ke bawah. Entah apa yang di lihat olehnya sampai hanya satu objek itu yang menjadi perhatiannya.
"Kamu siksa dia, Al?" tanya Mama Seren menekan sang putra agar mau menjawab pertanyaannya.
Alvino tetap diam tidak menjawab, hanya kepalanya yang beberapa kali mengangguk sebagai jawaban.
"Untuk apa kamu menikahi dia, jika hanya untuk kamu siksa? Ingat Al, dia anak orang yang di jaga sepenuh hati oleh orang tuanya. Sementara kamu meminta dia untuk menjadi istri kamu, hanya untuk kamu siksa," ujar Mama Seren dengan nada kecewa.
Alvino belum berani mengangkat kepalanya untuk menatap sang ibu. Pria itu bahkan sibuk meremas jari-jarinya sendiri.
"Mama akan bawa istrimu untuk tinggal di mansion bersama Mama, Al. Sampai kamu sadar dan tobat dari kekejaman kamu ini!"
Wanita paruh baya itu bukan mengancam, tetapi benar-benar mengambil keputusan. Alvino yang terkejut dengan ucapan ibunya kini mengangkat pandangan yang semula menunduk, sekarang menatap sang ibu dengan tatapan tidak percaya.
Alvino menggelengkan kepalanya beberapa kali. Namun, bibirnya sama sekali tidak berucap apa-apa. Hanya tubuhnya yang kini bangkit dan pergi tanpa berpamitan dengan Mama Seren.
Wanita paruh baya yang kini sangat menyesali perbuatan sang anak hanya mampu memejamkan mata, menikmati rasa perih karena merasa gagal dalam mendidik sang putra menjadi pria yang baik. Mama Seren menarik nafas dalam lalu menghembuskannya lewat mulut.
Wanita itu kini beranjak, ketika sampai di halaman depan untuk masuk ke mansion. Sekilas dia melihat mobil kesayangan sang putra melesat dengan kecepatan penuh. Langkah kaki Mama Seren terhenti, menatap mobil berwarna hitam itu hingga menghilang dari pandangan.
Wanita itu paham, putranya kini tengah emosi dan ingin menenangkan diri. Sudah kebiasaan Alvino dari kecil, jika dia berdebat dengan sang ibu. Pria itu lebih memilih untuk pergi dari rumah dari pada melawan ibu yang sudah melahirkannya.
"Maaf, Al, tapi Mama tetap akan membawa Fana pergi dari sini." Setelah mengucapkan kata itu, Mama Seren melanjutkan langkah untuk menghampiri sang menantu.
Mama Seren menaiki satu persatu anak tangga yang melingkar hingga sampai di lantai dua mansion. Wanita itu segera masuk ke dalam kamar yang di gunakan oleh sang menantu di mansion besar itu. Ketika membuka pintu, di dalam sana Syifana sedang meminum secangkir teh jahe hangat.
Perempuan itu menghentikan kegiatannya dan akan menaruh cangkir yang berada di tangannya, ketika melihat ibu kandung suaminya masuk ke dalam kamar.
Senyum tipis terbit di bibir merah Mama Seren untuk menyapa sang menantu. Wanita itu melangkah mendekati menantunya yang kini terlihat canggung. Saat sudah sampai di samping ranjang, Mama Seren mendudukkan dirinya di ranjang mini yang juga di gunakan perempuan muda itu untuk duduk bersandar.
"Keadaan kamu sudah lebih baik?" tanya wanita paruh baya itu.
Perempuan itu mengangguk. "Alhamdulilah, Sudah, B...."
"Mama, panggil saya M-A-M-A!" perintah Mama Seren ketika menangkap sang menantu akan kembali memanggilnya dengan kata Ibu.
"Em, iya, Ma-ma," ujarnya menuruti perintah dari sang mertua.
Ketika melihat sendiri bahwa sang menantu begitu polos dan menurut dengan ucapannya. Mama Seren tertawa pelan. Wanita itu kini beranjak menuju lemari yang ada di kamar itu, membuka tempat menyimpan pakaian itu.
Kedua matanya membola sempurna ketika melihat sendiri di dalam lemari itu, hanya ada sebuah koper. Itu berarti sang menantu tidak menata pakaiannya di dalam lemari. Melainkan memasukkan semua beserta kopernya, tanpa mengeluarkan satupun helai baju.
Sementara Syifana yang kedapatan melakukan hal itu, kini menundukkan pandangan. Perempuan itu takut jika sang mertua akan memarahinya karena hal itu. Namun, pikirannya salah. Ketika perempuan itu memberanikan diri menatap lurus ke depan. Ternyata di hadapannya sang mertua menarik koper yang dia bawa dari rumah orang tuanya itu.
Kini pikiran Syifana justru semakin ketakutan, jika sang mertua akan mengusirnya pergi dari mansion ini. Bukannya tidak senang jika terlepas dari suami kejamnya, akan tetapi perempuan itu juga memikirkan bagaimana perasaan sang ayah dan nama baik keluarga jika dia tiba-tiba di buang oleh keluarga suaminya.
"Ayo, Sayang! Mulai sekarang kamu akan tinggal bersama Mama." Wanita paruh baya itu mengulurkan tangannya.
Bersambung...