Amayra Alifya Husna, adalah seorang gadis yang baru saja menginjak kelas 3 SMA. Gadis cantik berhijab, cerdas dan disukai banyak orang. Memiliki masa depan cerah dan memiliki cita-cita mulia menjadi seorang Guru. Namun kejadian naas pada suatu malam telah mengubah nasibnya.
Amayra terpaksa harus putus sekolah karena ketahuan hamil di luar nikah oleh seorang pria mabuk yang baru saja dia temui, ia adalah seorang presdir di perusahaan Calabria grup Bramastya Zein Calabria yang sering di sapa Bram, terpaut jauh usianya dengan Amayra yang masih belia. Tidak mau bertanggung jawab atas kehamilan Amayra, Bram melimpahkan tanggungjawab kepada sang adik, yang merupakan seorang dokter muda bernama Satria Alvian Calabria baru saja lulus dari fakultas kedokteran. Sementara Bram menghilang!
Amayra yang kehilangan mimpinya berusaha menghadapi pernikahan di usia dini, dia berusaha menjadi istri yang baik dan Sholehah. Walau pikirannya masih ingin sekolah, Satria awalnya cuek dan tidak peduli pada Amayra berubah menjadi perhatian melihat sikap Amayra yang baik dan taat. Cinta pun mulai hadir diantara mereka, namun saat hubungan mulai terbina. Bram hadir kembali dalam kehidupan mereka dan mengatakan akan mengambil kembali Amayra dan anaknya dari Satria.
Kepada siapakah Amayra akan menjatuhkan pilihannya? pada pria brengsek yang meninggalkan nya di saat saat tersulit? atau pada suaminya yang bertanggungjawab untuk dirinya? Berhasilkah Amayra meraih mimpi dan cita-cita nya?
follow Ig author: Irmanurhayati41
FB :Irma Nurhayati
follow juga author nya ya ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Lo bapak nya,Bram!
Hati Satria terhenyak mendengar ucapan Amayra padanya. Terkesan cuek dan dingin, ya Satria juga merasa kalau dia pantas mendapatkan semua ini karena sudah melukai hati Amayra.
"Baiklah kalau itu mau kamu. Aku akan melupakan nya." Satria mengiyakan ucapan Amayra, walau hatinya sedih mendengar ucapan nya sendiri. Dia harus melupakan pernyataan cinta dari Amayra.
Ya Allah mengapa aku sakit hati tanpa sebab?. Satria memegang dadanya, dia memandang Amayra.
"Iya." sahutnya sambil mengigit bibir bagian bawah dengan gemas. Dia tak berani menatap suaminya yang sedang melihat dirinya.
Memang lebih baik dilupakan Amayra, lebih baik dilupakan saja. Aku ini bukan istri kak Satria yang sesungguhnya. Sekarang kamu harus fokus pada masa depan mu dan anak ini.
"Ehm, kamu lapar? Aku akan keluar dan membelikan kamu makanan" tanya Satria cemas dengan keadaan Amayra.
"Aku tidak lapar kak,"
KRUKKK..
KRUKKK..
Satria tersenyum ketika mendengar bunyi petir meminta makan itu. Dia menahan tawanya, apalagi ketika melihat wajah Amayra yang memerah karena malu.
Ya Allah, kenapa perutku mengeluarkan bunyi memalukan seperti ini? Ah.. benar-benar deh.
"Seperti nya aku harus keluar dan membeli makanan. Kamu mau makan apa?"
"Aku kan sudah bilang, aku tidak lapar. Kalau kakak mau beli makanan, beli saja untuk kakak sendiri." ucap nya dengan suara pelan.
KRUKKK..
"PFut.." Satria menahan tawa mendengar suara itu lagi. Amayra terlihat kesal karena mendengar suara tawa Satria. "Seperti nya yang ada di dalam perut itu lebih jujur dari pada ibunya." Satria tersenyum pada Amayra.
"I-itu, aku gak.." Amayra berusaha mencari alasan untuk menutupi rasa malunya. Namun, dia malah terpana melihat Satria tersenyum dan tertawa karena nya. Hatinya kembali berdebar melihat wajah tampan pria itu tersenyum bahagia. Ini pertama kalinya dia melihat Satria tersenyum.
Kak Satria tampan sekali. Amayra terpesona melihat tampannya dokter muda itu.
Amayra sangat menggemaskan kalau sedang malu, apalagi pipinya yang merah merona itu. Satria menatap Amayra dengan tatapan yang berbeda.
"Aku mau beli makanan dan minuman dulu, kamu mau makan dan minum apa?" tanya Satria perhatian.
"Aku.."
"Gak usah malu-malu, kalau ada yang kamu mau katakan saja. Bayinya mau apa?" tanya Satria lagi.
"Bayi nya? Memangnya bayi nya bisa minta makan?" tanya Amayra polos.
"Haha, kamu ini lucu sekali. Kamu kan sedang masa ngidam. Terakhir kali aku melihat kamu makan buah tengah malam." Satria tertawa kecil, dia ingat saat Amayra bangun tengah malam lalu makan buah diam-diam.
"Oh, jadi itu ngidam." Bibirnya membulat, dia baru tau kalau keinginan nya akan sesuatu makanan, adalah bentuk ngidam.
"Keinginan yang tidak bisa ditahan itu, katakan saja padaku. Sebisa mungkin aku akan berusaha mengabulkan nya. Jadi, kamu mau makan apa?"tanya Satria sambil menatap wanita itu.
Tanpa ragu lagi Amayra mengatakan keinginan nya, mungkin juga keinginan bayinya. Amayra tiba-tiba ingin makan soto ayam dan jus stroberi. Satria hanya tersenyum, dia mengatakan bahwa dia akan kembali dengan cepat setelah membawa makanan yang dipesan oleh Amayra.
****
Di sebuah restoran mewah, pada jam istirahat nya Bram terlihat sedang duduk disana dengan kedua teman nya yang berpakaian rapi. Bram sedang curhat kepada kedua teman nya itu.
"Jadi kapan nih Lo bakal nyusul kita Bram?" tanya Ivan, teman Bram yang sudah berkeluarga dan memiliki dua anak.
"Iya nih, Lo kan udah lama tunangan sama si Alexis. Kapan nih undangan nya?" tanya Wildan pada Bram.
"Bokap gue belum kasih restu." jawab Bram sambil meminum kopi yang ditraktir temannya.
"Sampai sekarang belum? Udah satu tahun lebih kan kalian tunangan? Ada apa nih, apa jangan-jangan gara-gara si bocah hamil itu?" tanya Ivan yang sudah tau cerita tentang Amayra dan dirinya.
"Iya kayanya sih gitu, tapi dia kan udah nikah sama adik gue si Satria." Jelas Bram singkat.
"Bram, gue mau tanya sama lo. Lo beneran ngehamilin tuh bocah? Apa dia masih gadis saat gituan sama Lo?" tanya Wildan menganalisis cerita Bram sebelumnya.
Bram sempat terdiam, dia mencoba mencari memory tentang malam di villa itu. Dia mengingat dengan jelas bagaimana Amayra menjerit dibawah tubuhnya ketika Bram memaksakan miliknya masuk ke dalam tubuh Amayra. Bram juga melihat darah di atas seprai, dia yakin kalau Amayra tidak pernah terjamah oleh siapapun dan itu adalah pertama kali untuknya. "Iya, gue yakin dia masih gadis. Dan gue yakin dia anak gue."
"Wah wah.. gila ya lo Bram. Lo yakin kalau Lo bapaknya! Tapi Lo gak mau tanggungjawab? Mau jadi apa nantinya anak Lo? Lo mau anak Lo manggil bapak sama orang lain?" Ivan tidak percaya kalau Bram melarikan diri dari tanggungjawab nya.
"Sekarang gue ngerti kenapa bokap Lo belum merestui hubungan Lo dan Alexis. Karena Lo masih punya tanggungjawab sama cewek itu dan anak di dalam perutnya. Wajar aja sih kalau Lo di hukum sama bokap Lo, gue gak heran!" Wildan menyunggingkan senyumannya.
Bram termenung mendengar nya. Pikiran dan hatinya berkecamuk, dia adalah ayah dari bayi yang dikandung Amayra? Dia harusnya bertanggungjawab? Pertanyaan itu terbesit di dalam pikirannya. Apalagi pertanyaan Ivan, tentang apakah dia mau jika anaknya memanggil pria lain sebagai ayahnya? Hatinya tersentak saat itu juga!
Bram beranjak dari kursinya, dia pergi dan terlihat kesal dengan kedua temannya itu."Kalian kesini cuma buat ngomongin itu? Gue cabut!"
"Oy Bram! Jangan sampe Lo nyesel, suatu saat nanti anak Lo manggil pria lain sebagai papa. Gue tau benar gimana rasanya itu, rasanya sakit bro! Gue harap Lo bisa bersikap lebih dewasa, ini pengalaman gue" kata Wildan yang ditinggalkan anak dan juga mantan istrinya karena sang mantan istri menikah lagi. Anak Wildan tidak mengakui dia sebagai ayah dan hanya mengenal ayah tirinya sebagai ayahnya.
Bram terdiam sejenak untuk mendengar ucapan Wildan, kemudian dia kembali bekerja seperti biasanya. Melakukan pekerjaan yang tidak pernah dia lakukan, tapi dia harus melakukan nya demi mendapatkan restu dan maaf dari ayahnya, pak Cakra.
Sore itu Bram pulang ke rumahnya menggunakan sepeda motor. Di dalam perjalanan, dia teringat terus Amayra. Bagaimana dulu Bram meminta Amayra menggugurkan anak nya? Betapa brengsek nya Bram yang sudah menodai dan menghancurkan masa depan gadis itu.
"Wildan dan Ivan benar, bagaimana pun juga dia adalah ibu dari anakku. Tapi, aku tetap tidak bisa bersamanya, karena aku sudah punya Alexis." Bram bergumam sendiri sambil mengendarai motor nya.
Sesampainya di area rumah, Bram langsung menyuruh satpam di rumahnya untuk memarkirkan motornya ke garasi. Dia membuka dompetnya yang tipis, padahal malam itu rencananya dia dan Alexis akan jalan keluar. Tapi, Bram tidak punya uang.
"Alexis pasti marah kalau aku tidak membawa uang. Ah, aku minta dulu saja pada mama." Bram tersenyum sambil melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.
Dia melihat Nilam dan Cakra pergi terburu-buru, "Ma, pa, kalian mau kemana?" tanya Bram pada kedua orang tuanya.
"Kami mau ke rumah sakit." Jawab Nilam malas.
"Siapa yang sakit?" tanya Bram.
"Amayra di rumah sakit, kata Anna dia di rampok sama preman. Terus dia jatuh dan pendarahan."
"A-Apa? Terus dia sama bayinya gimana pa?" tanya Bram terlihat cemas.
"Papa juga gak tau, kalian kamu mau tau keadaan nya. Lebih baik kamu ikut juga!" Cakra mengajak anaknya untuk ikut juga dengan nya dan Nilam, ke rumah sakit bersama untuk melihat keadaan Amayra.
"Iya Pah! Aku ikut!" Seru Bram terburu-buru.
...---***---...
Mau lanjut? Komen dulu ya, jangan lupa like nya🥰 bagi yang mau kasih vote atau gift, boleh banget kok ☺️
ceritanya bagus, keren banget dan banyak ilmu yang bisa diambil, semoga kakak Author selalu sehat, selalu semangat dan selalu sukses, aamiin yaa Rab...🙏🙏🙏💪💪💪